Menjawab rasa ragu atas kemanan dan ketertiban yang selama ini terjadi dan juga menyelesaikan proses hukum yang masih mangkrak di meja-meja penyidik.
"Proses hukum atas banyaknya kasus yang masih mandek seperti perkara DPO, itu harus diselesaikan demi rasa kepuasan masyarakat terhadap kinerja kepolisian, praktek oknum polisi nakal juga harus disanksi tegas agar tidak terjadi lagi kedepannya," pungkasnya.
Kasus Pemerasan Oknum Polda Sumut
Beberapa minggu terakhir, kasus yang paling menonjol dan menjadi perhatian publik adalah kasus pemerasan yang dilakukan penyidik Dit Reskrimum Polda Sumut terhadap dua orang transpuan.
Ada empat polisi yang sudah terbukti melakukan pemerasan.
Mereka adalah Ipda PG, Bripka AK, Brigadir D dan Briptu AS.
Sayangnya, keempat polisi ini cuma dijatuhi sanksi demosi.
Karena hukuman yang ringan itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan bereaksi keras.
"Sudah sepatutnya secara hukum, Dit Reskrimum Polda Sumut harus segera menetapkan empat anggota polisi terduga pelaku pemerasan dan penjebakan kasus sebagai tersangka dan melalukuan penahanan," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra, Senin (17/7/2023).
Irvan menilai, seluruh bukti yang diserahkan pihaknya sudah memenuhi syarat untuk menetapkan satu perwira Polwan berinisial PGMS dan tiga lainnya sebagai tersangka.
Bahkan, mereka juga sepatutnya ditahan di sel pidana umum, bukan hanya Patsus seperti sebelumnya.
Dari bukti-bukti yang sudah diberikan LBH Medan ke Polda Sumut, empat personel itu patut diberi sanksi pidana 9 tahun penjara.
Mereka mengancam, apabila Direktur Reserse Kriminal Umum tidak segera menetapkan tersangka dan menahan empat personel, mereka akan bersurat ke Mabes Polri agar kasus diambil alih.
"Adapun pasal yang disangkakan dalam hal ini 368, 220 & 318 KUHP, dengan ancaman 9 Tahun penjara telah memenuhi unsur untuk dilakukan penahanan," pungkasnya.
-
Minta Agar Dipecat
Selain mendesak Polda Sumut untuk mempidanakan empat polisi pemeras tersebut, LBH Medan juga mendesak agar pelaku dipecat.
Pasalnya, keempat polisi pemeras ini patut diduga sudah melakukan pelanggaran kode etik berat, sebagaimana Pasal 17 Ayat (3), Pasal 5, 7 dan 8 Perpol Nomor : 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Kode Etik Kepolisian Negara RI dan diduga telah melanggar pasal 368, 220 dan 318 KUHPidana, UUD 1945, UU 39 Tahun 1999 Tentang HAM, ICCPR dan Duham.