TRIBUN-MEDAN.com - Sidang Kasus dugaan korupsi materai Rp6000 senilai Rp 2, 094 miliar di Kantor Pos Medan oleh terdakwa Sri Hartati Susilawati (49) memasuki tahap mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (16/5/2019).
Jaksa Penuntu Umum (JPU) Tommy yang menggantikan Sarjani Sianturi menghadirkan 4 orang saksi yaitu mantan Kacab Kantor Pos 2018 Khairil Anwar Nasution, Wakil Kepala Kacab Chandra, Petugas Loket Pramita sari, Manajer Keuangan, Yuverni Nelsy, dan Petugas Kantor Regional Ringgo.
Dalam keterangannya, Khairil mengaku terkecoh tidak mengetahui kejadian penggelapan yang dilakukan Sri karena kepintarannya bisa menutupi kemasan.
"Sebenarnya brankasnya itu disegel, jadi dengan sedemikian rupa dengan HVS. Prangko ini dikunci loketnya ada pada Marudut atasanny namun ia juga mempunyai kuncinya. Baiknya dia mengemasnya jadi ketika kami melihat seolah-olah masih ada," tuturnya.
Saksi Chandra menerangkan bahwa Sri melakukannya sejak November 2016 hingga April 2018.
"Karena Bu Sri ini rapi sekali mengemas setelah diambil isi perangkonya. Jadi saat diperiksa kita enggak tahu. Kalau dari sisi laporan dan operasional itu semua berjalan baik. Yang kita tidak temukan itu karena mengemasnya sangat rapi," tambahnya.
Saksi Ringgo menjelaskan awal kasus ini terungkap saat Kantor Regional Sumut-Aceh melakukan pengecekan fisik.
"Saat itu ketahuan ada materai Rp3000 sebanyak 153.400 lembar dan Materai Rp6000 sebanyak 2.218.350 lembar yang tidak jelas," ungkapnya.
Menanggapi keterangan para saksi, hakim anggota Ferry Sormin mengaku heran kenapa para saksi yang memiliki kapasitas mengtahui kejadian tersebut bisa membiarkan kasus tersebut berlarut hingga dua tahun lamanya.
"Kenapa para saksi tidak melakukan pemeriksaan? Kenapa kalian tidak menemukan ini? Ini bukan dilakukan dengan sekejap mata, kenapa tidak ditemukan? Kok bisa begitu lama ditemukan ada puluhan juta perangko yang uangnya tak jelas kemana. Saya tidak memihak ya, karena saya hanya ingin menegakkan keadilan," tegasnya dengan nada tinggi.
Bahkan ia sempat menyebutkan bahwa banyak siluman di Kantor Pos Medan. "Jangan jadinya siluman jingkrak- jingkrak di Kantor Pos Medan itu," cetusnya.
Menanggapi keterangan para saksi, terdakwa Sri membantah keterangan dari Ringgo dan menyebutkan bahwa dirinyalah yang melaporkan sendiri perbuatannya bukan hasil penemuan.
"Pak Ringgo tidak benar. Saya yang melaporakan 16 hari sebelum diperiksa," katanya.
Dalam sidang pembacaan dakwaaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan Sarjani Sianturi menjelaskan bahwa uang sebesar Rp 2 miliar lebih tersebut didapatkan terdakwa hanya dalam kurun waktu 2 tahun sejak November 2016 hingga Mei tahun 2018.
"Dimana perbuatan terdakwa Sri yaitu telah menjual ribuan meterai 6000 langsung kepada masyarakat dan tidak melakukan penyetoran uang hasil penjualan kepada kasir secara penuh," ungkapnya.
Bahkan, sang koruptor ini memiliki dua rumah mewah di Jalan Matahari Blok 5 No. 83 Perumnas Helvetia Medan yang Sesuai KTP dan satulagi di Jalan Karya Wisata Komplek Dosen USU No. 17, Kel. Gedung Johor, Kec. Medan Johor Medan.
Jaksa mengungkapkan bahwa terdakwa melakukan aksinya bersama Manager Keuangan dan Benda Pos Materi (BPM) Kantor Pos Medan Marudut Nainggolan.
"Terdakwa Sri Hartati bersama-sama dengan Marudut Nainggolan (berkas terpisah) selaku Manager Keuangan dan BPM Kantor Pos Medan pada bulan Nopember tahun 2016 sampa Mei tahun 2018 bertempat di Kantor PT. Pos Indonesia Kantor Pos Medan 2000 di Jalan Pos Nomor 1, Kesawan, Medan Barat," terangnya.
Jaksa menyebutkan terdakwa diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
"Dengan pasal ini terdakwa dapat diancam pidana penjara dengan penjara seumur hidup dan paling lama 20 tahun dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar," tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa cara terdakwa untuk menutupi perbuatan dan untuk mengelabui pengawasan dengan membuat ganti materai dengan kertsd HVS.
"Terdakwa yang leluasa masuk ke ruangan penyimpanan benda Materai karena memiliki kunci yang diberikan Marudut. Lalu sri menggunakan kardus dan amplop bekas Meterai 6000 yang telah terjual kemudian mengisinya kembali dengan kertas HVS yang dieratkan kembali dengan rapid dimasukkan kembali kedalam kardus Materai kemudian diikatkan dengan tali pengikat tanpa merusak segel," ungkapnya.
Kasus ini terungkap pada 17 Mei 2018 dimana saksi Ringgo Vallerie melakukan pemeriksaan persedian Benda Pos dan Materai (BPM) di Kantor Pos Medan 20000.
"Saksi mengprint Laporan Bulanan persedian Benda Materiyang ada di Web Sistem Informasi Manajemen Konsunyasi dan Filateli sehingga diketahui persedian Benda Materai sebanyak materai 3000 sebanyak 153.400 lembar dan Materai 6000 sebanyak 2.218.350 lembar," tuturnya Jaksa.
Kemudian, Manager Keuangan Benda Pos dan Materai (BPM) Kantor Pos Medan 20000, Yaverni Nelsy melakukan pengecekan fisik benda materai yang ada.
"Ternyata materai 3000 sebanyak 153.400 lembar dan materai 6000 sebanyak 1.869.350 lembar;
Sehingga dari jumlah fisik yang tersedia di dalam gudang ada kekurangan sebanyak 349.000 keping dan kejanggalan yang dilihat saksi bahwa kemasan kardus yang seharusnya berisi materai akan tetapi berisi kertas HVS dan sampul-sampul bekas, sehingga dari temuan tersebut, menghubungi Saksi Sri Hendartk selaku Kepala Regional I Sumatera Utara-Aceh," tutup JPU Sarjani. (vic/tribunmedan.com)