Berita Viral
DUDUK Perkara Guru Resign Massal di Bekasi, Kerja Bak ART, Muak Tiap Hari Ngurusin Anak Kepsek
Inilah duduk perkara sejumlah guru resign massal dari sekolah swasta elite di Bekasi dan mengaku diperlakukan bak Asisten Rumah Tangga (ART) oleh Keps
TRIBUN-MEDAN.COM – Inilah duduk perkara sejumlah guru mundur massal dari sekolah swasta elite di Bekasi.
Baru-baru ini sejumlah guru yang mengajar di sekolah swasta elite di Bekasi mundur massal.
Kini terkuak duduk perkaranya.
Ternyata para guru yang mengajar di sekolah tersebut diperlakukan bak Asisten Rumah Tangga (ART).
Bahkan perlakuan sang Kepsek yang juga sekaligus kepala yayasan bikin syok.
Mereka mengaku, pihak sekolah, kerap memberikan tugas-tugas di luar dari pekerjaan sebagai guru.
Pihak sekolah yang dimaksud dalam hal ini adalah kepala yayasan sekaligus diduga menjabat sebagai kepala sekolah (kepsek).
Seorang guru bernama Salsabila Syafwani mengatakan, berdasarkan hal itu, membuat dirinya bersama rekan seprofesi di sekolah tersebut menjadi resah.
Baca juga: DEMI Duduk Bareng Maia Estianty di Pelaminan, Ahmad Dhani Izin ke Irwan dan Pastikan Tak Ada Mulan
"Kami dikontrak sebagai staf pendidik, tetapi terkadang kami diberikan tugas di luar jobdesk guru," kata Salsabila dilansir Tribun-medan.com dari Tribun Jatim, Rabu (18/6/2025).
Tugas di luar jobdesk yang dimaksud Salsabila yaitu seperti penugasan kepada Asisten Rumah Tangga (ART).
Sementara itu, guru lain bernama Anisa Dwi Zahra mengaku pernah ditugaskan membeli ayam goreng untuk anak pemilik yayasan.
"Saya juga pernah disuruh membeli ayam fried chicken ke Jatiasih. Padahal di sini juga ada," kata Anisa.
"Saya sudah komplain, tetapi pihak yayasan tidak tahu alasannya dan akhirnya saya lakukan," imbuhnya.
Meski kerap diberikan uang tambahan, tetapi Anisa tetap menyampaikan keberatan.
"Dapat uang bensin, tetapi saya sangat keberatan karena jauh," katanya.
"Jarak dari sini ke tempat penjual ayam lumayan jauh," ucap Anisa.
Hal senada dikatakan guru lain bernama Raihan Tri Wahyudi.
Setiap hari sebelum bekerja, Raihan diminta ke kediaman pemilik yayasan terlebih dahulu untuk mengantar sekolah.
"Setiap hari sebelum bekerja, saya harus ke rumah beliau (pemilik yayasan) untuk mengantar anak-anaknya berangkat sekolah," kata Raihan.
Raihan mengaku berat untuk menolak ketika ditugaskan oleh pemilik yayasan atas dasar status karyawan dengan pimpinan.
Sehingga, dirinya mengaku terpaksa melakukannya.
"Selama kerja di kantor sebagai staff education, saya cuma dapat gaji. Tetapi, kebanyakan saya bekerja di rumah beliau (pemilik yayasan), yaitu mengantar anak-anaknya ke sekolah, tempat les, dan belanja," jelas Raihan.
Tak hanya dari guru, keluhan juga datang dari sejumlah wali murid.
Baca juga: NASIB Eka Hakim yang Vonis Pengeroyok Pelajar hingga Lumpuh Cuma Bersihkan Masjid, Kini Dilaporkan
Pihak wali murid mengaku dibuat kecewa dengan berhentinya operasi sekolah secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan.
Hal itu seperti diungkapkan salah seorang ortu siswa, Nurhaliza (33).
"Maksudnya sia-sia waktu saya, kenapa kayak gini, harusnya kan di WhatsApp (WA) sayanya kalau misalnya emang tidak ada progres lagi sekolahnya," kata Nurhaliza saat ditemui di lokasi, Senin (16/6/2025).
Ia menjelaskan, dirinya hanya mendapat informasi untuk anaknya agar datang ke sekolah pada Senin (16/6/2025), guna mengikuti ujian susulan.
Sebab kata Nurhaliza, anaknya sempat sakit dan kemudian diminta untuk mengikuti ujian susulan.
"Minggu lalu anak saya sakit, jadi tidak masuk, Minggu lalu sempat ujian, nah disuruh susulan ujian hari ini," jelasnya.
Akan tetapi, begitu sampai ternyata sekolah berhenti beroperasi dan pagar digembok.
"Tapi ya gitu, digembok (sekolahnya) tidak bisa masuk, padahal udah pakaian lengkap anak saya,"
Nurhaliza menuturkan, sebelum dikagetkan dengan sekolah yang tiba-tiba beroperasi, dirinya sempat menyimpan rasa curiga terhadap sistem pelayanan pembelajaran.
Kecurigaan terjadi saat dirinya dijanjikan fasilitas konseling dari psikolog untuk anaknya yang sekolah di tempat tersebut.
Namun, kenyataannya, janji itu palsu atau tidak terealisasi.
"Jadi saya selama anak saya sekolah di sini tidak pernah ketemu psikolog," tuturnya, melansir Warta Kota.
Nurhaliza mengaku sangat kecewa karena janji konseling dengan psikolog tidak terealisasi.
Selain karena sudah meluangkan waktu, dirinya dan suami sudah mengeluarkan biaya untuk fasilitas tersebut hingga nominal jutaan rupiah.
"Udah (bayar), itu udah termasuk ke biaya Activity Fee, paket, nilainya Rp5,5 juta buat kelas Nursery," ucapnya.
Nurhaliza berharap pihak pengelola sekolah dapat bertanggung jawab dengan mengembalikan uang orang tua siswa.
"Sebaiknya bertanggung jawab pihak sekolah dan kembalikan uang yang sudah terlanjur bayar, saya juga masih ada uang pangkal di sekolah ini udah kebayar Rp7,3 juta," harapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun Bengkulu
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.