Jaga Marwah Resmi Laporkan Dugaan Korupsi di Labura ke Kejati Sumut, Ini Rincian Kasusnya
Laporan dugaan korupsi di Labura ini diungkap Ketua Jaga Marwah, Edison Tamba di Kejati Sumut, Selasa (19/8/2025).
TRIBUN-MEDAN.com - Jaringan Pergerakan Masyarakat Bawah (Jaga Marwah) resmi melaporkan adanya dugaan korupsi di Labuhanbatu Utara (Labura) ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
Laporan dugaan korupsi di Labura ini diungkap Ketua Jaga Marwah, Edison Tamba usai bertemu Kajati Sumut Harli Siregar, Selasa (19/8/2025).
"Sepak terjang Kejati Sumut dalam sejumlah kasus korupsi kita akuin tidak ada gentar dan remnya. Dugaan korupsi yang terkesan kebal hukum di Pemkab Labuhanbatu Utara, kita yakin Bapak Harli Siregar mampu menuntaskannya," ujar Edison Tamba.
Dipaparkan Edison Tamba, atau akrab disapa Edoy ini mengatakan adapun dugaan korupsi yang dilaporkan berdasarkan indikasi laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Labura sejak Tahun 2019 yang sudah kerap dilaporkan.
Seperti, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Tahun Anggaran 2019.
Hasil kajian dan penelusuran di lapangan, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan anggaran di Dinas P2KB Kabupaten Labura yang mengarah pada dugaan kuat tindak pidana korupsi, sebagai berikut:
- Sebelum perubahan: Anggarannya Rp 8.060.595.824, setelah perubahan: Rp 8.239.452.544,-Kenaikan sebesar Rp 178.856.720,- (2,22 persen).
- Belanja tidak langsung,sebelum perubahan: Rp 2.347.564.500, setelah perubahan: Rp 2.217.832.500,-Terdapat pengurangan Rp 129.732.000,- (minus 5,53 % ).
Kemudian,Kenaikan dan penurunan anggaran tersebut tidak diikuti dengan penjelasan rinci dalam laporan pertanggungjawaban, sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengenai penggunaan riil di lapangan.
Dilanjutkan,kata Edoy menerangkan, kegiatan Administrasi dan Peningkatan Aparatur Kepala Dinas P2KB, Muhammad Suib, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), mengalokasikan Rp 4.152.125.900,-, dengan realisasi Rp 3.954.292.253,- (95,24 % ).
"Namun, laporan kegiatan di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian, di antaranya kegiatan pengadaan sarana/prasarana aparatur yang tidak pernah terealisasi sesuai laporan, pelatihan dan peningkatan aparatur yang hanya sebagian terlaksana, serta dugaan mark-up harga pengadaan,"ujarnya.
Masih di Dinas P2KB lanjut Edoy, Program Pelayanan Pemasangan Kontrasepsi, Anggaran: Rp 343.012.950,-Realisasi: Rp 297.251.000,- (86,66 % ).
Kemudian, program pembinaan peran serta masyarakat pelayanan KB/KR: Anggaran: Rp 40.567.000,-Realisasi: Rp 34.495.000,- (85,03 % )
"Temuan kami di lapangan menunjukkan banyak kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan, tetapi tetap dilaporkan seolah-olah sudah terlaksana. Hal ini memperkuat dugaan adanya laporan fiktif. Yang harus diungkap secara terang-terangan" Jelas Edoy.
Tak hanya itu, ada lagi Program Pengembangan Pusat Pelayanan Informasi dan Konseling KKR Anggaran: Rp 128.703.000,-Realisasi: Rp 128.113.600,- (99,54 % ).
Ia juga menyebut kegiatan ini diklaim berupa sosialisasi dan pembinaan Kader Tribina.
Namun hasil investigasi kami menunjukkan kegiatan tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan.
Dugaan kuat bahwa laporan hanya bersifat formalitas dan bersandar pada dokumen fiktif.
Mirisnya lagi,kata Edoy, mengguritanya dugaan korupsi di Pemkab Labuhanbatu Utara menyayasar ke indikasi perjalanan dinas fiktif yang bersumber dari belanja tidak langsung.
"Anggaran perjalanan dinas tercatat sangat besar, namun realisasi di lapangan tidak sebanding. Sebagian besar kegiatan perjalanan dinas tidak memiliki bukti nyata pelaksanaan," katanya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat indikasi kuat kerugian keuangan negara sebesar mencapai ratusan miliar sudah terjadi di Pemkab Labuhanbatu Utara.
"Nyaris 20 Tahun, Pemkab Labuhanbatu Utara ditangan kekuasaan orangtua dan anak yang menjabat sebagai Bupati. Kita berharap, dugaan korupsi di P2KB Kabupaten Labura menjadi pintu masuk agar Kejati Sumut dalam menuntaskan dugaan korupsi tersebut," ucapnya.
Untuk itu,kata Edoy mengakhiri, Dugaan korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dimana indikasi Kolusi, korupsi dan Nepotisme (KKN) sangat tidak mungkin tidak terjadi. Karena, 10 Tahun jabatan dipegang oleh orangtua dari Bupati Hendrik Sitorus, yang pernah ditangkap KPK dalam kasus korupsi.
Disisi lain atas laporan ini, kami juga akan menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga terjadi dalam kasus korupsi yang menyeret mantan Bupati Labura berinisial KHS.
"Kami percaya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara akan menindaklanjuti laporan ini dengan profesional, transparan, dan independen, demi menyelamatkan keuangan negara serta menegakkan hukum tanpa pandang bulu," pungkasnya.
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Bacaan dan Keutamaan Ayat Seribu Dinar, Jadi Doa Pembuka Rezeki Bagi Umat Islam |
![]() |
---|
Kisah Bajrakitiyabha, Putri Kerajaan Thailand Koma 3 Tahun, Ternyata Ini Penyakitnya |
![]() |
---|
Kisah Ari Dono, Kapolri Tersingkat Cuma 9 Hari Era Jokowi, Kabarnya Kini Sudah Pensiun |
![]() |
---|
Fakta-fakta Bayi Sukabumi Meninggal Otak Penuh Cacing, Gubernur Dedi Mulyadi Sampai Murka |
![]() |
---|
Kekayaan Nafa Urbach Jadi Anggota DPR, Dukung Tunjangan Rumah Dinas Rp 50 Juta Per Bulan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.