Berita Viral
Selain Diminta Setor Uang ke Senior, dr Aulia Diduga Disuruh Pesan 80 Nasi Kotak Setiap Hari
Dokter ARL disebut harus angkat-angkat galon dan memesan 80 boks makanan saat mengikuti PPDS Anestesiologi FK Undip.
TRIBUN-MEDAN.com - Selain diminta setor uang ke senior, dr Aulia diduga disuruh pesan 80 nasi kotak setiap hari.
Ia juga harus angkat-angkat galon padahal diketahui memiliki masalah kesehatan saraf terjepit.
Hal-hal itulah yang diduga dialami dr Aulia saat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Baca juga: TANGIS Udin, Ayah Siswi SMP yang Dibunuh di Kuburan Cina, Kini Meradang 3 Pelaku tak Ditahan
"Itu dilakuan setiap hari," kata pengacara keluarga dr Aulia, Misyal Achmad dikutip Tribun-medan.com dari Kompas.com, Jumat (6/9/2024).
Selain itu, dokter ARL juga diminta menyetorkan dan mengumpulkan uang untuk membayar orang yang mengerjakan jurnal milik atasan.
"Sampai seperti itu. Jadi miris kita melihatnya," ungkap dia.
Baca juga: Selebgram Ulia Naci Nangis Diturunkan Driver Taksi Online Bengkulu di Pinggir Jalan, Grab Buka Suara
Misyal mengatakan, korban juga dipaksa bekerja mulai pukul 03.00 WIB hingga pukul 01.30 WIB saat praktik di RSUP Kariadi.
"Itu setiap hari hingga drop," jelas dia.
Ibu Dokter Aulia Sempat Lapor Kelakuan Senior Anaknya ke Undip
Orangtua dari dokter Aulia Risma korban perundungan hingga meninggal dunia melaporkan senior anaknya ke Polda Jateng.
Polda Jateng telah menemukan adanya indikasi pidana dalam kematian dokter Aulia Risma.
Polisi mengungkapkan bahwa Aulia Risma tewas bunuh diri gegara mendapatkan perundungan dari para seniornya.
Dia disuruh melayani para seniornya selama 24 jam dan memberikan uang Rp 40 juta per bulan untuk memenuhi biaya di luar kuliah.
Ia mendapatkan perundungan saat menjalani program praktik di RSUP Kariadi Semarang.
Aulia merupakan mahasiswa S2 dari Universitas Diponegoro (Undip).
Ibunda dari Dokter Aulia belakangan buka suara terkait keluhan yang pernah ia sampaikan beberapa waktu lalu.
Hal itu sebelum sang anak dinyatakan meninggal dunia.
Kini keluarga resmi melaporkan terduga pembully yang disebut-sebut senior tempat Dokter Aulia bekerja.
Dokter ARL alias Dokter Aulia disebut mendapat jam kerja yang tak lazim saat menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Misyal Ahmad, kuasa hukum keluarga Dokter ARL mengatakan, korban dipaksa bekerja mulai pukul 03.00 WIB hingga pukul 01.30 WIB saat praktik di RSUP Kariadi.
"Itu setiap hari hingga drop," jelas Misyal saat ditemui di Mapolda Jateng, Rabu (4/9/2024) malam, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Kamis (5/9/2024).
Dia menjelaskan, Dokter ARL sudah mengeluh ke ibunya soal jam kerja yang tak masuk akal tersebut sejak 2022.
Baca juga: Kalapas Labuhan Ruku Berikan Arahan dan Penguatan Kepada Warga Binaan
Baca juga: Jumpa Timnas Indonesia, Roberto Mancini Kenang Pernah Kalah di Stadion Teladan Medan 28 Tahun Lalu
Keluhan tersebut juga sudah disampaikan orangtuanya ke pihak kampus.
"Setiap mengeluh ibunya melaporkan beberapa kali (ke Undip). Mulai tahun 2022," kata dia.
Pihak keluarga juga sudah melaporkan jam kerja yang dikeluhkan oleh korban itu kepada Kepala Program Studi di Fakultas Kedokteran Undip.
"Namun tidak mendapat tanggapan yang baik. Hingga terjadi hal yang tidak diinginkan," ungkap dia.
Sebelumnya, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto mengatakan, ibunda Dokter ARL dan pendamping sedang ditemui oleh SPKT Polda Jateng.
"Beliau memadukan permalasahan anaknya almarhumah kepada pihak kepolisian," jelas Artanto.
Pengaduan tersebut akan dilakukan analisa dan akan didiskusikan oleh penyidik dari kepolisian untuk dikala pendalaman.
"Akan dilakukan analisa. Perkembangan akan diinformasikan lebih lanjut,"ucap dia.
Ditanya soal substansi laporan, Artanto mengaku belum mengetahui secara pasti karena proses laporan ke SPKT Polda Jateng masih berjalan.
"Masih proses laporan ke SPKT," imbuhnya.
Kini, keluarga dokter ARL laporkan sejumlah pihak ke Polda Jawa Tengah (Jateng) terkait dugaan perundungan atau bullying seperti pengancaman, intimidasi hingga pemerasan.
Dokter ARL merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang ditemukan meninggal di kamar kosnya pada Senin (12/8/2024) malam.
Hasil investigasi Kemenkes menyebut ada perundungan dan pemalakan oleh senior hingga Rp 40 juta sebelum korban ditemukan meninggal dunia.
Misyal Ahmad, kuasa hukum keluarga Dokter ARL mengatakan, untuk saat ini pihak keluarga belum membocorkan nama siapa saja yang dilaporkan ke polisi.
"Pelaporannya terkait pengancaman, intimidasi, pemerasan dan lain-lain," jelas Misyal di Mapolda Jateng, Rabu (4/9/2024).
Dia hanya menyebut jika yang dilaporkan oleh polisi merupakan mahasiswa yang merupakan senior Dokter ARL.
"Pelakunya mahasiswa ada beberapa orang. Perlakuan seniornya," kata dia.
Meski demikian, dia akan menunggu hasil pengembangan dari Polda Jateng jika ada pelaku-pelaku baru.
"Nanti hasil pengembangan seperti apa serahkan ke polisi," imbuhnya.
Seperti diketahui, hasil investigasi Kemenkes soal dugaan perundungan dan pemalakan kepada dokter ARL sudah diserahkan kepada Polda Jateng.
Selanjutnya, Polda Jateng akan melakukan pendalaman untuk mendapatkan pembuktian dari hasil investasi tersebut.
Keluarga dokter ARL juga sudah menyerahkan sejumlah bukti terkait dugaan perundungan.
Fakta yang cukup mengejutkan dalam kasus Dokter Aulia juga adanya dugaan pemalakan sampai puluhan juta rupiah oleh para senior dan pihak pelaksanaan program spesialis.
Terkuak bahwa ada pungutan liar yang dialami oleh dokter Aulia selama menjalani pendidikan.
Bahkan tak tanggung-tanggung, dokter Aulia ternyata diperas seniornya Rp40 juta per bulan.
Fakta ini disampaikan juru bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril.
Selama proses investigasi, ditemukan adanya dugaan permintaan tidak biasa yang diterima oleh almarhumah dokter Aulia Risma Lestari dari seniornya.
Dokter muda tersebut seolah dipaksa untuk memenuhi permintaan dana sebesar Rp20-40 juta per bulan untuk seniornya.
"Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022," kata Syahril kepada wartawan, Minggu (1/9/2024).
Syahril mengatakan, permintaan uang tersebut di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program.
Dikatakan Syahril, korban ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.
Dokter Aulia juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik.
Seperti membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji office boy (OB), dan berbagai kebutuhan lainnya.
Masih dalam proses investigasi, permintaan itulah yang diduga menjadi pemicu awal korban mengalami tekanan luar biasa dalam proses pembelajaran.
Tak ayal korban dan keluarga sangat keberatan dengan permintaan senior tersebut.
"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.
Adapun bukti dan kesaksian atas permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut.
Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian.
Terkait dengan penghentian sementara PPDS anastesi Undip berpraktek di RS Kariadi sejak 14 Agustus 2024, Kemenkes mengambil kebijakan ini.
Yakni antara lain karena adanya dugaan upaya perintangan dari individu-individu tertentu terhadap proses investigasi oleh Kemenkes.
Sementara itu, mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) program anestesiologi Undip di Rumah Sakit Kariadi mengakui adanya iuran setiap semester.
Mahasiswa PPDS Anestesi, Angga Rian, mengaku terdapat iuran mahasiswa seangkatannya.
Besaran nominalnya pun tidak menentu tiap bulan.
"Kalau saya paling besar Rp10 juta setiap bulan. Uang iuran itu dikelola oleh bendahara."
"Uang itu untuk kebutuhan makan," ujarnya, usai kegiatan apel pemberian dukungan di lapangan mini Fakultas Kedokteran Undip, Senin (2/9/2024).
Namun uang iuran dikenakan peserta PPDS tidak tentu ditarik setiap bulan.
Terkadang uang iuran itu tidak ditarik dalam waktu satu bulan.
"Iuran itu tergantung kas kami untuk beli makan. Kalau masih penuh ya tidak iuran. Kalau ada sisa dikembalikan."
"Uang iuran itu hanya satu semester saja," imbuh mahasiswa PPDS semester 5 ini, melansir Tribun Jateng.
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.