Berita Viral

CARA KOTOR PNS Bondowoso Pakai Data Lansia dan Warga yang Sudah Meninggal Bisa Raup Rp 5,3 Miliar

Begini cara PNS di Pemkab Bondowoso rugikan negara capai Rp 5,3 miliar.  Pelaku bekerja sebagai mantri di unit bank pelat merah.

TRIBUNJATIM.COM/SINCA ARI PANGISTU
TERSANGKA KORUPSI - Dua orang tersangka inisial AK dan AS dalam dugaan kredit fiktif salah satu bank pelat merah, dengan modus pencurian data warga lanjut usia (lansia) saat digiring ke mobil tahanan dengan mengenakan rompi merah muda, di Kantor Kejari Bondowoso pada Senin (15/7/2025) 

TRIBUN-MEDAN.com - Begini cara PNS di Pemkab Bondowoso rugikan negara capai Rp 5,3 miliar. 

Pelaku bekerja sebagai mantri di unit bank pelat merah

Kejari Bondowoso menahan dua tersangka baru dalam kasus kredit fiktif di salah satu bank pelat merah, Selasa (15/7/2025).

Tersangka baru ini adalah AK yang merupakan PNS di lingkungan Pemkab Bondowoso dan AS yang merupakan amntri di unit bank pelat merah.

Menurut laporan di lapangan, dua tersangka itu terdiri dari wanita dan lelaki yang digiring ke mobil tahanan mengenakan rompi merah muda.

Mereka dikawal oleh petugas kejaksaan dan berjalan pelan dengan menutup wajahnya menggunakan masker.

Mereka lantas diangkut ke Lapas Klas II B Bondowoso.

Baca juga: Profil Komjen Pol Marthinus Hukom, Kepala BNN yang Larang Anggota Tangkap Artis Pengguna Narkoba

Baca juga: RISMON LAPORKAN Jokowi Kasus Berita Hoaks, Polda DIY: Masih Aduan, Belum Teregistrasi Laporan Resmi

Sebelum itu pada Oktober tahun 2024 lalu, ada dua orang yang lebih dulu ditetapkan tersangka.

Yakni Kepala Unit bank berinisial YA dan mantrinya berinisial RAN.

Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso (Kajari) Dzakiyul Fikri, mengatakan, AK diduga berperan dalam proses penyuplai data para warga lanjut usia kepada AS.

Per satu data dihargai Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu.

"Total yang diterima AK dari AS mencapai Rp 43 juta," ujarnya dikonfirmasi awak media pada Selasa (15/7/2025).

Ia melanjutkan, ada total sekitar 86 warga lanjut usia dengan rerata usia 60 tahun yang datanya diduga dicuri.

Mirisnya, 20 di antaranya bahkan telah meninggal dunia.

Data mereka diduga digunakan untuk kredit usaha rakyat (KUR) fiktif di bank plat merah unit Tapen.

Namun, puluhan warga Lansia ini kaget karena tiba-tiba ada tagihan dari bank plat merah.

Total, kerugian negara akibat pencurian data ini mencapai sekitar Rp 5,3 milliar.

"Total potensi kerugian mencapai sekitar 5,3 milliar," ujarnya.

Menurutnya ke dua tersangka ini dijerat pasal 2 UU tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)  tentang "penyertaan" dalam tindak pidana. 

"Ancaman hukumannya paling rendah 4 tahun, dan maksimal 20 tahun," pungkasnya.

Untuk informasi, pada Oktober 2024 lalu Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso di Jawa Timur (Jatim), menahan dua orang tersangka kasus dugaan kredit fiktif salah satu bank pelat merah, dengan modus pencurian data warga lanjut usia (lansia).

Para tersangka yakni Kepala Unit berinisial YA dan mantrinya berinisial RAN.

Mantri berinisial RAN diduga bertugas mencairkan atau memproses setiap permohonan.

Selanjutnya permohonan yang diduga semua dipalsukan termasuk agunan itu, diajukan kepada tersangka YA sebagai kepala unit yang memverifikasi kredit.

Sebelum itu, pada 19 September 2024 lalu, sejumlah korban kasus dugaan kredit fiktif menggelar aksi dukungan pada penegak hukum di depan Kantor Kejari Bondowoso.

Menurut pengacara para korban, Nurul Jamal Habaib, korban-korban yang mayoritas lansia ditunggangi kredit dengan nominal beragam pada tahun 2020. 

Terendah Rp 50 juta, dan bahkan ada yang Rp 600 juta.

Padahal mereka tak pernah mengambil pinjaman di bank plat merah tersebut.

Angka yang besar dan merugikan negara capai Rp 8,9 Miliar terungkap dalam kasus satu ini.

Ulah tiga karyawan bank plat merah membuat kerugian negara mencapai Rp8,9 miliar.

Ketiga karyawan dibantu dua orang lainnya mencairkan kredit fiktif.

Uang tersebut lantas digunakan untuk memenuhi gaya hidup.

Bahkan kepala cabang bank sering gonta ganti mobil namun ternyata memakai uang hasil pencairan kredit fiktif.

Kini kelima orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor juga telah menahan lima orang dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) kredit fiktif di bank plat merah Kantor Cabang Pembantu (KCP) Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu.

Hal itu diungkapkan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor Ate Quesyini Ilyas kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).

"Kami sudah menahan 5 orang tersangka yaitu AG, selaku pimpinan KCP Dramaga, WS dan DO, selaku Analisis Kredit, FS pencari debitur dan AD penampung dana kredit fiktif karena diduga merugikan negara sebesar Rp 8,9 miliar," kata Ate, dikutip dari Wartakotalive.

Dia menjelaskan lima orang terduga pelaku berasal dari internal dan eksternal bank.

"Ada 3 karyawan bank dan 2 dari eksternal," paparnya.

Ate menambahkan kasus tipikor ini didalangi oleh tersangka AG dan adik iparnya (AD).

Sementara WS dan DO selaku pegawai bank bertugas memuluskan kredit fiktif.

"Pada 2023 -2024, para tersangka membuat 13 kredit fiktif," imbuhnya.

Dari kasus ini, WS mendapatkan Rp 10 juta dari setiap debitur.

DO mendapatkan Rp 12 juta dari debitur dan FS mendapatkan Rp 20 hingga 25 juta dari debitur.

"Tersangka AG dan AD paling banyak mendapatkan bagian," tutur Ate.

Sementara Kasubsi Penyelidikan, M Iqbal Lubis mengungkapkan perbuatan AG sudah tercium oleh pihak bank sejak 2024.

"AG sudah diberhentikan dari bank. Dia sempat kabur ke kampung istrinya di Bali," bebernya.

Berdasarkan hasil penyelidikan, uang kredit fiktif ini digunakan pelaku AG untuk memenuhi gaya hidupnya. 

"Dia suka gonta-ganti mobil mewah seperti Toyota Alphard, Mitsubishi Xpander dan lainnya," tandas Iqbal Lubis.

Ahmad Sudarmaji, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor, mengatakan lima tersangka ini diduga melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Modal Kerja (KMK) pada 2023 hingga Juli 2024.

"Tindakan mereka menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,9 miliar," papar Ahmad Sudarmaji, Jumat (20/6/2025).

Dalam kasus ini, para pelaku menggunakan modus rekayasa data kredit terhadap 13 (tiga belas) debitur yang terdiri dari 7 (tujuh) debitur KUR dan 6 (enam) debitur KMK.

"Berdasarkan hasil penyidikan ditemukan bahwa sebagian besar debitur tidak memiliki usaha sebagaimana diajukan dalam permohonan kredit," ujarnya.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved