Bocah Korban Rudapaksa

Diduga Ada Intimidasi, Kuasa Hukum Bocah 12 Tahun yang Dirudapaksa Terinfeksi HIV Mengadu ke LPSK

Editor: Array A Argus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim kuasa hukum JA saat menyambangi kantor LPSK, Senin (26/9/2022). TRIBUN-MEDAN/ALFIANSYAH

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Diduga mendapatkan intimidasi, kuasa hukum bocah 12 tahun berinisial JA, mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Menurut kuasa hukum bocah 12 tahun, Arlius Zebua, kedatangannya ke LPSK untuk meminta perlindungan kepada korban.

Ia menduga, selama ini korban mendapatkan intimidasi, sehingga korban selalu memberikan keterangan yang berubah-ubah.  

"Dugaan kami ada intimidasi, sehingga korban ini tidak leluasa menyampaikan informasi sesungguhnya," kata Arlius kepada Tribun-medan, Senin (26/9/2022).

Namun, Arlius tidak menjelaskan secara detail siapa yang melakukan intimidasi terhadap korban.

"Kalau secara langsung tidak, tetapi kami menduga karena korban ini dalam menyampaikan keterangan nya selalu berubah-ubah," sebutnya.

Dikatakan, sampai saat ini pihaknya sama sekali belum pernah bertemu dengan korban.

"Klien kami dalam memberikan keterangan itu berubah-ubah, kemudian kami pun sejauh ini belum bisa dipertemukan dengan JA. Jadi inilah yang saya maksud ancaman yang tidak nampak ini yang tidak bisa kami ketahui," ujarnya.

Ia menuturkan, hingga saat ini polisi belum berani menetapkan tersangka dalam persoalan tersebut.

"Dengan berkoordinasi bersama LPSK, mereka akan membantu kami dan melakukan proses-proses, agar polisi juga dipermudah untuk menetapkan tersangka atas kasus ini," bebernya.

Sejauh ini, ia mengatakan kesulitan polisi untuk menetapkan tersangka karena keterangan korban selalu berubah-ubah.

"Salah satunya yang dialami oleh JA ini yang kami ketahui sebagai penasehat hukum, ada berupa dugaan ancaman. Polisi tidak bisa menetapkan tersangka, karena ada perubahan - perubahan dari keterangan korban, itu salah satunya," tuturnya.

Padahal, menurutnya dengan sejumlah barang bukti dan keterangan saksi hingga hasil visum, polisi seharusnya sudah bisa menetap tersangka atas kasus tersebut.

"Sejauh ini pihak kepolisian belum ada memberikan informasi tentang perkembangan. Kita sudah tahu bahwasanya dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka itu harus ada dua alat bukti, kemudian ditambah dengan keyakinan polisi," ungkapnya.

"Pertanyaan kami sebagai penasehat hukum, apakah dengan delapan orang yang kita dengar ini, sudah diperiksa sebagai saksi. Ditambah dengan hasil visum apakah itu belum cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, ini tanda tanya kita semua," sambungnya.

Diungkapkannya, dalam kasus tersebut ada tiga orang yang diduga sebagai pelaku yang dilaporkan ke polisi.

Ketiganya yakni, berinisial L, A, dan B. Dua diantaranya merupakan keluarga korban.

"Pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh tiga dan empat orang, sejauh yang kami dengar dari klien kami, itu ada hubungan keluarga dan ada juga orang lain yang bukan hubungan keluarga, pacar ibu korban inisial B," katanya.

Arlius juga meminta kepada LPSK dengan adanya laporan ini bisa bertindak berdasarkan peran dan kewenangannya.

"Tindakan yang kita lakukan setelah ini mungkin salah satunya koordinasi dengan penyidik," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan pihaknya juga akan melaporkan peristiwa ini kepada Komnas HAM dan KPAI dalam waktu dekat ini.

"Kita akan juga akan membuat permohonan kepada Komnas HAM dan KPAI. Jadi inikan ada step by step mungkin untuk hari ini di LPSK besok atau lusa di Komnas HAM dan KPAI," ujarnya.

Diungkapkannya, sejauh ini kendala yang mereka hadapi adalah pihak yayasan yang menampung korban menutup akses pihaknya untuk berjumpa dengan korban.

"Kendala kita contohnya kita tanya posisi korban, mereka (pihak yayasan) tidak memberitahu kan. Biasanya kalau bertemu jumpa tengah tidak bisa langsung jumpa, kita juga tidak tahu mungkin ini salah satu SOP karena ini kan penyakit menular," katanya.

Sebelumnya, Kisah memilukan datang dari JS, bocah perempuan berusia 12 tahun, yang positif terpapar HIV/AIDS dan diduga dijual ke acek-acek (laki-laki tua) di Kota Medan.

Menurut informasi, bocah perempuan berusia 12 tahun ini tidak hanya dijual ke acek-acek saja, tapi juga diduga jadi korban pelecehan adik dari neneknya sendiri.

Saat ini, JA mendapatkan perhatian khusus dan perawatan dari Perhimpunan Tionghoa Demokrat Indonesia (PERTIDI) dan Yayasan Peduli Anak Terdampak HIV.

Dari cerita yang didapat Tribun-medan.com, JA kecil mulanya tinggal berdua bersama sang ibu.

Sebagai orangtua tunggal, sang ibu bekerja banting tulang untuk menghidupi JA.

Lama hidup sendiri, sang ibu kemudian pacaran dengan laki-laki baru.

Dari sinilah mimpi buruk JA berawal.

Setelah berpacaran dengan laki-laki baru, si pria justru tidak bekerja.

Pacar baru si ibu justru memiliki banyak utang dimana-mana.

Ketika JA berusia 7 tahun, sang ibu meninggal dunia karena sakit.

Setelah ditinggal wafat sang ibu, JA hidup bersama pacar ibunya, dan dua saudara tirinya.

Mereka kerap berpindah-pindah tempat menghindari penagih utang, yang selalu datang mencari ayahnya.

Sebelum berpindah tempat, JA sempat tinggal di rumah neneknya berinisial KT.

Nahas, saat tinggal bersama sang nenek, JA justru diduga jadi korban pencabulan CA, adik sang nenek.

Usai tinggal di rumah sang nenek dan berpindah tempat, JA kemudian dititipkan kepada AL.

AL adalah paman JA.

Menurut informasi, AL ini keponakan dari nenek JA berinisial KT.

Selama tinggal dengan AL, JA justru dijual ke acek-acek.

JA jadi korban perdagangan manusia atau human trafficking.

Selama tinggal dengan AL, JA diduga kerap ditawarkan kepada sejumlah pria hidung belang.

Dari penuturan JA, dia dijual ke acek-acek dengan harga Rp 300 ribu.

Tidak hanya itu, AL juga menjual anaknya sendiri kepada lelaki hidung belang. 

Kisah pilu JA ini lantas didengar oleh Team Fortune Community.

Kisah pilu JA ini lantas didengar oleh Team Fortune Community.

Team Fortune Community kemudian menyampaikan informasi kondisi JA kepada Perhimpunan Tionghoa Demokrat Indonesia (PERTIDI).

Tak butuh waktu lama, para orang baik ini kemudian menyelamatkan jiwa bocah malang ini.

Ia kemudian dirawat di satu tempat, guna memulihkan kondisi fisik dan mentalnya.

Dari hasil pemeriksaan medis, JA terpapar HIV?AIDS akibat diduga dijual ke acek-acek untuk disinyalir menjadi budak nafsu. 

"Dalam penangan ini, Yayasan Peduli Anak Terdampak HIV juga ikut bersama-sama agar JA dapat ditangani. Kami akan memperjuangkan hak-hak hukum terhadap JA dan mengupayakan hadirnya rumah singgah," kata Ketua PERTIDI David Ang, Selasa (13/9/2022).

Karena JA diduga mengalami berbagai tindak kekerasan seksual, PERTIDI kemudian menunjuk kantor hukum CN Iustitia sebagai kuasa hukum korban.(cr11/tribun-medan.com)

Berita Terkini