Unjuk Rasa Driver Ojol di Medan

Cerita Driver Ojol Perempuan Sumut, Pernah Pulang Tak Bawa Uang karena Potongan dari Pihak Aplikator

Dengan tangguh dan penuh percaya diri perempuan-perempuan paruh baya ini   datang membawa kendaraan masing-masing  bersama rekan-rekannya.

Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/ANISA RAHMADANI
DRIVER OJOL: Nurlisa dan Deliana, dua driver ojol Sumut yang ikut aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (20/5/2025). Mereka cerita sejak adanya potongan dari Aplikator, pihaknya pernah tak membawa uang sata pulang ke rumah. ( 

TRIBUN-MEDAN.com,MEDAN - Dari ratusan massa ojek online yang menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, hari ini, sebagian dari mereka adalah perempuan dengan usia paruh baya.

Dengan tangguh dan penuh percaya diri perempuan-perempuan paruh baya ini   datang membawa kendaraan masing-masing  bersama rekan-rekannya ke Kantor Gubernur  Sumut.

Setibanya di Kantor Gubernur Sumut, para perempuan paru bayah ini datang dengan menggunakan jaket dari aplikator yang sudah mulai usang. 

Dari  sorotan matanya,  tak ada ketakutan melainkan rasa lelah dan penuh harap aksi mereka kali ini membuahkan hasil.  

Sesekali mereka teriak dan ikut membawa poster yang telah mereka siapkan. Isi poster itu berupa sindiran untuk para aplikator.

"Hapuskan Program Hemat, Slot, aceng, HUB, Grab Bike Hemat (GBH), Someday dan lain-lain. Aplikator Penjajah Modern," tulisan beberapa poster yang mereka bawa. 

Saat didekati Tribun Medan, perempuan yang menggunakan jaket dari aplikator yang sudah usang itu bernama Deliana. 

Ia bercerita, setahun belakangan ini,  pendapatannya dari driver ojek online hanya bisa menyambung hidup di hari ia narik saja.  Tidak bisa untuk bertahan dua atau tiga hari, apalagi menyimpan uang dari hasil  driver di hari itu. 

Menurutnya, selama enam tahun menjadi driver ojol,  baru tahun ini   pihak aplikator melakukan potongan harga yang cukup besar dan tidak memikirkan para mitra.

" Yang paling merugikan itu saat ini, apalagi sebulan belakangan. Potongan yang diberikan tak masuk akal,"jelas perempuan usia 53 tahun ini saat diwawancarai Tribun Medan, Selasa (20/5/2025).   

Ia pun menjabarkan beberapa aplikasi yang cukup merugikan para driver ojol tersebut.

"Begini aplikasi Grab itu ada dua. Satu grab bike dan satu lagi grab bike hemat (GBH). Nah GBH ini yang cukup merugikan kami. Ini masih satu aplikasi, belum aplikasi lainnya," ucapnya.

Dikatakannya sistem potongan GBH ini, tujuh kali orderan  dari aplikasi GBH yang didapat maka pihaknya akan dipotong sebesar  Rp 15 ribu. Sementara ongkosnya, kalau jarak dekat saja hanya Rp 8 ribu. 

"Grab bike hemat ini sangat merugikan. Kalau kita dapat satu atau dua orderan kita kena potong  Rp 2 ribu. Kalau kita dapat tiga orang naik jadi  Rp 6 ribu. Bayangkan aja dari Rp 2 ribu jadi Rp 6 ribu. Kalau empat sampai lima orderan naik jadi Rp 9 ribu. Begitupun kalau tujuh ke atas jadinya Rp 15 ribu. Ini baru potongan yang kami terima dari aplikasi Grab Bike Hemat," ucapnya. 

Belum lagi,  kata Deli,ada potongan dari penumpang dan pihak aplikator. Sementara ongkos jarang paling dekat itu hanya Rp 8 ribu.

"Mereka (aplikator) yang membuat program kita yang membayar," jelasnya. 

Dengan adanya potongan dari aplikator, terkadang kata Deli pihaknya tidak ada membawa  uang ke rumahnya  dari hasil driver ojol. Hal itu dikarenakan banyaknya potongan dari pihak aplikator.

"Sejak ada potongan itu, kami  terkadang dapatlah misal Rp 100 ribu. Dari Rp 100 ribu itu, akan dipotong dari aplikasi 15 ribu. Kemudian minyak Rp 30 ribu. Top up Rp 20 ribu. Belum dipotong saat top up Rp 2,5 ribu. Sisanya makan dan uang jalan kita. Jadi kadang pulang itu kami gak bawa uang. Karena uangnya habis untuk itu," tutur warga Medan Kota ini. 

Selain itu,  dikeluhkan Deli,  belum saat kendaraannya rusak dan lain-lain. Itu tidak ditanggung oleh pihak aplikator.

"Kita mau beli saldo itu berbayar dipotong Rp 2,5 ribu. Belum internet kita. Apa yang kita bawa pulang, enggak ada. Masak gak merugikan kami," keluhnya. 

Jika tidaka ada potongan, seharusnya  setidaknya kata deli ia bisa menyimpan Rp 15 ribu sehari.

"Simpanan itu, bukan untuk kami,  tapi untuk biaya motor kami kalau rusak.  Semua harus di bayar sekarang. Kalau bisa itu di hapus dan seperti sediakala," jelasnya 

Menurutnya, meski ia janda dan tidak memiliki anak, dengan sistem dari aplikator  yang melakukan banyak potongan, tidak akan cukup untuk menghidupi sendiri.

"Walaupun saya janda, dan tidak punya anak. Setidaknya dari hasil driver ini tidak bisa menghidupi diri saya sendiri. Apalagi mereka yang punya keluarga. Makanya saya turun ke jalan, setidaknya saya ikut menyumbangkan suaranya," ucapnya. 

Hal senada juga dirasakan,  Nurlisa  (39).  Ia mengaku terpaksa menjadi driver ojol demi  menghidupi dua anaknya. 
 
Dikatakan Nurlisa selama 7 tahun menjadi driver ojol, baru kali ini ada potongan Rp 15 ribu.  

"Kalau bisa janganlah ada potongan Rp 15 ribu kami gak bisa apa-apa loh. Enggak ada orderan pun kami tetap harus bayar. Kemudian hapuskan aplikasi Slot. Karena ongkosnya cukup murah hanya Rp 6 ribu per orderan," ucapnya.

Menurutnya, potongan yang diberikan pihak aplikator cukup dahsyat.

"Dahsyat kali potongannya cukup ngeri lah. Pendapatan kami gak tentu. Dapat Rp 100, 80, 60 ribu pun kami itu dipotong. Jadi apalagi yang di bawa ke rumah. Belum lagi saat menjemput jaraknya jauh dengan harga ongkos Rp 8 ribu paling murah," ucapnya. 

Untuk itu, ia berharap agar  pemerintah dan pihak aplikator mau mendengar dan mengabulkan tuntutan dari pihaknya. 

"Kita tunggulah dua minggu ini. Tadi katanya dua minggu batas waktunya. Mudah-mudahan tuntutan kami dikabulkan," jelasnya.

(Cr5/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved