PDI Perjuangan Sumut

Geopark, Budaya, dan Pancasila: Rapidin Serukan Kesadaran Ideologis dan Keselamatan Alam Toba

"Pancasila jangan hanya dihafal, tapi harus diterapkan." Kalimat itu secara tegas disampaikan Anggota Komisi XIII DPR RI Dr Rapidin Simbolon

Editor: Arjuna Bakkara
Arjuna Bakkara
Drs. Rapidin Simbolon, M.M., (tengah) berdiskusi serius bersama Elfrida Herawati Siregar, S.P., M.M., Direktur Evaluasi BPIP (kiri), dan Lemen Manurung (kanan), dalam forum Penguatan Relawan Gerakan Kebajikan Pancasila di Pangururan, Samosir, Selasa (5/8/2025). Dari podium, mereka tidak hanya berbicara ideologi, tapi juga menakar tantangan riil dalam membumikan Pancasila di tengah krisis nilai dan ekologi. 

TRIBUN-MEDAN.COM, SAMOSIR"Pancasila jangan hanya dihafal, tapi harus diterapkan." Kalimat itu secara tegas disampaikan Anggota Komisi XIII DPR RI Dr Rapidin Simbolon, S.E., M.M., saat berbicara dalam forum Penguatan Relawan Gerakan Kebajikan Pancasila di aula Hotel Grand Dainang di Pangururan, Samosir Pangururan, Samosir, Selasa (5/8/2025).

Agenda ini diinisiasi oleh anggota DPR RI Komisi XIII dari Fraksi PDI Perjuangan, Drs. Rapidin Simbolon, M.M., bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Tak hanya membincang nilai-nilai dasar negara, forum ini juga menjalin benang merah antara ideologi dan ekologi.

Tema yang diusung, “Melestarikan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Nasional”, menjadi titik pijak pertemuan dua kepentingan besar merawat alam dan menjaga semangat kebangsaan.

Sejak pukul sembilan pagi, alunan gondang Batak dan tarian tradisional membuka acara, disusul pembacaan teks Pancasila sebuah pembuka yang bukan sekadar seremonial, tapi simbol pernyataan sikap.

Ia tak sekadar memberi ceramah ideologis, tapi juga menyentil kenyataan pahit gagalnya nilai-nilai dasar negara diterjemahkan dalam kebijakan lingkungan dan pembangunan.

Rapidin, mantan Bupati Samosir dan kini anggota DPR RI Komisi XIII, menyoroti kondisi memprihatinkan Geopark Kaldera Toba, yang menurutnya tengah berada di "zona kuning" UNESCO pertanda kritis akan hilangnya pengakuan dunia terhadap kawasan itu.

"Kita dulu susah payah meraih pengakuan Geopark dari UNESCO tahun 2020. Kami undang ilmuwan dari IPB, ahli dari Gunung Batur, tata kawasan Sigulatti, hidupkan budaya Batak seperti Mangalahat Horbo dan Manguras Tao. Tapi sekarang? Entah bagaimana,” ucap Rapidin, dengan nada prihatin.

Baginya, Pancasila tak boleh tercerabut dari realitas lokal. “Kalau hanya menghafal, anak kecil juga bisa. Tapi bagaimana Pancasila hadir dalam tata kelola lingkungan, keadilan sosial, dan hak masyarakat di pegunungan sana itulah tantangannya,"terangnya.

Diskusi yang dipantik Tonny Simanjuntak, mantan Wakil Bupati Toba (2020–2024), itu menghadirkan sejumlah narasumber nasional, termasuk Elfrida Herawati Siregar, S.P., M.M. dari BPIP, serta aktivis budaya dan lingkungan Lemen Manurung.

Rapidin menekankan, sebagai kawasan strategis pariwisata, Samosir tak boleh mengabaikan akar ekologis dan nilai budaya yang menopang keberadaannya.

Tiga pilar Geopark konservasi, edukasi, dan pengembangan ekonomi berkelanjutan menurutnya, sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Kita butuh relawan ideologi yang paham medan, bukan hanya penyuluh formal. Yang bisa menjaga danau, budaya, dan rakyat,” tegasnya.

Ia pun menutup paparannya dengan kritik halus: “Kalau Pancasila tidak kita perjuangkan dalam kebijakan, maka yang tersisa hanya simbol kosong. Dan kita sedang kehilangan arah.”

Diskusi mengalir hangat. Salah satu suara yang menonjol datang dari Elfrida Herawati Siregar, S.P., M.M., Direktur Evaluasi BPIP.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved