Berita Viral
SOSOK Letjen TNI Kunto Ikut Menjadi Sorotan karena Sang Ayah Try Sutrisno Ikut Usul Pemecatan Gibran
Sosok Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dan Irjen Pol (Purn) Firman Shantyabudi ikut menjadi sorotan belakangan ini karena sang ayah, Try Sutrisno
Saat itu, ia ditunjuk sebagai Panglima ABRI (Pangab) untuk menggantikan L.B. Moerdani.
Dalam artikel wikipedia, sebagai Panglima ABRI, Sutrisno menghabiskan banyak waktu untuk menumpas pemberontakan di seluruh Indonesia.
Target langsungnya adalah separatis di Aceh, yang berhasil ditekan pada 1992.
Pada tahun 1990, ada Insiden Talangsari, di mana Try Sutrisno mengulangi tindakannya pada tahun 1984 dengan menindak kelompok demonstran Islam.
Pada bulan November 1991, di Provinsi Timor Timur, sekelompok mahasiswa menghadiri pemakaman seorang teman mereka yang telah ditembak mati oleh pasukan Indonesia dan mereka mengambil kesempatan untuk meluncurkan protes terhadap pendudukan Indonesia.
Pada prosesi pemakaman, para mahasiswa menggelar spanduk untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, menampilkan gambar pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmão. Ketika prosesi tersebut memasuki kuburan, pasukan Indonesia mulai menembak. Dari orang-orang yang berdemonstrasi di kuburan, 271 tewas, 382 terluka, dan 250 menghilang.
Insiden, yang dikenal sebagai Insiden Dili ini, memicu kecaman dari masyarakat internasional seluruh dunia. Try Sutrisno mengatakan dua hari setelah pembantaian: "Tentara tidak dapat diremehkan. Akhirnya kami harus menembak mereka. Berandalan seperti agitator ini harus ditembak, dan mereka akan .... ".
Try Sutrisno kemudian diundang untuk berbicara di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjelaskan dirinya sendiri.
Try Sutrisno memberikan pembelaan keputusannya dan menyatakan bahwa pengunjuk rasa memprovokasi tentara dan bahwa klaim bahwa protes yang damai adalah "omong kosong".
Masa jabatan Try Sutrisno sebagai Panglima ABRI berakhir pada bulan Februari 1993.
Ketika Try berhenti dari posisinya sebagai Pangab dan sebulan sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dijadwalkan bertemu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden baru, anggota MPR dari fraksi ABRI mencalonkan Try Sutrisno untuk menjadi Wakil Presiden.
Secara teknis, anggota fraksi MPR diizinkan untuk mengajukan calon mereka untuk Wakil Presiden. Tapi aturan tak tertulis dalam rezim Soeharto adalah menunggu Presiden untuk mengajukan calon yang dipilihnya.
Anggota dari Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia dengan cepat menyetujui pencalonan Try sementara Golkar berjuang dalam memberitahu anggotanya bahwa Golkar tidak mencalonkan Try sebagai Wakil Presiden.
Soeharto dilaporkan marah karena telah didahului oleh ABRI, tetapi ia tidak ingin adanya perselisihan terbuka.
Soeharto akhirnya menerima Try dan Golkar mencoba mengecilkan ketegangan dengan mengatakan telah membiarkan pihak lain dan ABRI mencalonkan kandidat Wakil Presiden mereka.
ABRI sudah membalaskan dendam mereka dari Sidang Umum MPR 1988 saat Soeharto memilih Sudharmono, seseorang tidak menyukai ABRI sebagai Wakil Presiden.
Benny Moerdani yang pada tahun 1993 adalah Menteri Pertahanan, dia bertekad bahwa ABRI akan memilih Wakil Presiden bagi Suharto pada Sidang Umum MPR 1993.
Berspekulasi bahwa tidak pernah mendahului, Soeharto akan memilih baik BJ Habibie sebagai Wakil Presidennya atau memilih kembali Sudharmono.
Meskipun ia telah menerima Try Sutrisno sebagai Wakil Presiden, namun Soeharto merasa tidak senang pada Wakil Presidennya.
Soeharto menunjukkan sedikit hal dan bahkan tidak berkonsultasi dengannya dalam proses pembentukan kabinet.
Saat Soeharto berkunjung ke Mesir tahun 1995, Try dalam sebuah pemberitaan di harian nasional menyatakan jika dalam bisnis, anak pejabat jangan pakai nama bapaknya, pihak penguasa marah dan sejak itu pemberitaan Try Sutrisno di harian manapun ditiadakan.
Pengabaian lainnya datang pada akhir 1997 ketika Soeharto harus pergi ke Jerman untuk menerima perawatan kesehatan.
Alih-alih mendelegasikan Try Sutrisno untuk menjalankan tugas Presiden, Soeharto memerintahkan Menteri Sekretaris Negara, Moerdiono untuk datang ke kediamannya untuk menerima tugas Presiden. Sebuah KTT APEC juga dihadiri oleh Menteri Luar Negeri, Ali Alatas.
Try Sutrisno adalah figur yang sangat populer dan banyak yang mengira bahwa ia akhirnya akan menggantikan Soeharto sebagai Presiden Indonesia.
Karena dia memiliki latar belakang militer, ia akan diterima oleh ABRI.
Pada saat yang sama, dia juga seorang kandidat yang diterima elemen Islam di Indonesia, dibesarkan bersama sebuah sekolah Islam.
Pada tahun 1998, pada Sidang Umum MPR lainnya yang akan diselenggarakan dan Asia Tenggara sedang menderita akibat Krisis Finansial Asia, banyak yang ingin Try Sutrisno untuk mengemban masa jabatan kedua sebagai Wakil Presiden.
Meskipun ada dukungan yang kuat, Try Sutrisno tidak menegaskan dirinya dan pilihan Soeharto untuk Wakil Kepresidenan diserahkan kepada Habibie.
Pada Mei 1998, pada malam jatuhnya Soeharto, Try Sutrisno, bersama dengan Umar Wirahadikusumah dan Sudharmono mengunjungi Soeharto di kediamannya untuk membahas opsi yang memungkinkan.
Pada tahun 1998, Try terpilih menjadi Ketua Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri).
Ia berhasil membuat Pepabri bersatu menjadi satu di bawah kepemimpinannya meskipun suasana lazim pada waktu itu setiap cabang dari Angkatan Bersenjata memiliki persatuan purnawirawan mereka sendiri.
Try Sutrisno menyelesaikan masa jabatannya di posisi ini pada tahun 2003.
Try juga menjabat sebagai sesepuh partai untuk partainya Jenderal Edi Sudrajat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
Pada bulan Agustus 2005, Try Sutrisno, bersama dengan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Wiranto, dan Akbar Tanjung membentuk sebuah forum yang disebut Gerakan Nusantara Bangkit Bersatu.
Forum ini mengkritik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atas nota kesepahaman dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Hal ini diikuti pada bulan September 2005 dengan kritik terhadap keputusan Yudhoyono menaikkan harga BBM.
Try Sutrisno agak melunak sikapnya dengan pemerintah setelah pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada bulan September 2005.
Kalla dikirim untuk menjelaskan alasan di balik kebijakan yang diambil terhadap GAM dan menaikkan harga BBM.
Pada akhir pertemuan, Try mengatakan bahwa ia dapat memahami posisi pemerintah dan mendorong orang-orang untuk mendukung pemerintah dalam keputusan mereka.
(*/TRIBUN-MEDAN.com/Tribuntimur/Wikipedia)
Artikel ini sebagian telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bertemu Wiranto, Presiden Prabowo Masih Pikir-pikir Tentukan Sikap atas Tuntutan Jenderal-jenderal, https://www.tribunnews.com/nasional/2025/04/25/bertemu-wiranto-presiden-prabowo-masih-pikir-pikir-tentukan-sikap-atas-tuntutan-jenderal-jenderal.
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Sosok Letjen TNI Kunto Arief Wibowo
Wakil Presiden Try Sutrisno
Usul Pemecatan Wapres Gibran
Wapres Gibran diusul dipecat MPR
Dua Wajah Hukum dalam Satu Isu Ijazah Jokowi: Amnesti Gus Nur dan Penyidikan Roy Suryo Cs |
![]() |
---|
REKAM Jejak Dharma Oratmangun, Ketua LMKN Disorot Usai Kafe Putar Suara Burung Bayar Royalti |
![]() |
---|
Yunus Rudapaksa Diva Febriani Usai Dibunuh, Berawal dari Nunggak Cicilan HP Hingga Niat Curi Motor |
![]() |
---|
PILU Bayi 3 Bulan Tewas Ditabrak Avanza, Diduga Terlempar dari Gendongan Sang Ibu, Pelaku Kabur |
![]() |
---|
SOSOK Joel Alberto Tanos, Cucu Pengusaha di Manado Tewas Dibunuh Usai Pergoki Pacar Pesta Miras |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.