Sumut Terkini

Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan Bertemu Para Pastor, Bahas Tutup TPL

Pertemuan tersebut memperbincangkan soal upaya pelestarian alam di kawasan Danau Toba.

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
Dok. Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan
Para imam kapusin Medan berswafoto bersama Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan, Selasa (10/6/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com, TARUTUNG - Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan bertemu dengan sejumlah imam Katolik dari Ordo Fransiskan Kapusin Medan (OFM Cap) kemarin, Selasa (10/6/2025).

Para imam Kapusin Medan ini adalah pengikut cara hidup Fransiskus Assisi, dikenal sebagai tokoh dunia yang getol menyuarakan perdamaian dan keutuhan ciptaan.

Pertemuan tersebut memperbincangkan soal upaya pelestarian alam di kawasan Danau Toba.

"Keadilan, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Kapusin Medan sudah ada pernyataan tutup TPL," ujar Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan, Rabu (11/6/2025).

"Para Pastor yang tergabung di KPKC ini sudah sejak lama memberi perhatian terhadap kelestarian alam," sambungnya.

Ia menyampaikan, pertemuan tersebut tak lepas dari pembahasan soal seruan tutup TPL. Saling menyemangati serta berbagi informasi soal pemilihan alam di Tano Batak.

"Perjumpaan kami untuk saling menyemangati, berbagi informasi dan melanjutkan perjuangan dengan damai. Terus membangun jejaring dengan yang lain untuk pemulihan alam Tano Batak," terangnya.

Seruan tutup TPL yang digaungkan oleh Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan sebulan yang lalu. Seruan ini juga disertai refleksi kritis soal moral dan nilai ekologis.

"Tepat satu bulan setelah seruan moral 'Tutup TPL' yang disampaikan kepada publik, kita menyaksikan bahwa seruan ini tidak sekadar berhenti sebagai ekspresi keprihatinan profetik gereja, melainkan telah menjadi gerakan kolektif lintas iman, lintas profesi, dan lintas generasi," ujar Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan, Minggu (8/6/2025).

Ia tegaskan, seruan tutup TPL bukanlah tindakan politik praktis, melainkan bagia dari panggilan iman merawat alam dan memelihara keutuhan ciptaan.

"Seruan ini bukan tindakan politik praktis, tetapi bagian dari panggilan iman untuk merawat dan memelihara keutuhan ciptaan, serta keberlangsungan kehidupan," lanjutnya.

"Disamping itu, seruan ini merupakan aksi sosial dalam menjaga keberlanjutan hidup masyarakat adat, dan menggaungkan suara mereka yang selama ini tertindas dan diabaikan," sambungnya.

Menurutnya, bermula dari seruan tersebut, tampak jelas kontinuitas gerakan dan komitmen terhadap langkah-langkah konkret yang tercermin melalui sejumlah indikator.

Pertama, gelombang dukungan dari berbagai pihak semakin luas.

"Selama seulan terakhir, dukungan terhadap seruan ini terus mengalir deras dari berbagai kalangan, antara lain gereja-gereja lintas denominasi di Sumatera Utara, seperti Keuskupan Agung Medan, beberapa Gereja yang tergabung dalam PGI Wilayah Sumatera Utara dan lainnya," sambungnya.

"Mereka turut menyatakan solidaritas moral dan spiritual atas seruan ini. Selain itu, berbagai  lembaga sosial dan organisasi masyarakat, seperti GAMKI, KPKC Kapusin Medan, JKLPK, turut memperkuat narasi keadilan ekologis yang diusung," lanjutnya.

Menurutnya, dukungan pergerakan tersebut datang dari sejumlah tokoh nasional.

"Tokoh nasional dan masyarakat, antara lain Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, Dr. Effendi M.S. Simbolon, Maruarar Sirait yang mendukung kelestarian alam tano Batak, Dumoli Pardede dan kawan-kawan menyampaikan perhatian dan kepedulian terhadap isu ini, sekaligus mengajak semua pihak untuk duduk bersama mencari solusi berkeadilan," ungkapnya.

"Dari kalangan akademisi dan civitas akademika, seperti Dr. Dimpos Manalu, Dr. Melinda Siahaan, dan sejumlah dosen lainnya dari berbagai universitas, menyuarakan pentingnya perlindungan ekosistem sebagai bagian dari tanggung jawab keilmuan dan etika kemanusiaan," terangnya.

Ia juga mengapresiasi ribuan masyarakat melalui media sosial yang turut mendukung seruan tutup TPL tersebut.

"Tak kalah penting, ribuan individu di media sosial—melalui Facebook, Instagram, TikTok dan lainnya, telah menyatakan dukungan, membagikan refleksi, dan memperkuat arus kesadaran kolektif akan pentingnya kelestarian kawasan Tapanuli dan Danau Toba," ungkapnya.

Berbagai dukungan ini menurutnya semakin diperkuat oleh adanya dialog antara Ephorus HKBP bersama dengan pemerintah.

Ia tuturkan, HKBP sebagai gereja yang bertanggung jawab kepada publik dan alam ciptaan Allah, juga telah menyampaikan langsung keprihatinan ini dalam audiensi resmi dengan pemerintah.

"Dialog dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, agar kiranya mempertimbangkan ulang dampak ekologis dari aktivitas industri di kawasan yang sudah sangat kritis," lanjut ya.

"Lalu, dialog juga dengan Menteri Agama Republik Indonesia, agar turut memberi perhatian atas suara keprihatinan umat yang bersumber dari iman akan keutuhan ciptaan (integrity of creation)," terangnya.

"Langkah ini menegaskan bahwa gereja tidak diam, melainkan hadir secara aktif dan dialogis dalam ruang publik untuk menyuarakan nilai-nilai keadilan, keberlanjutan, dan martabat hidup," sambungnya.

Ia tambahkan, upaya ini dilakukan sebagai langkah dalam membawa realitas kehidupan masyarakat dan aspirasi masyarakat (akar rumput) di Tapanuli Raya menjadi pembicaraan publik yang serius serta menjadi bagian dari kebijakan pemerintah.

Ia jelaskan, isu soal kerusakan alam di kawasan Danau Toba digarap oleh berbagai media hingga diketahui publik.

"Peran media dalam mengangkat isu ini sangat signifikan. Seruan dan refleksi dari HKBP telah dipublikasikan siaran televisi, podcast yang memberikan ruang percakapan lebih dalam tentang krisis ekologi dan tanggung jawab spiritual," lanjutnya.

"Termasuk juga media cetak dan daring baik lokal maupun nasional, yang memperluas jangkauan kesadaran ekologis ke seluruh penjuru negeri," sambungnya.

Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan: Alam Sekitar Tapanuli Tidak Baik-Baik Saja

Ia jelaskan, berbagai data, laporan, dan pengalaman masyarakat menunjukkan bahwa kondisi lingkungan hidup di kawasan Danau Toba dan Tapanuli sedang mengalami kerusakan serius.

Kerusakan alam yang dimaksud adalah deforestasi, pencemaran air, hilangnya keanekaragaman hayati, dan konflik agraria yang berkepanjangan.

"Gereja tidak sedang menghakimi, tetapi memanggil umat dan pemangku kepentingan memperbaiki relasi dengan alam," sambungnya.

"Ini adalah undangan terhadap pertobatan ekologis demi keberlangsungan kehidupan yang harmonis," terangnya.

Menurutnya, jika generasi ini tidak bertindak tegas, maka kita sedang mempersiapkan bencana ekologis dan sosial kedepannya.

"Jika generasi ini tidak bertindak tegas, maka kita sedang mempersiapkan bencana ekologis dan sosial
bagi anak-cucu kita," tuturnya.

"Sebaliknya, jika kita bertindak dalam iman dan tanggung jawab, kita sedang mewariskan tanah yang subur dan lestari sebagai anugerah Allah bagi masa depan bersama," ungkapnya.

Menurutnya, HKBP percaya bahwa seruan “Tutup PT TPL” adalah suara iman, bukan hanya suara protes.

"Ini adalah bentuk pertobatan kolektif, panggilan untuk kembali pada spiritualitas yang menghormati bumi sebagai rumah bersama (common home) dan juga menghidupi nilai-nilai kultural," terangnya.

"Marilah kita berhenti sejenak dari kepentingan jangka pendek dan berpikir tentang kelangsungan kehidupan," pungkasnya.

(cr3/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Berita viral lainnya di Tribun Medan

 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved