TRIBUN-MEDAN.COM – Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsdya Henri Alfiandi berkelit lawan KPK karena dirinya masih militer aktif.
Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi ikut memberikan komentar mengenai pernyataan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi melalui akun Twitternya @islah_bahrawi
“Terimakasih Kabasarnas. Bpk telah menyadarkan saya, betapa pentingnya Supremasi Sipil bagi bangsa ini ke depan. Jelas2 sudah dinyatakan Tersangka Korupsi oleh KPK di lembaga non-militer pun masih berkelit di balik statusnya sebagai militer aktif. Enough!,” tulis Islah Bahrawi, Jumat (28/7/2023).
Sementara itu, sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, lokasi dan waktu kejadian dugaan tindak pidana suap yang dilakukan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi, terjadi saat dirinya masih aktif sebagai prajurit TNI.
Sehingga, meskipun Panglima TNI Laksamana Yudo Margono telah menunjuk Marsdya Kusworo untuk menggantikan Henri yang hendak memasuki masa pensiun, penanganan perkara ini tetap diserahkan KPK ke Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Baca juga: Ternyata Cuma Segini Gaji Kabasarnas Henri Jadi Tersangka KPK, Punya Harta Rp 10 M & Pesawat Terbang
Baca juga: Sosok Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, Kepala Basarnas yang Ditetapkan Tersangka Korupsi oleh KPK
"Kan kita ada tempus delicti. Kejadiannya kan sudah dari situ, pas kejadian yang bersangkutan masih aktif. Makanya, tunduk pada ketentuan-ketentuan di TNI," kata Alex, Jumat (28/7/2023).
Karena tempus delicti tersebut, kata Alex, KPK berkoordinasi dengan pihak TNI mengenai penegakan hukum terhadap dugaan perbuatan Henri.
Henri sendiri telah berusia 58 tahun pada 24 Juli kemarin. Namun, masa pensiunnya baru akan dihitung mulai 1 Agustus 2023.
"Kan pensiunnya bulan ini kan, biasanya itu terhitung mulai bulan depan tanggal 1 Agustus," tutur Alex.
Sebelumnya, KPK menetapkan Henri dan orang kepercayaannya, Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
Ia juga merupakan prajurit TNI Angkatan Udara (AU) berpangkat Letkol Adm.
Mereka diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023 dari berbagai pihak.
KPK juga menetapkan tiga pihak swasta sebagai tersangka pemberi suap.
Mereka adalah terduga penyuap, yaitu Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Ketiga orang itu diduga memberikan uang sekitar Rp 5 miliar kepada Henri Alfiandi melalui Afri karena ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan di Basarnas.
Pengusutan dugaan korupsi di Basarnas diungkap ke publik setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023).
Baca juga: OTT KPK, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi Jadi Tersangka Diduga Terima Suap Rp 88 M
Baca juga: Sosok Henri Alfiandi, Kepala Basarnas Jenderal Bintang 3 TNI AU Jadi Tersangka Korupsi oleh KPK
Di sisi lain, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda R Agung Handoko menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhak menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) RI Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto, sebagai tersangka.
Danpuspom mengatakan, yang bisa menentukan status tersangka personel TNI adalah penyidik Puspom TNI.
“Penyidik itu kalau polisi, enggak semua polisi bisa, hanya penyidik polisi (yang bisa menetapkan tersangka). KPK juga begitu, enggak semua pegawai KPK bisa, hanya penyidik," tutur Agung saat dihubungi, Kamis (27/7/2023).
"Di militer juga begitu, sama. Nah untuk militer, yang bisa menetapkan tersangka itu ya penyidiknya militer, dalam hal ini polisi militer,” imbuhnya. Ia menambahkan bahwa KPK telah menyalahi aturan.
“Prosedurnya untuk menetapkan tersangka ini ya kurang tepat secara aturan sebetulnya,” kata Agung.
Selain itu, ia menuturkan, Puspom TNI hanya diberitahu KPK soal penanganan kasus hukum Henri dan Afri statusnya naik dari penyelidikan ke penyidikan, bukan penetapan tersangka.
“Kalau pada saat itu dikatakan sudah koordinasi dengan POM TNI, itu benar, kami ada di situ (saat penangkapan). Tapi tadi, hanya peningkatan penyelidikan menjadi penyidikan,” ucap Agung.
Baca juga: Penampakan Pesawat Zenith 750 Milik Marsekal Madya Henri Alfiandi
Saat ini, Puspom TNI masih menunggu laporan resmi dari KPK yang menyatakan bahwa Henri dan Afri tersangkut kasus hukum.
“Kami belum menerima laporan polisi dari KPK. Secara resmi KPK belum melapor ke TNI ada personel yang terlibat kasus,” ujar Agung.
Disisi lain, Henri mengatakan penetapan dirinya sebagai tersangka harusnya mengikuti mekanisme yang berlaku karena dirinya militer aktif.
"Penetapan saya sebagai tersangka semestinya melalui mekanisme hukum yang berlaku. Dalam hal ini saya masih militer aktif," kata Henri kepada wartawan, Kamis (27/7/2023).
Henri mengatakan akan mengikuti proses hukum di TNI terkait kasus ini. Ia juga telah membantah dugaan mengakali sistem lelang elektronik demi mendapatkan fee dalam proyek pengadaan barang di Basarnas.
"Saya akan mengikuti proses hukum yang berlaku di lingkungan TNI untuk masalah ini," pungkasnya.
(*/TRIBUN-MEDAN.COM)
Baca juga: SOK JAGO! Pengemudi Fortuner Ngamuk dan Tampar Pengendara Lain Gegara Tak Terima di Dahului
Baca juga: Sosok Pemilik Asli X Kesal Akunnya Dijajah Elon Musk, Tiba-tiba Diambil Tanpa Imbalan Sepeserpun
Baca juga: Ternyata Cuma Segini Gaji Kabasarnas Henri Jadi Tersangka KPK, Punya Harta Rp 10 M & Pesawat Terbang