Polres Samosir
Polres Samosir Temukan Bukti Penebangan Liar di Hutan Lindung KTH Dosroha, Berbeda Klaim Hoaks BPSSU
Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Edward Sidauruk, tidak hanya memberikan keterangan resmi terkait dugaan penebangan ilegal di kawasan Hutan Lindung
Tetapi yang terjadi justru pembiaran. Hutan lindung diserahkan ke kelompok-kelompok masyarakat tanpa pengawasan memadai. Dan sekarang, sanksi internasional hanya tinggal menunggu waktu.
Pemerhati lingkungan Wilmar Simanjorang menilai bahwa kerusakan hutan lindung di Pulau Samosir tidak boleh semata-mata dilihat sebagai pelanggaran teknis oleh sekelompok petani.
Ia menyebut, masalah utama justru berada di hulu pada lemahnya penerapan persyaratan dalam pengelolaan Kelompok Tani Hutan (KTH) dan buruknya fungsi pengawasan oleh lembaga yang seharusnya bertanggung jawab.

Menurutnya, KTH hanya boleh dibentuk oleh warga yang memiliki hubungan langsung dengan kawasan hutan, yakni masyarakat sekitar yang memiliki kesamaan kepentingan, latar belakang, dan aktivitas ekonomi di bidang kehutanan.
Hal ini harus dibuktikan dengan dokumen identitas resmi. Namun yang sering terjadi, identitas hanya dicatut atau dipinjam untuk memenuhi kuota administratif.
Wilmar mempertanyakan secara langsung keabsahan struktur KTH Dosroha yang saat ini tengah disorot. Apakah benar semua anggotanya berasal dari desa sekitar hutan atau hanya nama-nama yang dikumpulkan demi memenuhi syarat pendirian.
Lebih jauh, ia menyoroti struktur organisasi KTH yang wajib dibentuk secara sah dan dijalankan secara aktif. Kepengurusan harus jelas, berjalan melalui musyawarah, dan diisi oleh petani yang benar-benar mengelola usaha kehutanan.
Namun yang ditemukan di lapangan, banyak KTH justru tidak memiliki struktur fungsional, melainkan hanya lembaga formal di atas kertas.

Wilmar juga mengingatkan bahwa seluruh KTH harus memiliki registrasi resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan, didukung dokumen legal seperti Surat Keputusan Kepala Desa dan daftar pengurus lengkap.
Tanpa ini, seharusnya kelompok tidak bisa menjalankan kegiatan di kawasan hutan. Namun ironisnya, ada banyak KTH yang tetap diberi akses, meski syarat dasar ini tidak dipenuhi atau bahkan tidak diverifikasi secara serius oleh pemberi izin.
Poin penting lain yang kerap diabaikan adalah klasifikasi kinerja KTH. Setiap kelompok sebenarnya wajib dinilai dari aspek kelembagaan, kelola kawasan, dan kelola usaha.
Penilaian ini menentukan status kelompok, mulai dari kategori pemula, madya, hingga utama, tergantung pada skor yang diperoleh.
"Penilaian ini bukan formalitas, melainkan alat kontrol yang menunjukkan apakah suatu KTH layak diberi kepercayaan mengelola kawasan hutan. Tapi pertanyaannya, apakah klasifikasi ini benar-benar dilakukan? Apakah KTH Dosroha pernah dinilai kinerjanya secara objektif?,"ujar Wilmar.
Lebih miris lagi, kata Wilmar pembinaan dan pengawasan terhadap KTH seharusnya menjadi kewajiban pemerintah. Pendampingan oleh penyuluh, monitoring tahunan, dan evaluasi berkala harus dilakukan agar kelompok tidak menyimpang dari tujuan awal program.
"Namun dalam praktiknya, banyak kelompok dibiarkan berjalan sendiri tanpa pengawasan, sementara lembaga pembina sibuk menyusun laporan administratif,"jelasnya.
Polres Samosir
Sat Reskrim Polres Samosir
penebangan pohon
Geopark Toba
UNESCO Global Geopark (UGG)
KTH Dosroha
Dari Danau Toba Hingga Jalan Raya, Ratusan Bendera Merah Putih Dipasang di Kapal dan Rumah Warga |
![]() |
---|
Merah Putih Menggelora: Polres Samosir Kobarkan Semangat Nasionalisme Lewat Pembagian Bendera |
![]() |
---|
Polres Samosir Klarifikasi Isu Suap dalam Penanganan Kasus Penggelapan |
![]() |
---|
Polres Samosir Tindaklanjuti Dugaan Pelanggaran Etika oleh Anggota |
![]() |
---|
Polres Samosir Gelar Operasi Disiplin Internal: Tegaskan Komitmen Profesionalisme Anggota |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.