TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN-Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Wilayah Sumatera Utara (Sumut) tengah mendata para warga binaan yang akan dibebaskan.
Seperti yang diketahui, upaya pembebasan narapidana untuk pencegahan dampak penyebaran virus corona (COVID-19).
Keputusan pembebasan warga binaan tersebut sesuai Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Selasa (31/3/2020) lalu.
• TERKINI Syekh Puji, Polisi Periksa 6 Saksi terkait Dugaan Tindak Kejahatan Kekerasan Seksual
Di mana sebanyak 30.000 napi dewasa dan anak di Indonesia akan dibebaskan dalam upaya pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19).
Humas Kanwil Kemenkumham Sumut, Josua Ginting mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan pendataan warga binaan.
"Saat ini kita sedang mendata narapidana yang sesuai dengan mekanisme pembebasan yang diperintahkan oleh pak menteri," katanya.
Josua menuturkan bahwa, setelah pendataan napi dituntaskan, pihaknya baru akan mengusulkannya ke Kemenkumham.
"Setelah itu baru kita usulkan. Mengenai berapa yang akan diusulkan sampai saat ini belum bisa kita publikasikan," ucapnya.
Adapun kriteria pembebasan di Sumut yang berhasil dihimpun yakni, tindak pidana umum, yang telah menjalani masa hukuman separuh dari putusan.
Namun, dalam hal pemulangan narapidana ini tidak berlaku untuk kasus Narkotika, Teroris, Korupsi dan Human Traffic.
Selama masa pandemi corona, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah membebaskan 9589 narapidana dengan memberikan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), dan Cuti Menjelang Bebas(CMB).
Dari 9589 orang narapidana, masing-masing yang menghuni 39 UPT baik itu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Sumatera Utara.
Informasi tambahan yang berhasil dihimpun dari Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv Pas), Jahari Sitepu menuturkan, dari jumlah 9589 orang, yang mendapatkan asimilasi hanya 5102 orang.
Dengan syarat telah menjalani setengah masa hukuman atau Asimilasi per 1 hingga 7 April 2020.
"Jadi dari 9589 orang itu, yang mendapatkan asimilasi 5102 orang saja, dan itupun sudah menjalani setengah masa tahanan per tanggal 1 hingga 7 April 2020," ujarnya Kamis (2/4/2020).
Lebih lanjut dijelaskan, Jahari Sitepu untuk yang telah menjalani 2/3 masa hukuman atau Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas (CMB) tercatat 4487 orang.
"Jadi selebihnya itu yang mendapatkan, PB, CB, CMB, mereka semua itu sudah menjalankan 2/3 masa tahanan," ungkapnya.
Untuk pembebasan pada hari ini, sebanyak 457 warga binaan telah dibebaskan.
"Sementara itu, untuk napi yang bebas karena telah menjalani setengah dari masa hukuman atau asimilasi telah dilaksanakan pada 1 April 2020, ada 457 orang," jelasnya.
Pembebasan melalui asimilasi ini, pihaknya tetap melakukan pemantauan bersama Kejati Sumut.
Dalam hal pembebasan tersebut, masyarakat tidak perlu khawati kepada para napi yang bebas karena mereka telah melalui seleksi yang sangat ketat.
"Masyarakat gausah khawatir terhadap narapidana yang bebas, karena mereka sudah melalui beberapa tahap seleksi," kata Jahari.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham menyatakan narapidana dan anak yang paling banyak dibebaskan melalui usulan asimilasi dan hak integrasi terkait pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19, berasal dari Sumut.
Berdasarkan sistem basis data Pemasyarakatan 29 Maret 2020, narapidana atau anak yang diusulkan asimilasi dan hak integrasi terbanyak berasal dari Sumut yakni sebanyak 4.730 orang.
Disusul provinsi Jawa Timur sebanyak 4.347 orang, serta provinsi Jawa Barat dengan jumlah 4.014 orang.
Pembebasan napi sebagai upaya penyelamatan terhadap narapidana dewasa dan di lapas dan rutan di Indonesia.
Salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus corona.
(mft/tri bun-medan.com)