Inspiratif

SOSOK Reda Manthovani, Guru Besar Hukum dan Jamintel, 'Mata dan Telinga' Jaksa Agung ST Burhanuddin

Reda Manthovani merupakan jaksa sekaligus akademisi di bidang penegakan hukum. Reda Manthovani lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 20 Juni 1969.

|
Editor: AbdiTumanggor
Istimewa
SOSOK Reda Manthovani merupakan jaksa sekaligus akademisi di bidang penegakan hukum. Reda Manthovani lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 20 Juni 1969. (Istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Sosok Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intel) Prof. Dr. Reda Manthovani, SH., LLM.

Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Pidana pada Universitas Pancasila itu merupakan orang kepercayaan atau "mata dan telinga" Jaksa Agung ST Burhanuddin yang telah membuat banyak gebrakan dalam menangani kasus-kasus korupsi besar di Tanah Air.

Bahkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga hukum, Kejaksaan Agung RI meraih tertinggi hingga mencapai 76,2 persen, menurut Lembaga survei Indikator Politik Indonesia (Indikator) per Januari 2024.

Laporan tersebut menunjukan kondisi penegakan hukum Kejaksaan Agung masih mendapatkan persepsi positif, meski masih dibayangi penilaian buruk dari masyarakat bagi lembaga hukum lainnya.

Direktur Eksekutif Indikator, Prof Burhanuddin Muhtadi baru-baru ini dalam paparan survei yang dilakukan lembaganya menunjukan kinerja lembaga-lembaga penegak hukum sering menjadi sorotan publik karena memiliki peran krusial dalam memastikan tegaknya hukum.

Adanya sejumlah kasus pelanggaran hukum yang melibatkan aparat penegak hukum mendapat perhatian publik dan mempengaruhi kepercayaan publik.

Dia mengatakan, turunnya kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum pada gilirannya akan merugikan jalannya pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat.

Positifnya, Kejaksaan Agung berhasil membongkar sejumlah kasus-kasus besar, seperti kasus tambang Timah, BTS Kominfo, Jiwasraya, dan kasus lainnya.

Pengungkapan kasus-kasus besar yang merugikan keuangan negara ini tidak terlepas dari kolaborasi dua Jaksa Agung Muda yaitu; JAM-Intel Reda Manthovani dan dan JAM-Pidus Febrie Ardiyansyah.

Maka kedua Jaksa Agung Muda ini kelak sangat layak menjadi Jaksa Agung RI.

Berikut Ini Profil Reda Manthovani

Reda Manthovani merupakan jaksa sekaligus akademisi di bidang penegakan hukum.

Reda Manthovani lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 20 Juni 1969.

Saat ini, usianya 55 tahun.

Reda Manthovani putra dari pasangan bapak Syafren Manthovani (alm) dan Ibu Suryati Manthovani (alm).

Reda Manthovani menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Pancasila (1988-1992) dan mendapat gelar Sarjana Hukum (S.H).

Reda Manthovani lantas melanjutkan jenjang pendidikannya untuk mendapatkan gelar S2 di Faculté de Droit de l'UniversitédAix, Marseille III France pada 2001-2002.

Untuk meraih gelar Doktor di bidang hukum, Reda Manthovani melanjutkan pendidikan Hukum di Universitas Indonesia (UI).

Selanjutnya, Reda Manthovani, dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Pidana pada Universitas Pancasila dan resmi bergelar Profesor (Prof.).

Sebelumnya, ia menjadi dosen dengan Perjanjian Kerja program studi Ilmu Hukum di Universitas Pancasila, tempat dia awal berkuliah meraih gelar Sarjana Hukum.

Dikutip dari pddikti.kemdikbud.go.id, status aktivitas Reda Manthovani pun aktif.

Sejumlah mata kuliah pernah diajarkan Reda Manthovani pada para mahasiswanya sejak 2007. Mulai dari Perbandingan Hukum Pidana, Teori Kebudayaan, Hukum Pidana Transnasional, hingga Hukum Pidana Internasional.

Sebagai pendidik, ia telah melahirkan karya-karya dalam bentuk buku. Adapun buku yang pernah ditulis Reda Manthovani di antaranya: Rezim Anti Pencucian Uang dan Perolehan Hasil Kejahatan.

Termasuk Panduan Jaksa Penuntut Umum dalam: Penanganan Harta Hasil Perolehan Kejahatan dan Problematika Penuntutan Kejahatan Cyber di Indonesia.

Reda Manthovani, Kamis (16/3/2023).
Reda Manthovani, Kamis (16/3/2023). (HO)

Jejak Karier Reda Manthovani di Kejaksaan 

Sebelum bertugas di Kejati DKI Jakarta, Reda Manthovani sempat bertugas di sejumlah kejaksaan. Ia pernah menjadi Kabag TU pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 2011.

Pada tahun 2012, Reda Manthovani juga menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Cilegon, Banten.

Satu tahun berselang, ia dipercaya menempati posisi Kepala Bagian Kerjasama Luar Negeri Kejaksaan Agung RI (2013).

Selain aktif di Tanah Air, ia juga dipercaya menjadi konsultan Hukum atau Kejaksaan pada Konsulat Jenderal RI di Hong Kong (2014-2015).

Pada pertengahan 2015, Reda Manthovani mulai aktif menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Terakhir pada Februari 2022, Reda Manthovani dipercaya menjadi Kepala Kejati DKI Jakarta.

Sebagai akademisi, dan saat ini menjabat sebagai JAM-Intel Kejagung, Reda Manthovani ternyata aktif di media sosial.

Ia memiliki akun Instagram dengan nama @reda.manthovani yang kerap dipakai untuk mengunggah sejumlah kegiatannya.

Reda Manthovani jadi Guru Besar Universitas Pancasila
SOSOK Reda Manthovani merupakan jaksa sekaligus akademisi di bidang penegakan hukum. Reda Manthovani dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Universitas Pancasila. Ia lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 20 Juni 1969. (Istimewa)

Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Pidana Prof. Dr. Reda Manthovani, SH., LLM.

Di tengah kesibukannya sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen ( JAM-Intel), Prof. Dr. Reda Manthovani,SH.,LLM. membuktikan diri mencapai gelar guru besar 

Karir sebagai seorang dosen hukum di Universitas Pancasila dilalui Reda sejak tahun 2011.

Prof. Dr. Reda Manthovani, SH., LLM. menyampaikan orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar pada Kamis, 25 januari 2023, di Gedung Serba Guna Universitas Pancasila, Jakarta.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 2957/E4/KP/2023 tentang kenaikan jabatan akademik dosen, menetapkan Dr. Reda Manthovani,SH.,LLM menjadi Profesor dalam bidang ilmu hukum/hukum pidana dengan angka kredit sebesar 922.

Penetapan Guru Besar ini terhitung mulai tanggal 1 Desember 2023. 

Sebagaimana diketahui, tema dari orasi yang disampaikan dalam pengukuhannya sebagai Profesor ialah “RELASI LITERASI DIGITAL DENGAN PENCEGAHAN TINDAK PIDANA “HOAX” DAN TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) DI TAHUN POLITIK 2024”

Dalam orasinya, dikutip dari Univpancasila.ac.id, Reda membahas penanggulangan dan pencegahan Tindak Pidana “Hoax” dan Tindak Pidana Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Tahun Politik 2024, dalam memudahkan penanggulangan dan pencegahan dua kejahatan tersebut.

Reda menguraikan faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan hoax dan ujaran kebencian di tahun politik 2024 antara lain faktor internal (rendahnya literasi digital) dan faktor eksternal (faktor ekonomi dan faktor lingkungan). 

Upaya penindakan melalui pidana tidak cukup untuk menanggulangi kejahatan ujaran kebencian dan hoax di tahun politik 2024, oleh karenanya diperlukan upaya pencegahan oleh penegak hukum dan instansi terkait dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk mengidentifkasi berita-berita hoax dan ujaran kebencian di media sosial melalui literasi digital, efektifnya literasi digital di masyarakat maka akan terbentuk lingkungan digital yang kritis dalam menanggapi isu-isu yang mengarah kepada pemberitaan bohong dan ujaran kebencian.

Ia menegaskan, keterlibatan peranan masyarakat menjadi kunci efektifnya penanggulangan kejahatan, penegak hukum dapat melibatkan masyarakat untuk mencegah hoax dan hate speech.

"Partisipasi masyarakat dalam usaha pencegahan kejahatan hoax dan hate speech adalah suatu keterlibatan komunitas dalam mengidentifikasi masalah, menyelesaikan masalah dan mempergunakan kontrol sosial informal yang menggambarkan bahwa perasaan komunitas terjadi sehingga konsensus dapat muncul tentang apa yang diinginkan dan bagimana merealisasikan."

Terdapat dua kesimpulan dalam orasi ilmiah beliau, pertama literasi digital berpengaruh terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya Hoax dan ujaran kebencian dalam tahun politik 2024, literasi digital tersebut salah satu upaya non-penal dalam rangka penanggulangan kejahatan hoax dan ujaran kebencian melalui digital, langkah-lagkah yang bisa dilakukan yaitu dengan mengoptimalisasi peran pemerintah melalui Kementrian komunikasi dan informasi, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dengan melibatkan kelompok- kelompok masyarakat digital untuk melakukan sosialisasi peningkatan literasi digital terhadap masyarakat Indonesia.

Literasi digital memberi titik tekan pada kemampuan kritis individu dalam menggunakan media digital, dalam hal ini juga termasuk media sosial, berpijak pada pemrosesan informasi dan melibatkan kompetensi teknologi, kognitif, dan sosial.

Kedua disahkannya Undang-Undang No. 1 2004 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor I1 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik menegaskan kembali kewajiban pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam 40 ayat (2).

(*/Tribun-medan.com)

Baca juga: Harta Kekayaan Reda Manthovani, Kajati DKI Sempat Tawarkan Mario Dandy dan David Damai

Baca juga: TERUNGKAP Kapolri dan Jaksa Agung Tidak Mau Bertemu di Satu Forum, Kecuali Sidang Kabinet di Istana

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved