Breaking News

IRT Dipenjara karena Lawan Polisi

Praktisi Hukum Menilai Kasus Tina Rambe Dipaksakan oleh Penguasa, Dipenjarakan setelah Demo

Halomoan Panjaitan, Praktisi hukum Lembaga Bantuan Hukum Bela Rakyat Indonesia menilai penangkapan Tina ini merupakan adanya dorongan dari penguasa.

HO
Warga Pulau Padang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu melakukan aksi unjuk rasa dengan menanam diri, Kamis (16/5/2024). Meminta pabrik kelapa sawit di kampungnya segera di tutup. 

TRIBUN-MEDAN.COM, RANTAUPRAPAT - Perkara yang dialami Gustina Salim Rambe, seorang ibu rumah tangga sekaligus aktivis lingkungan yang dipenjara saat melakukan unjuk rasa menolak dibangunnya pabrik kelapa sawit di Desa Pulo Padang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu kini menjadi sorotan. 

Perkara ini menjadi sorotan setelah beberapa postingan akun media sosial tiktok sliweran terkait penangkapan yang dinilai dipaksakan tersebut. 

Menurut Halomoan Panjaitan, praktisi hukum Lembaga Bantuan Hukum Bela Rakyat Indonesia (LBH BRI) menilai penangkapan Tina ini merupakan adanya dorongan dari pihak yang memiliki kekuasaan.

 

Gustina Salim Rambe alias Tina Rambe, Ibu rumah tangga di Pulo Padang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu menjadi pesakitan setelah melakukan unjuk rasa penolakan pabrik kelapa sawit. Dituding telah menganiaya petugas
Gustina Salim Rambe alias Tina Rambe, Ibu rumah tangga di Pulo Padang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu menjadi pesakitan setelah melakukan unjuk rasa penolakan pabrik kelapa sawit. Dituding telah menganiaya petugas (HO)

Bahkan, menurutnya, penangkapan terhadap Tina ada rekayasa agar dapat menjeratnya sebagai tersangka. 

"Kalau kita lihat, penangkapan tersebut sudah janggal. Dimana, sebelumnya mereka (pendemo) melakukan aksi kubur diri, kemudian mereka melakukan aksi blokir jalan. Disana, polisi bingung bagaimana caranya menjerat mereka, maka dari itu, mereka balik ke Posko, kemudian petugas datang dan mengamankan Tina. Anehnya, mereka sudah mempersiapkan video, dan seperti sengaja agar merekam Tina yang meronta-ronta," kata Halomoan Panjaitan, Kamis (19/9/2024). 

Jelasnya, kasus ini merupakan puncak dari kemarahan rakyat dan ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia yang mudah di penjual belikan. 

"Kalau flashback ke belakang, dari delapan tahun lalu, ini sudah ada penolakan dari masyarakat sejak pabrik ini mau dibangun. Kemudian, pada tahun 2023, masyarakat melakukan gugatan action, dan gugatan tersebut dikalahkan oleh pengadilan. Sehingga, masyarakat tidak percaya lagi dengan hukum, maka mereka turun ke jalan," katanya. 

Ia menduga dengan penangkapan dan perbuatan para APH, ada kekuatan penguasa yang diduga sengaja telah merugikan masyarakat. 

"Karena kebetulan, saat gugatan tersebut, saya pengacaranya saya menilai ada beberapa undang-undang kawasan industri yang dilanggar oleh pabrik, namun tetap dapat bertahan," katanya. 

Mengingat dampak yang dirasakan masyarakat, kata Halomoan, kini Masyarakat dirugikan dari seki kesehatan, pencemaran bau, dan pencemaran udara. 

"Seperti, sekarang, abu bekas pembakaran itu sudah masuk ke halaman rumah mereka, bau tidak sedap, dan anak-anak yang sekolah terganggu," katanya. 

Ia berharap, majelis hakim dapat memvonis Tina dengan bebas dan terbukti tidak bersalah. Sebab, menurutnya, banyak kejanggalan yang terjadi. 

"Di video, tidak ada kena kepala oknum polwan, tapi ada disitu dibuat. Banyak kejanggalan yang diada-adakan oleh mereka. Maka dari itu, saya berharap, Tina dapat dibebaskan dari segala tunturan," pungkasnya. 

(cr2/tribun-medan.com) 

Update berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved