Berita Nasional

Ketika KPK Disebut Takut Tangani Dugaan Gratifikasi Kaesang, Tak Berani Juga Sebut Anak Presiden

Nawawi Pomolango yang tidak berani menyebut Kaesang sebagai putra dari Presiden Jokowi dan adik dari Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming.

HO
Presiden Jokowi tertawa saat disinggung Kaesang Pangarep, anaknya yang juga Ketua Umum PSI gagal maju dalam Pilkada Jateng 

TRIBUN-MEDAN.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menyebut KPK sedang sangat ketakutan menangani kasus dugaan penerimaan gratifikasi oleh Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi.

Menurut Zaenur, ketakutan KPK terlihat dari pernyataan ketuanya, Nawawi Pomolango yang tidak berani menyebut Kaesang sebagai putra dari Presiden Jokowi dan adik dari Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming.

"Kalau kita lihat keterangan KPK yang bermacam-macam itu, saya melihat KPK sendiri sangat ketakutan. Bahkan kalau kita dengarkan keterangan Ketua KPK, untuk menyebut Kaesang anak presiden saja tidak berani gitu ya," kata Zaenur, di program Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, Selasa (3/9/2024).

Zaenur juga melihat ada kegamangan dari KPK menindak Kaesang.

Kaesang Pangarep dan istrinya turun dari jet pribadi. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti lontarkan komentar menohok soal KPK tak punya wewenang melacak keberadaan Kaesang Pangarep. 
Kaesang Pangarep dan istrinya turun dari jet pribadi. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti lontarkan komentar menohok soal KPK tak punya wewenang melacak keberadaan Kaesang Pangarep.  (HO)

"Kalau kita lihat KPK memang terlihat sangat gamang ya, ragu-ragu, dan penuh dengan ketakutan merespons laporan masyarakat mengenai dugaan penerimaan gratifikasi Kaesang ini," jelasnya.

Zaenur menjelaskan, Kaesang memang bukan penyelenggara negara sebagaimana tertera pada pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun Ketua Umum PSI itu merupakan anak dari presiden dan adik dari wakil presiden terpilih.  Modus operandi gratifikasi bisa saja melalui Kaesang.

"Konsep dasarnya menang gratifikasi itu dikenakan untuk penyelenggara negara. Tetapi bukan berarti nonpenyelenggara negara itu tidak bisa dijerat. Karena nonpenyelenggara negara itu memiliki keterkaitan dengan penyelenggara negara, maka bisa jadi gratifikasi itu bisa juga dikenakan kepada nonpenyelenggara negara."

"Dan ini juga ada yurisprudensinya di Mahkamah Agung. Ini sudah lama, tahun 70 , tahun 80 itu sudah ada kasus-kasus di mana pemberian gratifikasi penyelenggara itu bukan diberikan langsung kepada penyelenggara negaranya, tapi pada keluarga penyelenggara negaranya," jelasnya.

Menurut Zaenur, KPK harus berani menindak Kaesang sebagai bukti hukum tak pandang bulu.

"KPK harus melakukan proses penegakkan hukum tanpa pandang buu dengan prinsip equality before the law," katanya.

Zaenur mengatakan, jika keluarga penyelenggara negara tidak bisa dijerat pasal gratifikasi, maka suap akan merajalela lewat keluarga.

"Kalau logika itu bisa diterima, pesta pora para penyelenggara negara, pemberian gratifikasi diberikan kepada keluarga mereka, tidak perlu secara langsung dan akan bebas secara hukum," jelasnya.

Zaenur menekankan, pemanggilan Kaesang yang dilayangkan KPK untuk klarifikasi, tidak ada unsur penegakkan hukumnya.

Sehursnya, menurut Zaenur, KPK sudah menggelar penyelidikan untuk memastikan ada atau tidaknya unsur pidana dari penggunaan jet pribadi oleh Kaesang dan istrinya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved