TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Tim Kuasa Hukum Mantan Wali Kota Siantar RE Siahaan kembali melakukan perlawanan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
Hal ini dilakukan setelah ketidakpuasan terhadap putusan Pengadilan Negeri Siantar yang dinilai belum memenuhi rasa keadilan.
Daulat Sihombing SH, Kuasa Hukum RE Siahaan menyampaikan bahwa pihaknya selaku Penggugat/ Pembanding menyatakan keberatan dan menolak secara tegas terhadap Putusan Hakim Judex Factie sepanjang mengenai putusan Dalam Pokok Perkara.
Kuasa hukum menilai bahwa hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar keliru karena tidak mempertimbangkan fakta hukum yang dialami oleh RE Siahaan.
"Hakim Judex Factie Tidak Mempertimbangkan Fakta Hukum Bahwa Putusan Perkara Pidana Penggugat/Pembanding baik mengenai pidana pokok maupun pidana tambahan uang pengganti telah tuntas dieksekusi," ujar Daulat dalam salinan memori bandingnya.
Padahal menurut kuasa hukum, sejumlah ahli yang dihadirkan untuk menjawab keterangan tergugat KPK, Kemenkeu RI dan Kementerian ATR/BPN sudah memberikan keterangan yang jelas. Bahwa telah terjadi perbedaan antara putusan hukum dengan eksekusi yang merugikan RE Siahaan.
"Hakim Judex Factie salah dan keliru dalam mempertimbangkan Surat Perintah Penyitaan dalam rangka eksekusi pembayaran Uang Pengganti Nomor : Sprin.PPP-01/01-26/Ek.S/05/2015, Tanggal 29 Mei 2015," kata kuasa hukum.
"Putusan Hakim Judex Factie melanggar atau bertentangan dengan asas kepastian hukum," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, RE Siahaan divonis bersalah oleh Mahkamah Agung atas kasus dugaan korupsi saat menjabat sebagai Wali Kota Pematangsiantar tahun 2012. Namun dalam perjalanannya, RE Siahaan merasa sangat dirugikan oleh KPK yang kini menjadi tergugat I, Kemenkeu RI tergugat II, dan Kementerian ATR/BPN tergugat III.
Menurut Daulat, tindakan Tergugat I yakni KPK yang melakukan eksekusi kedua berupa Penyitaan/ Perampasan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti atas tanah dan bangunan milik RE Siahaan sebagaimana tersebut dalam SHM No. 302 bertentangan dengan hukum.
Surat Perintah Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor : Sprin.PPP-01/01-26/Ek.S/05/2015, tanggal 29 Mei 2015 yang dibuat dan dikeluarkan oleh KPK RI didasarkan pada kutipan amar putusan pengadilan yang diubah.
Alhasil tindakan melakukan eksekusi berupa Penyitaan/ Perampasan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti atas tanah dan bangunan milik RE Siahaan sebagaimana tersebut dalam SHM No. 302 bertentangan dengan hukum.
Daulat kemudian menerangkan bahwa tanah dan bangunan milik RE Siahaan tidak merupakan barang sitaan/ rampasan dari serangkaian proses penyidikan, penuntutan dan peradilan, dan juga tidak merupakan bagian dari objek putusan pengadilan.
"Sehingga tindakan Tergugat I yang melakukan eksekusi kedua berupa Penyitaan/ Perampasan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti atas tanah dan bangunan milik Penggugat sebagaimana tersebut dalam SHM No. 302 bertentangan dengan hukum," kata Daulat
(alj/tribun-medan.com)