Pilkada Serentak 2024

Anies Baswedan Singgung Case-case Hukum saat Pertemuan di DPP PDIP Dua Jam

Anies Baswedan membeberkan momen atau peristiwa yang terjadi selama dua jam di Kantor DPP PDIP Gedung B yang berada di Jalang Pegangsaan Barat.

Editor: AbdiTumanggor
TRIBUNnews.com/Ibriza
Anies Baswedan 

TRIBUN-MEDAN.COM - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan membeberkan momen atau peristiwa yang terjadi selama dua jam di Kantor DPP PDIP Gedung B yang berada di Jalang Pegangsaan Barat, Menteng, Jakarta.

Saat datang ke DPP PDI-P pada 26 Agustus 2024, Anies Baswedan mengaku sempat berbincang dan berdiskusi dengan Rano Karno.

Diketahui, Anies sempat digadang-gadang bakal diduetkan dengan Rano Karno sebagai bakal cagub dan calon wakil gubernur (cawagub) yang akan diusung PDI-P pada Pilkada Jakarta 2024.

Kemudian, Anies mengatakan, dia akhirnya diminta menunggu kabar selanjutnya terkait pencalonan tersebut karena ada perkembangan baru terkait kasus-kasus yang diduga terkait dengan hukum. 
 
"Lalu, sampai ke ada pesan datang kepada saya dan menyampaikan, 'Pak Anies ini ada perkembangan baru menyangkut beberapa case-case'. Jadi kita tunggu dulu sampai case-case yang sedang dimunculkan waktu itu, itu bisa dikendalikan,” kata Anies Baswedan dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Mata Najwa.
 
“Kelihatannya case-case hukum ya,” imbuhnya.

Hanya saja, Anies menolak menceritakan secara detail mengenai kasus-kasus tersebut. 

“Saya barangkali tidak usah cerita detailnya tapi ada case-case yang membuat ini harus dikelola dulu dan sesudah itu baru nanti saya dikabarin,” ujarnya. 
 
PDI-P akhirnya memajukan dua kadernya sebagai bakal cagub dan cawagub di Jakarta, yakni Pramono Anung-Rano Karno.

Bukan Karena Tolak Jadi Kader

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sempat angkat bicara soal usulan mengusung Anies pada Pilkada Jakarta. 
 
Megawati sempat meminta Anies untuk nurut jika ingin maju pada Pilkada Jakarta bersama PDI-P. 
 
"Dia bener nih kalau mau sama PDI-P? Kalau mau PDI-P, jangan kayak gitu dong ya. Mau enggak nurut ya? Iya dong," ujar dia

Anies lalu mengungkapkan pencalonannya di Jakarta berawal dari adanya usulan dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) empat partai politik (parpol). 

Salah satunya usulan yang berasal dari DPD PDI-P Jakarta. Atas dasar itu, komunikasi antara Anies dan PDI-P mulai berjalan.

“Percakapan saya dengan PDI-P sudah cukup serius, dan kita melihatnya ini lebih dari urusan pilkada kemarin, tapi ini adalah perjuangan bersama bagaimana aras besar yang selama ini berada di dalam dua polar berbeda itu bisa sinergi bersama,” kata Anies dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Senin (2/9/2024). 

Terkait kegagalannya diusung PDI-P maju sebagai bakal calon gubernur (cagub) di Jakarta, Anies mengatakan bahwa bukan karena tidak ingin menjadi kader partai berlambang banteng tersebut.

Bahkan, menurut dia, tidak pernah ada pembicaraan atau tawaran dari DPP PDI-P agar dirinya bergabung menjadi kader banteng. 

“Sama sekali tidak pernah. Jadi, tidak pernah ada pembicaraan tentang menjadi anggota dengan semua pimpinan,” ujarnya. 

Anies mengatakan, tidak adanya pembicaraan menjadi kader itu juga sudah diungkap oleh Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Sitorus. 

Dia pun menyebut pernah menanyakan perihal kemungkinan adanya syarat menjadi kader tersebut dalam komunikasinya dengan utusan PDI-P. Namun, dijawab bahwa tidak ada syarat tersebut. 

“Yang saya alami tidak pernah ada percakapan itu. Tidak pernah ada pertanyaan, 'Pak Anies, Anda bersedia jadi kader atau tidak'. Tanyakan kepada Pak Ahmad Basarah, tidak pernah. Tanyakan kepada Pak Said Abdullah yang kemudian menjadi utusan, enggak ada sama sekali,” katanya. 
 
Oleh karena itu, Anies membantah bahwa kegagalan diusung PDI-P pada Pilkada Jakarta dikarenakan dirinya tidak bersedia bergabung menjadi kader partai. 
 
“Saya tidak tahu apa yang sesungguhnya menjadi sebab. Tetapi, apa pun keputusannya saya hormati. Saya tidak mau berspekulasi. Saya hanya bisa menyampaikan apa yang saya rasakan, yang saya alami,” ujarnya. 

Tersandera Hukum

Di sisi lain, Anies menilai, berbagai partai tersandera oleh kekuasaan untuk memasukkan dirinya sebagai kader atau anggota partai tersebut.

"Nah gini, kalau masuk partai, pertanyaannya partai mana yang tidak tersandera oleh kekuasaan,” kata Anies, Jumat (30/8/2024).

"Jangankan dimasuki, mencalonkan saja, tercancam, agak berisiko juga bagi yang mengusulkan, Jadi, ini adalah sebuah kenyataan nih. Jadi kita lihat saja ke depannya,” kata dia.

Anies pun mempertimbangkan membentuk partai politik untuk mewadahi perjuangan politiknya.

"Bila untuk mengumpulkan semua semangat perubahan yang sekarang makin hari makin terasa besar, dan itu menjadi sebuah kekuatan, diperlukan menjadi gerakan, maka membangun ormas atau membangun partai baru mungkin itu jalan yang akan kami tempuh," ujar Anies. 

Sarankan Anies Mendirikan Partai

Sebelumnya, Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan semestinya tidak sekadar mengutuk keadaan yang tidak sesuai harapannya.

Menurut Kamhar, ketimbang mengutuk keadaan, Anies lebih baik bergabung atau mendirikan partai politik.

 "Daripada sekedar mengutuk keadaan yang kurang bersesuaian dengan harapan, akan lebih terhormat ketika Pak Anies telah memilih jalan politik untuk mengabdi dengan menjadi anggota partai politik atau mendirikan partai sendiri," kata Kamhar, Senin (2/9/2024).

Kamhar berpandangan, mendirikan partai politik merupakan bentuk totalitas Anies dalam untuk mengabdi kepada rakyat, bangsa, dan negara melalui jalur politik.

Ia pun berpendapat, partai politik dan dan kekuasaan memang tidak bisa dipisahkan karena partai politik merupakan saluran untuk memperoleh kekuasaan. 

Kamhar juga menepis anggapan bahwa ada sandera-menyandera dalam dinamika politik di Indonesia belakangan ini.

Ia menekankan, partai politik secara sederhana memang terbagi atas dua hal yaitu koalisi atau di dalam pemerintahan dan oposisi atau di luar pemerintahan, yang bakal berpengaruh pada hubungan partai politik dengan kekuasaan.

"Jadi kurang pas jika dipersepsikan tersandera atau menyandera, karena relasinya rasional dalam hubungan kekuasaan. Ada azas kepentingan atau kemanfaatan timbal balik didalamnya," ujar Kamhar.

(*/Tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved