Berita Viral

JAWABAN Santai Gubernur Dedi Mulyadi setelah Dilaporkan Adhel Setiawan dan LBH PI ke Bareskrim Polri

Laporan ke Bareskrim Polri ini terkait kebijakannya yang kontroversial, yakni mengirim siswa dengan perilaku menyimpang ke barak militer

Editor: AbdiTumanggor
istimewa
Momen ketika Dedi Mulyadi melepas siswa keluar dari barak militer. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Adhel Setiawan, salah seorang wali murid asal Kabupaten Bekasi, bersama Lembaga Bantuan Hukum Pendidikan Indonesia (LBH PI), melaporkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Kamis (5/6/2025). 

Laporan ke Bareskrim Polri ini terkait kebijakannya yang kontroversial, yakni mengirim siswa dengan perilaku menyimpang ke barak militer untuk dididik dengan pendekatan disiplin tinggi.

Adhel Setiawan dan LBH PI menilai, kebijakan Dedi Mulyadi tersebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak anak dan berpotensi melanggar Undang-undang Perlindungan Anak.

"Kami memasukkan (aduan) ke Bareskrim Polri mengenai unsur-unsur pidana terkait dengan kebijakan Dedi Mulyadi," ucap Adhel kepada wartawan.

Adhel juga telah membawa barang bukti sebagai bahan aduan ke Bareskrim Polri.

Ia menilai bahwa Dedi Mulyadi diduga melanggar Pasal 76 H Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara selama 5 tahun.

"Salah satu pasal yang kami masukkan itu di UU Perlindungan Anak di Pasal 76 H, itu kan jelas-jelas melarang pelibatan anak-anak untuk kegiatan militer," ujarnya.

Sebelumnya, Adhel Setiawan juga telah melaporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM pada 8 Mei 2025.

"Mengadukan Gubernur Jawa Barat, Pak Dedi Mulyadi terkait dengan kebijakan beliau yang memasukkan siswa dengan permasalah perilaku ya, kalau bahasa beliau yang nakal, akan dimasukkan ke barak dan dididik oleh militer," kata Adhel Setiawan, dikutip dari Tribunnews.com.

"Saya selaku orang tua murid di Jawa Barat tidak setuju dengan kebijakan ini. Saya ingin kebijakan itu dihentikan, karena kami menilai kebijakan ini sarat dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia," lanjutnya.

Adhel Setiawan menilai kebijakan Dedi Mulyadi ini melampaui kewenangannya sebagai gubernur.

Ia pun meminta agar Komnas HAM pun diminta segera membentuk tim investigasi untuk mengusutnya.

Di dalam laporannya yang didampingi Direktur Eksekutif LBH PI Rezekinta Sofrizal, Dedi Mulyadi diduga sudah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Gubernur dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak berdasar hukum tersebut.  

“Kami sudah selesai membuat laporan atas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Mabes Polri siang ini,” kata Direktur Eksekutif LBH PI Rezekinta Sofrizal kepada wartawan, Kamis (5/6/2025).  

Namun, kata Rezekinta, laporan tersebut diterima Bareskrim dengan model pengaduan masyarakat (dumas). Sehingga, untuk saat ini laporan yang diajukan belum ditingkatkan menjadi laporan polisi (LP).

Pihaknya melaporkan Dedi Mulyadi dengan tuduhan pelanggaran dengan ancaman pasal berlapis. 

Yakni pasal 20 dan pasal 21, Pasal 59 ayat (2) huruf n, pasal 14 ayat (1), pasal 76C jo pasal 80, pasal 76H jo pasal 87 Undang undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dalam pasal-pasal tersebut memuat ancaman hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun, dan denda ratusan juta rupiah.

Gubernur Dedi Mulyadi tanggapi santai soal pelaporan dirinya ke Bareskrim Polri.
Gubernur Dedi Mulyadi tanggapi santai soal pelaporan dirinya ke Bareskrim Polri. (Instagram Dedi Mulyadi)

Ditanggapi santai Dedi Mulyadi

Terkait laporan ini, Gubernur Dedi Mulyadi justru menanggapinya dengan santai.

Ia mengaku tidak ingin menanggapi laporan itu secara reaktif.

Ia memilih melihatnya sebagai bentuk perhatian terhadap kebijakan publik.

KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi, menilai orang yang melaporkannya ke Bareskrim sedang mencari perhatian.

"Saya sampaikan kepada semuanya, berbagai upaya yang diarahkan pada diri saya, baik kritik, saran, bully, nyinyir atau upaya mempidanakan diri saya, nggak usah ditanggapi dengan emosi," kata Dedi, dikutip dari akun Intagram-nya, Sabtu (7/6/2025).

"Kita hadapi dengan rileks saja, mungkin mereka lagi mau mencari perhatian dan bagi saya meyakini apa yang dilakukan adalah upaya-upaya mencintai seluruh rakyat Jawa Barat dan mencintai generasi mudanya," ujarnya.

Untuk menghadapi pihak yang ingin menyerang kepemimpinannya, Dedi Mulyadi sendiri sudah pernah mengaku bahwa dirinya telah menyiapkan mental yang kuat.

Dedi meminta setiap pemimpin yang mengambil tindakan untuk tidak dihakimi secara beramai-ramai.

"Jangan sampai setiap orang yang mengambil tindakan, ramai-ramai 'digebukin'. Kalau mentalnya kayak saya enggak ada masalah," ujarnya.

"Kalau mentalnya lemah, orang di Indonesia ini tidak akan ada yang mau ngurusin orang lain karena takut disalahkan," tuturnya.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi mengklaim bahwa pelajar yang masuk barak haruslah anak-anak yang melanggar aturan ringan ataupun berat.

"(Siswa yang masuk barak militer) tukang tawuran, tukang mabuk, tukang main mobile legend, yang kalau malam tidurnya tidak mau sore, ke orang tua melawan, melakukan pengancaman, di sekolah bikin ribut, bolos terus, dari rumah berangkat ke sekolah tapi ke sekolah enggak nyampe," kata Dedi Mulyadi.

Didukung Menteri HAM

Diberitakan sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai telah menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirim siswa nakal ke barak militer.

Bahkan, Pigai menyebut, kebijakan yang sudah mulai dijalankan sejak 2 Mei 2025 itu tidak melanggar HAM.

Apa Pertimbangan Pigai?

Menurut Pigai, kebijakan mengirim anak nakal ke barak militer bukan merupakan bagian dari corporal punishment. Sebaliknya, merupakan cara membentuk karakter, mental, dan disiplin.

"Kebijakan gubernur Jawa Barat yang mau bukan mengirim ya mau mendidik anak-anak nakal di barak tentara, dalam perspektif HAM, saya pertegaskan tidak melanggar HAM, karena kalau itu tidak dilakukan yang disebut corporal punishment," kata Natalius Pigai di kantor KemenHAM, Jakarta pada 6 Mei 2025. 

Pigai mengatakan, corporal punishment merupakan hukuman fisik yang diberikan pendidik kepada siswa yang bertentangan dengan prinsip seperti memukul.

"Menurut saya, keyakinan saya, di Jawa Barat itu bukan corporal punishment tapi mereka mau dididik mental, karakter, dan disiplin, dan tanggung jawab," ujarnya.

Bahkan, Pigai mengaku bakal mengusulkan skema pendidikan di barak militer kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) jika di Jawa Barat berhasil.

"Ya kami meminta menteri dikdasmen untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh indonesia, kalau bagus," katanya. 

Lebih lanjut, dalam pernyataan terbarunya, Pigai menyebut bahwa jika pendisiplinan ala barak militer diperlukan, maka kenapa tidak dilakukan.

"Apabila ada perubahan kompetensi pada bidang pendidikan dan itu dibutuhkan. Kenapa tidak? Bahkan, pendidikan akan makin bagus sehingga di mana letak pelanggaran HAM-nya?” ujar Pigai dikutip dari Kompas.com, Senin (12/5/2025).

Dia pun kembali menegaskan bahwa mengirim siswa nakal ke barak militer, bukan merupakan pelanggaran HAM sebab tidak ada perlakuan fisik. 

Menurut dia, justru para siswa mendapatkan ilmu tentang kedisiplinan yang dilatih tentara.

Bahkan, Pigai mengatakan sudah bertanya langsung kepada Dedi Mulyadi mengenai pendidikan di barak militer.

"Saya sudah kroscek, Pak Gubernur sudah datang ke kantor. Saya tanya ada fisik enggak, dia bilang tidak ada,” katanya.

Ditentang Sejumlah Pihak

Namun, kebijakan mengirim anak sekolah ke barak militer ditentang oleh sejumlah pihak. 

Salah satunya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan itu harus dievaluasi karena edukasi untuk kalangan sipil bukan kewenangan dari lembaga militer.

"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," kata Atnike pada 2 Mei 2025. 

Menurut Atnike, tak masalah jika siswa nakal diajak ke barak TNI sebagai kegiatan edukasi pendidikan karier seperti mengetahui tugas-tugas TNI, tetapi bukan untuk dilatih seperti TNI.

Kritik juga datang dari Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana.

Politikus PDIP itu berpandangan bahwa tidak semua persoalan, termasuk persoalan terkait siswa bermasalah bisa diselesaikan oleh tentara.

"Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," ujar Bonnie dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com pada 30 Maret 2025.

Bonnie menekankan bahwa rencana tersebut masih perlu melewati kajian yang matang. Sebab, terdapat banyak cara untuk membangun atau memperkuat karakter siswa yang tidak harus menggunakan cara-cara militeristik.

Diketahui, program pendidikan karakter ala militer yang dicanangkan Dedi Mulyadi telah dimulai di dua daerah, yakni Purwakarta dan Bandung pada 2 Mei 2025.

Dengan rincian, sebanyak 39 pelajar SMP yang dinilai “sulit diatur” oleh sekolah dan keluarga yang dikirim menjalani pendidikan di di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Armed 9, Purwakarta.

Kemudian, sebanyak 30 pelajar yang dianggap nakal di Bandung, Jawa Barat, mengikuti sekolah militer di Rindam III Siliwangi, Bandung.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Jawa Barat, Siska Gerfianti mengatakan, sebanyak 272 siswa sekolah menengah atas di Jawa Barat telah dikirim ke barak militer. 

Siska mengatakan, ratusan siswa tersebut terdiri dari 106 sekolah yang berbeda, termasuk SMAN, SMA Swasta, dan SMK.

"Ada 272 peserta dari 106 sekolah, ada 6 SMA Swasta, ada 15 SMK Swasta, 53 SMA Negeri, dan 32 SMK Negeri," kata Siska, dalam acara diskusi pendidikan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada 8 Mei 2025.

(*/Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Artikel ini sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Menteri HAM Dukung Kebijakan Pendidikan di Barak Militer ala Dedi Mulyadi?": https://nasional.kompas.com/read/2025/05/13/08073521/mengapa-menteri-ham-dukung-kebijakan-pendidikan-di-barak-militer-ala-dedi?page=all.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved