Kwik Kian Gie Tutup Usia

MENGENANG Sosok Kwik Kian Gie: Ekonom, Politikus, Mantan Intel RI di Belanda, dan Nasionalis Sejati

Jenazah Kwik Kian Gie kemudian disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025).

|
Editor: AbdiTumanggor
Kolase Tribun Medan/Istimewa
Jenazah Kwik Kian Gie disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025). Suasana Rumah Duka Sentosa berjejer sejumlah karangan bunga berisi ucapan belasungkawa. Salah satu karangan bunga dari mantan Kepala BIN Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono. (Kolase Tribun Medan/Istimewa) 

Mulanya, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, Belanda menolak klaim setengah dari wilayah Nugini (Papua) yang dikuasai Belanda ada di wilayah Hindia Belanda.

Indonesia yang baru saja berdiri, menyatakan berhak penuh atas semua wilayah koloni Belanda.

Akhir 1961, Presiden Sukarno mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora), yang antara lain berisi perintah membatalkan negara boneka Papua buatan Belanda. 

Tak lama, Operasi Trikora diumumkan untuk mengadakan operasi militer menggabungkan Irian Barat dengan Indonesia. Akibatnya, hubungan diplomatik pun diputus.

Situasi ini berdampak terhadap para mahasiswa yang tengah belajar di Belanda.

Hanya mahasiswa yang membiayai studinya dengan uang sendiri yang diizinkan kuliah di Belanda.

Kwik menjadi bagian dari mahasiswa kategori ini.

“Masyarakat (Belanda) sangat memusuhi Indonesia. Setiap hari, pers Belanda menghujat Indonesia karena politik Bung Karno yang bukan hanya konfrontasi, tetapi berperang merebut Irian Barat,” kata Kwik dalam buku Menelusuri Zaman: Memoar dan Catatan Kritis Kwik Kian Gie (2017).

Kemudian, Mohammad Samadikun—seorang teman Kwik yang baru menyelesaikan studinya di Rotterdam—mengajaknya bergabung dalam kelompok mahasiswa yang melakukan operasi intelijen untuk membantu Pemerintah Indonesia dalam merebut Irian Barat.

Beberapa kegiatan dilakukan kelompok ini. Yang rutin adalah melobi politisi Belanda, terutama para anggota Tweede Kamer (parlemen) yang pro terhadap pengembalian Irian Barat.

“Kami mendekatinya dengan menghadap mereka, mengatakan dengan adanya konflik dan tidak adanya KBRI, kami mengalami berbagai kesulitan, stres, dan ingin mohon advis dari mereka sambil berdiskusi bagaimana kami bisa berbuat sesuatu,” ujar Kwik dalam buku Menelusuri Zaman: Memoar dan Catatan Kritis Kwik Kian Gie (2017).

“Kami banyak berdiskusi dengan politisi Belanda untuk memperoleh dukungan yang cukup dari politisi berpengaruh agar pemerintah Belanda mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia tanpa berperang.”

Tugas Kwik cukup menantang. Dia mesti menulis dan mengirimkan laporan tertulis terkait diskusi dengan para pemimpin dan politisi Belanda ke Kedutaan Besar Indonesia di Bonn, Jerman Barat secara teratur.

Tugas lainnya, dia mesti mengumpulkan data dan informasi dari semua surat kabar dan siaran radio yang ada hubungannya dengan Irian Barat.

Untuk tugas yang satu ini, terutama perekaman siaran radio, ternyata berguna sebagai pemetaan dalam konflik di Irian Barat.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved