TRIBUN WIKI
5 Tradisi Unik Menyambut Kelahiran Bayi yang Ada di Nusantara
Di Indonesia terdapat beragam tradisi unik menyambut kelahiran bayi yang masih ada hingga saat ini.
TRIBUN-MEDAN.COM,- Indonesia memiliki keberagaman suku dan budaya.
Tak heran, banyak sekali tradisi unik yang mungkin belum pernah Anda dengar.
Di Indonesia, terdapat beragam tradisi unik dalam menyambut kelahiran bayi.
Beberapa diantaranya digelar sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas kehadiran si buah hati.
Baca juga: Mengenal Tradisi Rebo Wekasan, Upaya Doa Tolak Bala dan Mengantisipasi Datangnya Beragam Penyakit
Namun ada juga yang mengaitkan tradisi ini dengan unsur magis.
Lantas, apa saja tradisi unik dalam menyambut kelahiran bayi tersebut? Simak ulasannya.
1. Sumatra Barat
Suku Kayu Agung dari Sumatra Barat memiliki tradisi unik dalam menyambut kelahiran si buah hati bernama Rabu Ujung atau Rubu Unjung.
Upacara ini dilaksanakan sejak detik-detik kelahiran, hingga hari ketiga setelah bayi lahir.
Tujuan pelaksaan upacara ini untuk memberitahukan masyarakat berita gembira bahwa bayi lahir dengan selamat.
Upacara ini tidak memerlukan banyak atribut.
Baca juga: Tradisi Manggomak Tumpak atau Ambil Amplop di Pernikahan Batak, Hiburan dan Dilema Pengantin Wanita
Umumnya, keluarga yang mengadakan kegiatan ini akan menyediakan bubur dari tepung beras dan santan.
Kemudian sendok yang terbuat dari daun pandan yang digunakan untuk memberikan bubur pada setiap orang yang datang ke rumah tersebut.
Selain itu, disuguhkan juga kerupuk emplang oleh pemilik jamuan agar dicicipi oleh tetamu yang datang.
Ada aturan tak tertulis bagi pengunjung yang menghadiri upacara Rabu Ujung, yakni para tamu wajib mencicipi bubur dan kerupuk emplang yang sudah disediakan penyelenggara, sebagai bentuk suka cita atas kelahiran bayi di keluarga tersebut.
2. Kalimantan Tengah
Dari Suku Dayak Bakumpai, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, ada sebuah tradisi unik menyambut kelahiran bayi bernama Bapalas Bidan.
Baca juga: Tedak Siten, Tradisi Masyarakat Jawa saat Anak Mulai Menapaki Tanah atau Bumi
Dalam tradisi ini, bidan yang membantu kelahiran bayi diundang mengikuti setiap prosesi acara yang diadakan pihak keluarga.
Tujuannya, untuk melepaskan bayi dari pengaruh magis bidan yang telah membantu proses kelahirannya, dan memastikan bahwa sang anak diserahkan pada kedua orangtuanya.
Adapun tradisi ini juga sebagai ungkapan terima kasih pada bidan yang telah membantu kelancaran proses persalinan.
Saat tradisi ini berlangsung, disiapkan sebuah ayunan yang yang terdiri dari tiga lapis kain sarung (bahalai) yang masih baru, pinduduk, alat-alat untuk tapung tawar, rempah-rempah, satu ekor ayam kampung, dan tanah.
Kemudian disiapkan pula piring, daun talas, koin, mayang dan daun kambat.
Baca juga: Mengenal Suku Tujia China, Punya Tradisi Unik, Wanita Harus Menangis 30 Hari saat Akan Menikah
Adapun rempah-rempah yang dimaksud meliputi; garam, kemiri, bawang merah, bawang putih, lengkuas, kunyit, jahe, kencur, serai, asam jawa, terasi, dan minyak goreng.
Pada tradisi balapas bidan bidan meliputi beberapa tahap yaitu:
a. Mampandui anak (memandikan bayi) ritual pertama yang dilakukan oleh bidan dengan mencampurkan kambat dan mayang ke dalam air untuk memandikan bayi.
b. Mahunjeng petak (menginjakkan kaki ke tanah)
c. Manuyang anak (mengayunkan bayi) pada ayunan yang berlapis tiga kain sarung.
d. Mengibas ayam pada ayunan bayi yang berfungsi secara simbolik untuk menghilangkan sial pada si anak (bayi).
Baca juga: Mengenal Tradisi Punggahan Menyambut Bulan Ramadan di Sumut
3. Aceh
Provinsi yang terletak di ujung Pulau Sumatra memiliki tradisi unik dalam menyambut kelahiran bayi bernama Peutron Aneuk.
Tradisi ini dilaksanakan dalam jangka waktu hari ketujuh kelahiran hingga hari ke-44 kelahiran.
Dalam satu upacara Peutron Aneuk ini terdapat rangkaian tradisi lainnya, dimulai dari Peusijuk (Tepung Tawar), Peucicap, Cuko 'ok (potong rambut), dan membelah kelapa disertai dengan Peugideng tanoh (menjejakkan kaki ke tanah).
Tradisi Peutron Aneuk di Aceh berbeda-beda.
Ada yang melakukannya saat bayi berusia tujuh hari yang dibarengi dengan cukur rambut, akikah dan pemberian nama.
Ada pula yang melakukan tradisi tersebut setelah anak berusia satu sampai dua tahun, lebih-lebih jika bayi itu anak pertama.
Karena anak yang pertama biasanya upacaranya lebih besar.
4. Bali
Masyarakat Bali memiliki tradisi tersendiri dalam menyambut bayi yang baru lahir.
Tradisi tersebut adalah upacara Jatakarma Samskara.
Upacara Jatakarma ini dilaksanakan ketika sebelum tali pusar bayi itu terlepas.
Tujuan upacara ini adalah sebagai bentuk rasa syukur dan kebahagiaan atas kehadiran si kecil di dunia.
Upacara ini dilakukan di dalam dan di depan pintu rumah.
Upacara kelahiran dilaksanakan atau dipimpin oleh seorang tetua atau dituakan.
Akan tetapi, jika dalam keluarga tersebut tidak ada seseorang yang dituakan atau hidup merantau, sang ayah dapat melaksanakan hal tersebut.
Secara umum, upacara Jatakarma Samskara terdiri dari beberapa rangkaian, di antaranya:
a. Ngelepas Hawon. Upacara ini dilakukan ketika bayi berusia 12 hari. Pada momen ini, bayi diberi nama dan dilakukan pembersihan diri secara spiritual.
b. Tutug Kambuhan. Upacara ini dilaksanakan ketika bayi berusia 42 hari. Tujuannya adalah untuk mengakhiri masa perawatan khusus bagi bayi yang baru lahir.
c. Nanem Ari-ari. Upacara penanaman ari-ari (plasenta) bayi. Ari-ari dianggap sebagai bagian penting dari tubuh bayi dan memiliki makna spiritual yang mendalam. yang perlu diperhatikan saat menanam ari-ari adalah letak menanamnya. Jika anak yang lahir laki-laki kelapa tersebut ditanam disisi kanan pada pintu keluar (posisi menghadap keluar rumah).Jika yang lahir perempuan maka ari-arinya ditanam disebelah kiri.
5. Sulawesi
Upacara Moana merupakan upacara adat untuk menyambut kelahiran bayi yang dilaksanakan di Palu, Sulawesi Tengah.
Upacara adat ini terdiri dari dua kegiatan, yakni upacara pemotongan Tumbuni (plasenta) yang dilanjutkan dengan perawatan placenta, dan upacara bayi naik ayunan, sampai bayi mulai menginjak tanah.
Selain itu, terdapat tradisi lain yaitu tradisi di Suku Sangihe.
Dimana ibu hamil akan dirawat di sebuah ruangan khusus bernama "rompong" selama masa nifas.
Setelah melahirkan, bayi akan dirawat oleh "mama biang" atau bidan tradisional selama 40 hari.(tribun-medan.com)
Ditulis oleh mahasiswi magang Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Lhokseumawe Khyranil Ula
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.