Sumut Terkini

Diskusi Publik Membangun Masa Depan Pertanian Tapanuli Utara : Membaca Realitas, Menata Ulang Arah

Dalam diskusi terbuka lintas sektor ini, fasilitator Darwin Manullang menuturkan soal keprihatinan terhadap stagnasi sektor pertanian

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
Dok. KSPPM
Suasana diskusi publik yang membahas bidang pertanian di Tapanuli Utara, kemarin, Senin (28/4/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com, TARUTUNG - Diskusi publik soal peraturan daerah (perda) dan perlindungan bagi petani berlangsung kemarin, Senin (28/4/2025) di Tapanuli Utara

Diskusi ini diikuti oleh perwakilan DPRD, pemerintah daerah, akademisi, anggota Serikat Tani, serta staf pendamping KSPPM. Diskusi ini diharapkan mampu mempertemukan suara kebijakan, pendampingan, dan realitas komunitas petani di lapangan.

Dalam diskusi terbuka lintas sektor ini, fasilitator Darwin Manullang menuturkan soal keprihatinan terhadap stagnasi sektor pertanian Tapanuli Utara selama dua dekade terakhir.

Anggota DPRD Komisi B Taput Maradona Simanjuntak menyoroti mandeknya penerbitan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3). Ia jelaskan, tahun 2023, perda ini sempat masuk prolegda namun gagal disahkan karena paripurna tidak kuorum. 

"Tahun ini, Perda P3 belum kembali masuk Prolegda, namun diharapkan dapat ditampung dalam perubahan APBD mendatang," ujar Maradona Simanjuntak, Selasa (29/4/2025).

"Dalam dua dekade ini, tidak ada pertanian yang berhasil," sambungnya.

Selanjutnya, seorang akademisi bidang pangan Posman Sibuea menuturkan, kegagalan pembangunan pertanian bukan sekadar teknis, melainkan akibat ketiadaan basis data hidup yang memetakan relasi lahan, sumber daya, dan aktor. 

"Pertanian bukan sekadar produksi. Ia adalah ruang bertahan hidup, ruang kuasa, dan ruang regenerasi sosial. Tanpa peta yang riil, kita hanya berjalan dalam kabut," tuturnya. 

Ia juga menyerukan pembangunan sistem pendataan partisipatif yang mampu memotret kompleksitas pertanian Tapanuli Utara secara dinamis.

Pihak KSPPM yang diwakilkan oleh Delima Silalahi memperingatkan, problem struktural tercermin dalam draft perda yang ada. Ia mengeritik draft tersebut belum cukup berpihak kepada petani kecil dan komunitas adat. Ia tuturkan, bahkan beberapa pasal justru berpotensi merugikan petani dengan adanya sanksi-sanksi yang memperlemah posisi mereka. 

"Kalau kerangka hukumnya tidak diubah, kita hanya mengganti baju kegagalan lama dengan jargon baru," tegas Delima.

Pemkab Tapanuli Utara yang diwakili oleh Wabup Deni Lumbantoruan tegaskan soal pentingnya pendataan sektor pertanian secara menyeluruh sebagai fondasi arah kebijakan. 

"Kita tidak bisa lagi menebak-nebak. Kita harus tahu persis siapa petaninya, berapa luas lahannya, bagaimana kondisi tanahnya. Tanpa data, tidak ada arah," ujarnya. 

Ia berkomitmen membentuk tim lintas sektor yang melibatkan elemen masyarakat guna memastikan pembangunan pertanian berbasis kenyataan di lapangan.

Jaspaer Simanjuntak dari Serikat Tani Tapanuli Utara menegaskan urgensi penerbitan Perda P3 berdasarkan kebutuhan nyata petani. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved