Banjir di Medan

Sebab-Akibat Banjir di Medan, Jaya Arjuna: Solusi Tidak dengan Jalan Pencitraan di Air Sepinggang

Penyebabnya adalah banjir datang dari Sungai Deli dan Sungai Babura, air datang dari curah hujan yang datang dari Karo dan Deli Serdang.

|
Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/ANISA RAHMADANI
Seorang warga saat bermain banjir bersama anaknya di Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia, Kamis (28/11/2024). BMKG mengatakan, cuaca ekstrem di Sumut akan terjadi hingga pekan depan. (Tribun Medan/Anisa) 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pengamat Lingkungan, Jaya Arjuna sosok yang telah banyak mempelajari alam dan lingkungan di Sumatera Utara. Termasuk sebab akibat fenomena banjir di Kota Medan pada tahun 2024, bahkan di titik nol Kota Medan (tugu kantor pos yang sudah dihancurkan), yang berada di 30 meter di atas permukaan laut.

"Di buku Medan, Banjir Bebas Dimana-mana, penyebabnya adalah banjir datang dari Sungai Deli dan Sungai Babura, air datang dari curah hujan yang datang dari Karo dan Deliserdang. Banjir dari hulu ini akibat kurasakan hutan dan lahan DAS menyebabkan muka air berfluktuasi tinggi, sehingga masyarakat tenggelam seperti di Kampung Aur," katanya, Rabu (4/12/2024).

Jaya Arjuna Pengamat Lingkungan Sumut.
Jaya Arjuna Pengamat Lingkungan Sumut. (TRIBUN MEDAN/HO)

Katanya, hampir di seluruh wilayah pemukiman Kota Medan adalah air hujan. Sebagian besar lahan di Medan sudah jadi lahan kedap air sebab bangunan aspal, beton menyebabkan air hujan tidak bisa lagi meresap ke dalam tanah. 

Air yang seharusnya masuk ke saluran drainase juga tidak bisa, kerena penampang drainase sudah dipenuhi sedimen. Kanal yang dibangun dulunya bertujuan untuk mengeringkan lahan perkebunan dan kemukiman sudah hampir tidak berfungsi. 

Pada titik tertentu sudah dipenuhi sedimen yang menyebabkan air tertahan. Pemerintah Kota mengangkat sedimen menggunakan tenaga manusia berbekal alat tradisional sekop dan cangkul dinilai tradisional dan kampungan, untuk ukuran sebuah kota Metropolitan.

Kata Jaya Arjuna, berdasarkan sumber masalahnya, solusi upaya pengerjaan penanganan penyebab banjir yang utama harus dilakukan pada kawasan Kuala Deli, Badan Air Sungai Deli dan Babura yang dikatagorikan sebagai saluran drainase Primer alami. 

"Permasalahan yang cukup rumit dan perlu perhatian khusus adalah untuk saluran drainase tertier. Sebagian saluran ini ada yang tertutup. Pada prinsipnya pengerjaan untuk saluran primer, sekunder dan tersier ini tidak dilakukan dengan menambah lebar aliran badan air. Pelebaran akan beresiko terhadap adanya masyarakat yang dirugikan, karena sebagian lahannya akan diambil. Walaupun seara. hukum 'dibenarkan". Pelebaran badan air juga akan berdampak terhadap penambahan panjang jembatan," katanya. 

"Lakukan penambahan kapasitas debit aliran air dilakukan dengan mengembalikan kedalaman semua saluran drainase. Tentu saja pekerjaan ini menggunakan peralatan teknologi yang tidak bisa dikatagorikan canggih. Semua peralatan sudah bisa ditemukan di pasaran. Banyak negara sudah menggunakan. Pengoperasiannya juga tidak memerlukan keahlian khusus. Biaya investasinya relatif tidak besar. Yang pasti tidak lagi menggunakan cangkul dan sekop. Kuno. Banjir tidak akan bisa diatasi dengan jalan pencitraan dalam air sepinggang, pakailah sampan. Keruk semua sedimen. Jangan biarkan air di dalamnya. Keringkan airnya, jangan anggarannya," katanya. 

Lanjut Jaya Arjuna, Dldalam upaya membebaskan Medan dari banjir, Pemerintah melalui Badan Wilayah Sungai telah membangun tanggul sehingga merubah bentuk tepian Sungai Deli. Istilah keren mereka adalah normalisasi. 

Bentuk pinggiran Sei Deli kiri kanan jadi seragam. Seperti parit besar, dan pada waktu pengerjaan tidak dilakukan pengawasan secara benar. Banyak material yang terbawa hanyut aliran air, hingga memenuhi muara yang dikenal dengan nama Kuala Deli.

"Kuala Deli yang dulunya dalam, berair jernih, banyak ikan, telah dipenuhi material sedimen. Ombak laut yang biasanya teredam di Kuala Deli terpaksa naik ke darat. Daerah Belawan terutama Bagan Deli dan Kampung Kurnia sejak tahun 2010 telah mengenal namanya Banjir Rob. Sama dengan keadaan parit Medan yang tidak mendapat perawatan secara benar, Kuala Deli makin dangkal. Banjir Rob pun berulang dan makin meluas paparannya, bahkan sampai ke Marelan," katanya. 

"Medan, sebuah kota yang dirancang bebas banjir kini telah jadi pelanggan banjir. Masalahnya secara ekologis bisa diatasi, dan secara teknis bukan hal yang berat. Pulihkan fungsi hutan dan lahan di bagian hulu, maka fluktuasi debit air sungai akan dapat dikontrol. Masalah sedimen lebih sederhana. Keruk dan korek serta angkat dan angkut semua sedimennya. Tempat sedimen dapat digantikan oleh air hujan yang akan lancar mengalir karena semua yang menyumbat telah terangkat. Banjir genangan dalam kota teratasi. Pengangkatan sedimen di Kuala Deli akan mengembalikan fungsi kuala meredam hempasan gelombang laut. Banjir Rob akan berhenti menyusahkan masyarakat," pungkasnya.

(Dyk/Tribun-Medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved