Berita Viral

MIRIS 5 Rumah yang Dirobohkan Ternyata di Luar Lahan Sengketa, Mursiti Menangis Peluk Menteri Nusron

Eksekusi pengosongan lahan di Cluster Setia Mekar Residence 2 menimbulkan polemik. Lima rumah yang dieksekusi ternyata berada di luar lahan sengketa

Editor: Juang Naibaho
TribunBekasi/RendyRutamaPutra
SENGKETA LAHAN - Nenek Mursiti, korban eksekusi lahan sengketa di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi menangis di pelukan Menteri Agararia dan Tata Ruang Negara dan Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN), Nusron Wahid pada Jumat (7/2/2025). Nusron secara terbuka membela warga dan meminta pihak terkait membayarkan ganti rugi kepada warga. 

TRIBUN-MEDAN.com - Eksekusi pengosongan lahan di Cluster Setia Mekar Residence 2 kawasan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, yang dilakukan Pengadilan Negeri Cikarang pada 30 Januari 2025, menimbulkan polemik.

Lima rumah yang dieksekusi ternyata berada di luar lahan yang jadi sengketa.

Kelima rumah yang salah gusur milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan korporasi bank perumahan rakyat (BPR). 

Kesalahan ini terjadi karena pengadilan tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam eksekusi. 

Terkait polemik itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyambangi lokasi pada Jumat (7/2/2025). 

Diketahui, Pengadilan Negeri Cikarang mengeksekusi pengosongan lahan di Cluster Setia Mekar Residence 2 di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, pada 30 Januari 2025. Akibatnya, banyak penghuni rumah dan pemilik ruko harus angkat kaki meskipun mereka memiliki sertifikat hak milik (SHM). 

Eksekusi ini berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi tahun 1997 yang memenangkan gugatan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, atas lahan yang diklaim bermasalah dalam transaksi jual beli sejak 1976. 

Mengapa eksekusi ini dinilai bermasalah?

Dalam kesempatan itu, Nusron ditemani Kepala BPN Kabupaten Bekasi, Darman Satia Halomoan Simanjuntak, ke titik lokasi yang tiba pukul 09.15 WIB. 

Nusron menilai penggusuran sejumlah rumah warga dan ruko ini tidak sesuai prosedur.

"Jadi ini proses eksekusi yang prosedurnya kurang tepat. Saya menganggap ini (penghuni) masih sah," ujar Nusron. 

Ada tiga prosedur yang seharusnya dilakukan pengadilan sebelum eksekusi, tetapi hal tersebut dinilai tidak dilakukan. 

Pengadilan seharusnya mengajukan pembatalan SHM warga ke BPN. 

Kemudian, pengadilan harus meminta BPN melakukan pengukuran lahan sebelum eksekusi. 

Tahap selanjutnya, pengadilan wajib memberi surat pemberitahuan eksekusi kepada BPN.

"Ini tiga-tiganya tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan," tambah Nusron.

Bagaimana Keabsahan Sertifikat Warga?

Nusron menegaskan bahwa SHM lima warga yang terdampak penggusuran masih sah karena belum ada perintah pengadilan untuk membatalkannya.

"Beliau-beliau ini korban, kan yang konflik masa lalu, (mereka) enggak ngerti. Dia beli dari yang sah, keluar duit," kata Nusron.

"Sikap kita terhadap eksekusi ini bagaimana? Pertama, sertifikat ini sah dan masih sah meskipun sudah ada putusan pengadilan," lanjut Nusron.

Dia menambahkan, kelima rumah warga ternyata berada di luar tanah yang disengketakan. 

"Kalau dilihat dari data ini, ini di luar tanah yang disengketakan, setelah kami cek," kata Nusron. 

Sebagai bentuk empati, Nusron berjanji membantu perbaikan rumah warga yang salah digusur dengan dana pribadinya. 

"Sebagai bukti empati dan komitmen kami kepada ibu-ibu korban penggusuran, dari saya pribadi nanti akan kami bantu masing-masing Rp 25 juta," ujarnya.

Tangis Korban

Dikutip dari Wartakota, seorang korban eksekusi lahan sengketa, yakni Mursiti (64) menangis saat bertemu dengan Menteri Nusron Wahid.

Tangisan Musriti pecah usai Nusron membenarkan kalau dirinya dengan sejumlah warga lainnya yang terdampak adalah sebagai korban.

Bukan tanpa sebab, lahan yang ditempati Mursiti dan sejumlah warga lainnya yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas kepemilikan bidang tersebut rupanya adalah sah dan bukan termasuk dalam denah sengketa.

Puncak tangis haru Mursiti terlihat ketika Nusron akan meminta kepada pihak terlibat eksekusi untuk mengganti kerugian bangunan yang telah dirubuhkan.

Terlebih Nusron akan memberikan bantuan dari dana pribadi dengan nominal Rp 25 juta sebagai bentuk empati.

Sembari ditemani seorang putrinya, perempuan nampak meluapkan haru bahagia tersebut dengan memeluk hingga mencium tangan Nusron sembari mengucapkan terimakasih bertubi-tubi.

Atmosfer haru tersebut rupanya juga dirasakan sejumlah warga sekitar lainnya yang menyaksikan di luar pihak perkara tersebut.

Terlihat juga warga yang menyaksikan nampak meneteskan air mata imbas terbawa suasana haru perjuangan Mursiti dan korban lainnya untuk memperjuangkan haknya.

"Terimakasih pak menteri, pak menteri terimakasih, ya Allah terimakasih," ucap Mursiti sembari meluapkan tangis haru, Jumat (7/1/2025).

Sementara Nusron juga membenarkan kalau ada sejumlah warga yang justru dirugikan imbas eksekusi tersebut.

Terlebih usai eksekusi dilakukan oleh PN Cikarang pada Kamis (30/1/2025), ada sejumlah bangunan yang sudah dirubuhkan menggunakan alat berat berjenis beko.

Nusron Bela Warga, Tegaskan Mimi Jamila Ganti Rugi Semua Rumah yang Dibongkar di Cluster Setia Mekar

Ketika menemui sejumlah warga, laki-laki dengan khas mengenakan kacamata hitam itu mendengarkan keluhan dari sejumlah warga yang menilai dirugikan akibat eksekusi lahan.

"Kami akan panggil mediasi kepada pihak-pihak yang bersengketa, seperti Mimi Jamila kami panggil, keluarga Kayat kami panggil, dan sebagainya, tujuannya untuk mengganti, kami akan berusaha memperjuangkan mengganti rumah yang sudah digusur," kata Nusron.

Nusron menuturkan ganti rugi tersebut adalah hal yang lumrah. Sejumlah warga yang terdampak rumahnya digusur tersebut adalah pembeli yang sah dan tidak terlibat dalam sengketa.

Lalu SHM yang dimiliki para warga juga dipastikan sah dan berlaku sesuai hukum.

Sehingga disimpulkan sejumlah lahan yang dieksekusi tersebut tidak sesuai dengan denah sengketa.

"Karena beliau (warga terdampak rumahnya dirubuhkan) membangun dengan sah, membeli dengan sah, dan beliau ini tidak pernah terlibat di situ semua," jelasnya.

"Total ada empat sertifikat yang nomornya M704, M705, M706, dan M707, ini tadi kami cek, ternyata di luar peta daripada obyek yang disengketakan, persisnya di lahan M706 tadi, di luar itu," tambahnya.

Diketahui sebelumnya, PN Cikarang Kelas II melakukan eksekusi pengosongan lahan di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2 yang dimulai sekira pukul 17.00 WIB.

Eksekusi di luas lahan 3,3 Ha itu tetap dilakukan walaupun sejumlah penghuni diketahui memiliki SHM.

Humas PN Cikarang, Isnanda Nasution mengatakan hal itu dikarenakan sesuai delegasi dari PN Bekasi dengan putusan awal nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.

"Sudah tidak bisa lagi (menggugat), ini kan sudah Mahkamah Agung (MA), terus kemudian kami ingin ada kepastian hukum," kata Isnanda saat ditemui awak media di sekitar lokasi eksekusi, Kamis (30/1/2025).

Isnanda menjelaskan walaupun sejumlah penghuni diketahui memiliki SHM, tentu status hukumnya justru tidak kuat dengan putusan delegasi.

Sebab putusan delegasi tercantum dalam SHM no 325/Jatimulya yang saat ini menjadi Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

Sehingga dapat disimpulkan proses eksekusi lahan berhak dilakukan dan mulai berlangsung sekira pukul 17.48 WIB.

"Artinya sertifikat yang dimiliki oleh para penghuni tidak berkekuatan hukum dalam putusan itu, dan sertifikat nomer 325 itulah yang sah," jelasnya.

Sementara ratusan penghuni Cluster Setia Mekar yang terletak di Jalan Bumi Sani Desa Setiamekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, menggelar aksi penolakan untuk eksekusi rumah, Kamis (30/1/2025).

Bari, penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2, mengatakan alasan penolakan eksekusi dikarenakan sejumlah penghuni di perumahan tersebut telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). 

“Saya dapat menjelaskan di sini bahwa kami membeli unit rumah ataupun ruko di situ (Cluster Setia Mekar Residence 2) ada alasan, yang mana itu punya sertifikat,” kata Bari, Kamis (30/1/2025).

Tidak hanya itu, Bari menjelaskan bagi penghuni yang belum memiliki SHM tengah melakukan pembayaran melalui sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui sejumlah bank.

Bahkan sebelum proses pembelian rumah maupun ruko di cluster tersebut, masyarakat terlebih dahulu melakukan pengecekan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan hasilnya tanah tersebut tidak terblokir.

“Sebelum kami beli dilakukan pengecekan BPN, dan itu tidak ada permasalahan sengketa dan sertifikat tidak terblokir,” jelasnya.

Namun, Bari menuturkan ketika dirinya sudah menempati lokasi cluster lebih kurang dua tahun, para penghuni justru dikejutkan pada Rabu (18/12/2024) perihal informasi rencana PN Cikarang akan melakukan eksekusi.

Eksekusi diinformasikan saat itu oleh ketua RT setempat dan tindakan akan dilakukan pada Kamis (30/1/2025) atau hari ini.

Terkejutnya itu disebabkan para penghuni yang mengakui belum pernah mengetahui duduk perkara hingga PN Cikarang kemudian melakukan eksekusi.

“Saya sampaikan transaksi jual belinya itu secara resmi dan legal, bangunan kami memiliki IMB dan kami punya hubungan hukum dengan sertifikat, yang menjadi duduk perkara itu, tetapi kami tidak pernah dilibatkan atau dimintai keterangan di muka persidangan, tiba-tiba eksekusi,” tuturnya.

Bari menyampaikan pasca informasi permohonan eksekusi terdengar oleh para penghuni, pemohon dalam hal ini Mimi Jamilah yang sekaligus pemenang perkara itu melakukan mediasi atau audiensi dengan para pihak yang menilai dirugikan.

Ketika mediasi dilakukan, para pihak yang dirugikan mengaku dimintai uang Rp 4 juta sebagai bentuk pembayaran lahan per meternya.

“Pembayaran untuk membayar kepada pihak pemenang berdasarkan putusan, padahal kami tidak pernah bertarung dan kami tidak tahu duduk perkaranya, poin yang berdasarkan keterangan yang kami terima dari hakim itu keputusan itu dimenangkan oleh atas nama Nyi Mimi Jamilah berdasarkan keterangan yang kami terima,” ucapnya.

Bari mengungkapkan penyebab penolakan eksekusi juga dikarenakan pihaknya yang dirugikan saat ini sudah melakukan gugatan keberatan di PN Cikarang. 

Sidang keberatan itu baru akan dilakukan pada Senin (10/2/2025) mendatang. Tapi sudah ada tindakan akan melakukan eksekusi.

“Kami keberatan dan kami lakukan gugatan perlawanan di PN Cikarang, seharusnya ketika ada perlawanan dari pihak yang merasa dirugikan dan memiliki hubungan hukum, tidak bisa dilaksanakan eksekusi karena masih ada proses,” ungkapnya.

Pernyataan senada disampaikan seorang penghuni lainnya, Hendra yang merasa dirugikan imbas putusan perkara tersebut. Sebab ia mengaku sebelum menempati ruko di cluster tersebut sudah dipastikan oleh BPN kalau lahan tersebut bukan sengketa atau status masalah.

“Masalahnya kami ini melakukan jual beli pun sudah melalui prosedur hukum yang resmi depan notaris dan ini dicek di BPN pun tertera tidak bermasalah,” ujar Hendra. (*)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved