Dosen Cabul, Dr Chandra 3 Kali Cabuli Mahasiswi Skripsi, Divonis 16 Bulan, Gini Nasib Korban

Editor: Tariden Turnip
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Oknum dosen FKIP Unila Dr Chandra Ertikanto (kiri), seusai menjalani sidang dengan agenda eksepsi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA, Bandar Lampung, Senin, 1 Oktober 2018. Dr Chandra divonis penjara selama 1 tahun 4 bulan.

TRIBUN-MEDAN.COM - Oknum dosen Unila cabuli mahasiswi berkali-kali divonis penjara selama 1 tahun 4 bulan.

Majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa kasus oknum dosen Unila cabuli mahasiswi berkali-kali, pada sidang yang berlangsung Senin, 26 November 2018.

Sidang kasus oknum dosen Unila cabuli mahasiswi berkali-kali tersebut, berlangsung tertutup. 

Adapun, terdakwa dalam kasus tersebut adalah dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila), Dr Chandra Ertikanto (58).

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang memutuskan Chandra Ertikanto menjalani hukuman dua per tiga dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Baca: Marc Marquez Senang Rasakan Perbedaan Motor Prototipe 2019 Tunggangannya, Beber Keunggulannya

Baca: Bikin Menu Sambal Patah Hati, Luna Maya Beberkan Makna di Balik Nama Sambalnya Tersebut

Baca: Reuni 212, Anies Baswedan Sampaikan Pidato, Rumah DP Nol Rupiah hingga Reklamasi Teluk Jakarta

Baca: Ingin Keluar dari Grup WhatsApp tanpa Ketahuan? Ikuti 3 Langkah Mudah Berikut Ini

Baca: Menilik Sumber Kekayaan Keluarga Jusup Maruta Cahyadi Sang Crazy Rich Surabayan

Baca: Viral Pernikahan Crazy Rich Surabayan, Tonton Video Prewedding di Lima Benua

Baca: Gadis Remaja 13 Tahun Disetubuhi Ayah Tirinya hingga Hamil, Sang Ibu Rela Putrinya Dinikahi Suaminya

Dalam sidang sebelumnya, dosen yang tersandung  kasus asusila dengan mahasiswinya, DCL (21), dituntut pidana penjara selama dua tahun.

Baca: Inilah Sindikat Begal Sadis, Potong Tangan Korban Mahasiswa hingga Terputus, Satu Orang Ditembak

Baca: Surabaya Disulap Mirip Jepang, Bunga Sakura Perindah Jalan-jalan Protokol

JPU, Kadek Agus Dwi Hendrawan mengatakan, putusan langsung dijatuhkan seusai Chandra Ertikanto membacakan pembelaan (pleidoi).

"Tadi rupanya, setelah pleidoi, langsung diputuskan oleh hakim," ungkap Kadek.

Masih kata dia, putusan majelis hakim sebanyak dua per tiga dari tuntutan JPU.

"Jadi, diputus (pidana penjara) satu tahun empat bulan," tambah Kadek.

Menurut Kadek, hal yang meringankan terdakwa karena pertama, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, dan bersikap sopan selama persidangan.

Baca: Pengacara Amerika Manuel von Ribbeck di Kopi Johny, Keluarga Korban Lion Air Jatuh Digratiskan

Baca: Gisella dan Gading Marten Ungkap Alasan Perceraian tak Bisa Dibatalkan Lagi, Hingga Harta Gono Gini

"(Perdamaian) tidak ada. Cuma, terdakwa mengakui semua perbuatannya dalam persidangan," tegasnya.

Soal putusan tersebut, Kadek mengaku menerimanya.

"Kami terima karena memang itu dua per tiga dari tuntutan kami. Terdakwa sendiri juga menerima," imbuh Kadek.

Baca: Diduga Lakoni Pesta Seks, Inilah Video Penggerebekan 3 Wanita dan 1 Pria di Samarinda

Baca: Felicya Angelista Rayakan Ulang Tahun ke-24, Sang Kekasih Berikan Kejutan Romantis Ini

Baca: Yuk Bikin Stiker WhatsApp dengan Fotomu Sendiri, Begini Cara Mudah Membuatnya

Baca: Lagu Baru Ayu Ting Ting Trending di Youtube, Tembus Jutaan Viewers dalam 2 Hari, Tonton Videonya

Baca: Baim Wong dan Paula Verhoeven Ceritakan Hal Tak Terduga di Malam Pertama Mereka, Ada Kejadian Lucu

Baca: Cara Mengolah Jengkol agar Empuk dan Tak Berbau, Ikuti 4 Tips Berikut

Baca: Kini YouTube Miliki Fitur Mirip dengan Instagram Stories, Ini Keunggulannya

Dituntut Penjara 2 Tahun

Pada persidangan yang lalu, Kadek telah menuntut Chandra dengan hukuman penjara selama dua tahun.

"Kami tuntut dua tahun," ungkap Kadek, Senin, 19 November 2018.

Terkait pasal yang dibuktikan, kata Kadek, yaitu pasal 29 ayat 1 jo 66 tentang pencabulan.

"(Pertimbangan tuntutan) karena dilakukan di tempat, dan terdakwa mengakui perbuatannya," tegasnya.

Baca: Pelaku Pencabulan dan Pembunuhan Bayi 9 Bulan Ditangkap, Ngaku Ada yang Minta hingga Halusinasi

Diketahui, oknum dosen FKIP Unila, Chandra Ertikanto menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang pada Kamis, 27 September 2018.

Chandra duduk di kursi pesakitan PN Tanjungkarang lantaran telah melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya, DCL (21).

Baca: Spontanitas Luhut Pandjaitan Menyamakan Label Prabowo dan Susi Pudjiastuti

Baca: Jokowi Tidak Diundang Panitia Reuni Akbar 212, Ternyata Ini Alasannya

Baca: Chand Kelvin Kembali Dilangkahi Sang Adik, Lihat Prosesi yang Dijalaninya sebelum Akad Nikah

Baca: Cerahkan Kulit Kusam dan Hilangkan Jerawat di Wajah dengan Masker Buah Naga, Begini Cara Membuatnya

Baca: Ragam Cara Alami Kecilkan Perut secara Cepat, Aman untuk Kesehatan

Baca: Menilik Isi Rumah Stan Lee, Sang Legenda Marvel Pencipta Iron Man, Doctror Strange, Spider Man

Baca: Ulik 5 Fakta tentang Tiarani Savitri, Putri Mulan Jameela dari Pernikahan Sebelumnya

Mengenakan kopiah dengan setelan kemeja putih dan celana dasar warna hitam, Chandra tampak tertunduk lemas di sudut kursi terdakwa. 

Sidang tertutup itu hanya berlangsung 15 menit dengan agenda mendengarkan dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kadek Agus Dwi Hendrawan.

Setelah itu, Chandra meninggalkan ruang persidangan dengan langkah cepat.

Ia berusaha menghindari kejaran awak media.

Tiga Kali Cabuli Mahasiswi

Dalam dakwaannya, JPU mengatakan, Chandra telah melakukan tiga kali perbuatan cabul terhadap DCL.

Pencabulan terjadi saat DCL menjalani bimbingan skripsi di ruangan terdakwa.

Kadek menjelaskan, perbuatan pertama dilakukan terdakwa terhadap DCL pada 13 November 2017 di ruangannya, lantai III Gedung L FMIPA Unila.

“Saat itu, terdakwa memerintah korban untuk mencari proposal milik orang lain, sebagai contoh proposal bagi korban.”

“Setelah menemukan contoh proposal, tiba-tiba terdakwa mengambil proposal tersebut.”

“Namun saat mengambil proposal tersebut, dengan sengaja, terdakwa menyentuh dada korban,” tuturnya.

Kejadian kedua pada 29 November 2017.

Saat itu, korban ditemani rekannya mendatangi terdakwa di lantai I Gedung L untuk bimbingan skripsi.

Namun lagi-lagi, perbuatan yang sama terulang kembali.

“Korban hanya terkejut dan diam saja atas peristiwa ini,” imbuh JPU.

Puncaknya, lanjut JPU, terjadi pada 5 Desember 2017 pukul 10.00 WIB, juga di ruang kerja terdakwa di lantai III Gedung L FMIPA Unila.

Saat korban masuk ruangan, terdakwa tiba-tiba menutup pintu.

Terdakwa meminta korban untuk berjanji tidak marah atas perbuatannya yang tidak senonoh.

“Namun, korban menolak. Seketika, terdakwa marah dan mengancam untuk tidak meluluskan korban, jika tidak memenuhi kemauan terdakwa. Korban tetap menolak dan akhirnya pergi keluar ruangan terdakwa.”

“Terdakwa mengatakan kepada korban agar tidak memberi tahu orang lain," bebernya.

Korban pun lari keluar gedung sembari menangis.Ia menceritakan peristiwa itu kepada temannya.

Kemudian pada hari itu, korban pulang ke Metro untuk menceritakan hal yang sama kepada teman dekatnya.

“Tapi, hanya bercerita pendek. Akhirnya, korban ini curhat kepada ibunya mengenai apa yang telah terjadi,” sebutnya.

Rektor Akan Rapat

Terkait status Chandra sebagai dosen FKIP Unila, Rektor Unila Profesor Hasriadi Mat Akin menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu putusan majelis hakim.

Saat dihubungi awak Tribun Lampung, Senin (26/11/2018) petang, Hasriadi mengaku belum mendapat informasi resmi terkait vonis hukuman terhadap dosen Chandra.

"Kami belum dapat informasi atau salinan vonis pengadilan. Kami akan pelajari dulu putusan terhadap dosen ini," ujarnya.

Namun demikian, Hasriadi secepatnya akan mengumpulkan sejumlah pejabat di lingkungan Unila untuk rapat. Pihaknya akan melakukan pembahasan, khususnya mengenai informasi bahwa vonis terhadap dosen Chandra kurang dari 2 tahun.

"Aturannya itu, kalau vonis (hukuman pidana) lebih dari 2 tahun, maka dosen yang terjerat kasus hukum akan diberhentikan dari (pekerjaan sebagai) dosen. Tapi, karena vonisnya kurang dari 2 tahun, maka pimpinan secepatnya menggelar rapat untuk melakukan pembahasan," terangnya.

Lebih dari itu, Rektor Hasriadi berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh sivitas akademis Unila.

"Jangan sampai terlibat tindak pidana. Para dosen seharusnya mentransfer ilmu kepada mahasiswa. Bukan sebaliknya, melakukan hal yang mencoreng nama baik Unila," pesan Hasriadi.

Senada, pengamat hukum dari Fakultas Hukum Unila Yusdiyanto berharap jangan ada lagi dosen maupun sivitas akademika lainnya yang melakukan perbuatan asusila. Sebab, tindakan tersebut akan merugikan institusi Unila.

"Dosen harus memahami etika dan moral. Dengan integritas yang telah teruji, dosen seharusnya bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing," katanya.

Dengan adanya kejadian ini, Yusdiyanto juga berharap para dosen dan sivitas akademika mengintrospeksi diri.

 "Termasuk para mahasiswa, jangan pernah memberi ruang kepada dosen untuk melakukan tindakan tidak terpuji," ujarnya.

Pihak kampus pun diharapkan bisa melakukan pembinaan.

"Harus diakui bahwa pengawasan dari pimpinan kampus hari ini sangat lemah, bahkan cenderung ada pembiaran," kata Yusdiyanto.

Vonis terlalu rendah

Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung menyayangkan rendahnya hukuman Dr Chandra Ertikanto.

Menurut tim kuasa hukum korban DCL, vonis 16 bulan sangat rendah. Mengingat pelaku adalah seorang dosen yang seharusnya menjadi panutan.

"Bahkan, pelaku melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswinya di dalam lingkungan dunia pendidikan," kata Meda Fatmayanti pada Kompas.com, Kamis (29/11/2018).

Lebih lanjut dia mengatakan, selama proses persidangan justru terdakwa menunjukkan sikap tidak kooperatif.

"Dia terus menyangkal dan memberi keterangan palsu, baru di akhir-akhir persidangan terdakwa mengakui perbuatannya," katanya lagi.

Dia menambahkan, keluarga korban ada wacana akan melaporkan kembali terdakwa karena telah memberi keterangan palsu. Pihaknya juga mengajak Unila dan seluruh dunia pendidikan khususnya di Lampung untuk mendukung perlindungan terhadap korban pelecehan seksual.

"Selama dalam proses pendampingan korban, kami mendapat dukungan dari LPSK, Kementerian PP-PA dan Komnas Perlindungan Perempuan," ujarnya.

Tetapi sayangnya, justru Unila belum pernah merespon surat yang dilayangkan oleh tim pendampingan. Bahkan, dia menambahkan, Unila justru memberi bantuan hukum terhadap pelaku.

"Dan kami juga membuka pengaduan dan pendampingan bagi korban pelecehan atau korban kekerasan terhadap perempuan," ujarnya lagi.

Sementara itu, DCL, korban pelecehan seksual di kampus Unila sudah menyelesaikan pendidikannya dan mendapat nilai IPK sekitar 3,2.

"Di awal korban mendapat intervensi dari pembimbingnya untuk mencabut laporannya, namun setelah mendapat pendampingan dari psikolog, korban mulai percaya diri," tambah Mida.

Bahkan, dari pengungkapan korban ini, justru bermunculan korban-korban sebelumnya dan mereka juga turut memberi keterangan kepada tim penyidik di Polda Lampung.

Penggiat isu perempuan ini berharap, akan banyak DCL lain yang berani melapor dan melindungi diri sendiri dari tindakan kekerasan dan pelecehan seksual dari kuasa relasi.

Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Oknum Dosen Unila Cabuli Mahasiswi 3 Kali Saat Bimbingan Skripsi Divonis Penjara 1 Tahun 4 Bulan dan di kompas.com berjudul: Lembaga Advokasi Perempuan Sayangkan Rendahnya Vonis bagi Dosen Cabul

Berita Terkini