Berita Viral

NASIB Rosmaida Purba Kepsek SMA 8 Ngotot Siswi MSF Tak Naik Kelas, Lagak Keras Kini Didesak Dicopot

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

NASIB Rosmaida Purba Kepsek SMA 8 Ngotot Siswi MSF Tak Naik Kelas, Lagak Keras Kini Didesak Dicopot

TRIBUN-MEDAN.COM – Beginilah nasib Kepala Sekolah SMAN 8 Medan Rosmaida Purba usai ngotot tidak menaikkan kelas siswa berinisial MSF.

Adapun lagak keras Kepsek SMAN 8 Medan Rosmaida Purba yang ngotot tidak menaikkan kelas MSF ke kelas XII kini membuatnya dikecam hingga didesak dicopot.

Seperti diketahui Kepsek SMAN 8 Medan Rosmaida Purba diduga tidak menaikkan kelas MSF buntut orang tua siswi tersebut melaporkan dirinya ke polisi dalam dugaan pungli di sekolah.

Namun ia membantah pihaknya tidak meluluskan seorang siswi kelas XI berinisial MSF karena orang tuanya melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) di SMAN 8 ke polisi.

Rosmaida menyebut tidak naik kelasnya MSF murni dilakukan berdasarkan hasil rapat pleno kenaikan kelas yang dilakukan oleh seluruh tenaga pendidik di SMAN 8.

"Ada tiga kriteria untuk menentukan kelulusan siswa. Dan siswi yang bersangkutan itu terkena kriteria kehadiran, karena dalam satu tahun total ketidakhadirannya tanpa keterangan mencapai 34 hari," ujar Rosmaida saat memberikan keterangan pers di SMA N 8 Medan, Senin (24/6/2024).

Adapun rincian ketidakhadiran MSF, kata Rosmaida, pada semester pertama tidak hadir selama 11 hari, sementara pada semester kedua 23 hari.

"Itu tanpa keterangan, sementara kalau izin dan sakit itu totalnya 18 hari. Jadi dia tidak hadir dalam satu tahun itu ada 52 hari," katanya.

Rosmaida menjelaskan, jumlah hari aktif belajar dalam satu tahun adalah 266 hari.

Dalam kurikulum 2013, kata dia, maksimal absensi siswa adalah 10 persen dari total hari aktif belajar mengajar.

Rosmaida mengatakan, berdasarkan Permendikbud Nomor 23 tahun 2016 butir E di pasal 10 bahwa kenaikan kelas ditentukan berdasarkan rapat dewan pendidik atau rapat dewan guru.

Pilu Nasib Maulidza Siswi SMAN 8 Medan Tak Naik Kelas Usai Orangtua Adukan Kepsek Pungli ke Polisi (KOLASE/TRIBUN MEDAN)

"Jadi di sekolah ini kita tetapkan tiga kriteria untuk kenaikan kelas. Dari tiga itu, siswi ini terkena di poin ketidakhadiran. Bukan di poin nilai, meskipun urutannya secara nilai dia peringkat 28 dari 30 siswa," ucapnya.

Rosmaida membenarkan dirinya memang dilaporkan ke kepolisian terkait dugaan pungli.

Ia juga sudah menjalani persidangan dengan agenda pemberian keterangan.

"Februari itu saya memang dilaporkan, saya sudah sampaikan semua keterangan. Tapi yang saya sayangkan kenapa harus dilibatkan siswi ini, dia masih di bawah umur, dia di sini untuk belajar, itu yang saya kecewa," katanya.

Dia juga menjelaskan bahwa MSF mulai sering tidak hadir sejak Februari, pascadirinya dilaporkan ke polisi.

"Kami kirimkan surat pemanggilan ke orangtuanya untuk menanyakan penyebab kehadiran. Tapi tidak ada hadir orangtuanya," katanya.

Rosmaida berharap tidak ada lagi pihak yang menyangkutpautkan dirinya dilaporkan ke polisi dengan ketidaklulusan MSF di kelas XI.

"Saya berharap tidak ada lagi disangkutpautkan. Karena itu murni karena absensi, tidak ada karena unsur lain. Itu semua tidak benar," pungkasnya.

Aksi Rosmaida itupun disorot Dinas Pendidikan Sumatera Utara hingga didesak copot oleh DPRD.

Dinas Pendidikan Sumatera Utara memanggil guru-guru SMA Negeri 8 Medan untuk menelusuri kasus tinggal kelasnya MSF.

Kepala Bidang SMA Disdik Sumut, M Basir Hasibuan mengatakan pemanggilan ini untuk menanyakan beberapa guru yang disebut membantah keputusan Kepala Sekolah SMAN 8 Medan Rosmaida Asianna Purba untuk tidak menaikkan MSF ke kelas XII.

Baca juga: Nasib Kepsek SMA 8 Rosmaida Ngotot Siswi MSF Tinggal Kelas Dibahas di DPRD, Respons Ortu MSF . . .

"Jadi langkah yang kami lakukan sekarang adalah memanggil guru-guru untuk menanyakan prosedural. Karena kami dengar ada guru yang protes di waktu itu, ada guru yang membantah tapi tidak dihiraukan kepsek. Maka itu yang mau kami kroscek. Kalau kepsek bilang dua guru, tapi kalau kami tanya guru yang lain ada empat," ujar Basir saat dikonfirmasi, Senin (1/7/2024).

Dikatakan Basir, berdasarkan hasil pengecekan yang dilakukan pihaknya H+1 video viral tersebut, tidak ada guru yang mendukung keputusan Rosmaida. Justru, kata dia, beberapa ada yang membantah.

"Bahkan kami tanya ada yang mendukung ga? Enggak ada yang mendukung, yang menbantah yang ada. Makanya ini mau kami kroscek lagi kami panggil. Rencana Hari Kamis ini," ucapnya.

Basir mengatakan, pemanggilan guru tersebut merupakan pemanggilan kedua.

"Panggilan kedua sebenarnya itu nanti. Karena kemarin agak buru-buru juga kami panggil karena waktu libur mungkin. Makanya ini panggilan kedua. Panggilan pertama kami panggil guru-gurunya juga. Ini panggilan kedua. Kalau kepsek belum kami panggil, kepsek baru dipanggil Ombudsman," katanya.

Basir membenarkan bahwa Rosmaida menyampaikan surat penolakan untuk meninjau ulang keputusannya.

Surat tersebut dikirim Rosmaida ke Disdik Sumut usai bertemu dengan Kadisdik Sumut Abdul Haris Lubis dan diminta melakukan peninjauan ulang.

"Sebelumnya sudah diminta pak kadis untuk mengalah. Karena semua tugasnya (MSF) tuntas, perilakunya baik, kalau tinggal dia satu tahun mau ngapain dia? Orang sudah tuntas seluruhnya. Itu dilampirkan pak kadis. Dia (Rosmaida) diam saja, nangis. Kemudian besoknya ngirim surat dia, bahwa menolak untuk peninjauan ulang," pungkasnya.

Sebagai informasi, kasus tidak naik kelasnya siswi kelas XI SMAN 8 Medan berinisial MSF mencuat. Hal ini pasca sang ayah mengunggah video keberatannya sang anak tidak naik kelas.

Orang tua MSF Coky Indra menduga, tidak naik kelasnya MSF berhubungan kuat dengan laporannya ke Polda Sumut terkait dugaan pungli di SMAN 8 Medan.

Kepala Sekolah (Kepsek) SMA Negeri 8 Medan, Rosmaida Asianna Purba, menolak dengan tegas permintaan Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Haris Lubis, agar mencabut keputusannya yang tidak menaikkan kelas siswi kelas XI yang bernama Maulidza.

Rosmaida Purba menyebut keputusan itu diambil usai mereka melakukan rapat.

Adapun surat penolakan dari Kepsek Rosmaida Purba kepada Kadis Pendidikan Haris Lubis itu bernomor 420/337/SMAN 8/VI/2024. Surat itu tertanggal 26 Juni 2024.

"SMA Negeri 8 Medan tidak dapat melakukan peninjauan kembali terhadap keputusan yang sudah dilaksanakan," demikian isi surat Kepsek Rosmaida Purba tersebut dikutip, Sabtu (29/6/2024.

Lebih lanjut, Rosmaida Purba menegaskan, keputusan yang diambil mereka tidak ada kaitannya dengan orang tua siswi, MS yang melaporkan dirinya ke polisi dalam dugaan pungutan liar (pungli) di SMAN 8 Medan.

Keputusan itu disebut Kepsek Rosmaida Purba sudah sesuai dengan Permendikbud nomor 23 tahun 2016. 

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumatera Utara Abdul Haris Lubis menyebut Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Medan Rosmaida Asianna Purba enggan mengindahkan arahannya untuk meninjau ulang keputusannya.

"Kami sudah menyurati dan memanggil Kepala Sekolah (Kepsek) SMA Negeri 8 Medan, Rosmaida Asianna Purba, untuk meninjau ulang dan mengevaluasi keputusan terhadap siswi berinsial MSF yang viral karena tinggal kelas. Tapi saya tidak tahu apa dalam pikirannya, berkeras dalam putusan itu," ujar Haris, dikutip Sabtu (29/6/2024).

Haris menuturkan, Disdik Sumut akan tetap mengungkapkan fakta-fakta baru atas kelalaian dari Rosmaida dan SMAN 8 Medan.

"Tidak apa-apa (dia berkeras) kita akan tindaklanjuti lagi sampai melihat fakta-fakta yang lebih jauh. Untuk kita berikan laporan (keputusan yang baru),"kata Haris.

Haris mengungkapkan bahwa di SMAN 8 Medan menerapkan dua kurikulum merdeka belajar dan Permendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.

"Artinya hari ini merdeka belajar hampir tidak ada tinggal kelas. Permendikbud nomor 16 tahun 2016 itu, menyatakan kriteria kenaikan kelas ditentukan sekolah. Tapi, itu disosialisasikan pada awal tahun ajaran. Semua harus tahu, siswa, orang tua dan guru-guru. Contoh berapa banyak tidak masuk sekolah, akan tinggal kelas, itu harus tahu dia semua, ini kan tidak," jelas Haris.

Haris menjelaskan kelalaian dilakukan SMAN 8 Medan minimnya pembinaan terhadap siswa-siswi yang banyak absen atau tidak masuk sekolah. Sehingga atas dasar itu, kata dia, harus dilakukan evaluasi dan ditinjau ulang keputusan itu.

"Itu ketahui kelalaian dan pembinaan hampir tidak ada. Itu kelalaian kita, kalau itu kelalaian jangan malu untuk mengevaluasi. Itu opini saya bangun sesuai dengan fakta di lapangan. Saya minta evaluasi lah itu. biar redah (permasalahan ini), karena kelalaian kita banyak tapi dia berkeras. Kita akan periksa lebih jauh," ucap Haris.

Kemudian, Haris membeberkan kelalaian yang lain dilakukan Rosmaida.

Baca juga: USUNG Rico Waas Zakiyuddin di Pilwakot Medan, Gerindra dan NasDem Koalisi

Dimana menggelar rapat dewan guru terhadap keputusan peserta didik naik kelas atau tidak, tanpa peraturan ketentuan ditetapkan, contoh jumlah guru yang mengikuti rapat tersebut.

"Dalam rapat dewan guru itu, harus ada jumlahnya. Tapi, ini tidak sesuai, sudah diambil keputusannya. Itu tidak diteken semua sama guru. Itu kita temukan, kami periksa banyak kelalaian dalam keputusan itu," ucap Haris.

Haris mengaku sudah memanggil Rosmaida menghadap memberikan masukan dan solusi, untuk mengevaluasi dan ditinjau kembali keputusan itu. Agar permasalahan selesai dan tidak berlarut-larut lama.

"Secara lisan saya ngomong sama dia, sudah ibu mohon untuk kali ini, ibu mengalah pada diri ibu, agar dapat diselesaikan secara cepat. Turuti sesuai dengan surat saya, untuk dapat dievaluasi dan mengalah untuk kebaikan semua hal," pungkasnya.

Namun, Rosmaida Purba tetap ngotot dengan sikapnya. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan Sumut telah membentuk tim untuk memeriksa dan mendalami kasus ini. Disdik akan memanggil guru-guru yang ada dalam rapat penentuan tinggal kelas itu.

Baca juga: Baru Lulus SMA, Betrand Peto Langsung Permak Wajahnya Demi Terlihat Maskulin Usai Sarwendah Oplas

DPRD Geram Desak Copot Kepsek SMA 8 Medan

Disisi lain kasus siswa SMA Negeri 8 (SMA 8) Medan MSF tinggal kelas yang sempat viral mendapat sorotan DPRD Sumut.

Teranyar, Komisi E DPRD Sumut memanggil Kepsek SMA 8, Guru hingga wali murid.

Sementara sang Kepsek sudah diminta untuk dicopot. 

DPRD Provinsi Sumatra Utara menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus siswi MSF yang tinggal kelas.

Santer kabar siswi tinggal kelas dikatikan dengan lapoan orangtuanya terkait pungutan liar (pungli) di sekolah tersebut.

Pelaksanaan RDP terkait pemanggilan sang kepsek tertuang dalam surat Sekretariat DPRD Sumut Nomor 005/2266/Sekr DPRD/VI/2024 kepada Wali Murid dan Murid SMA Negeri 8 Medan.

Komisi E DPRD Sumatera Utara meminta Kepala Sekolah SMAN 8 Medan Rosmaida Asianna Purba untuk menarik keputusan yang membuat siswi Maulidza Sari tinggal kelas.

Ketua Komisi E DPRD Sumut, Edi Surahman mengatakan, hal itu dikarenakan berdasarkan keterangan Disdik Sumut, Maulidza memiliki nilai yang cukup baik.

"Sudah ada kesepakatan, mungkin dinaikkan kelas tapi dengan ada persyaratan. Karena kalau tinggal kelas tidak solusi. Karena saya dengar dari Dinas Pendidikan, si murid nilainya bagus, enggak layak juga ditinggal (kelas) kan," ujar Edi Surahman saat diwawancarai usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Sumut, Rabu (3/7/2024).

Dikatakan Edi, adanya ketidakhadiran Maulidza tidak bisa dijadikan persyaratan untuk tidak naik kelas.

"Tapi mungkin ada absen-absen itu terjadi setelah ada perselisihan paham antara orang tua murid dan kepsek. Tapi itu tidak bisa jadi persyaratan bagi kami, sehingga tetap bisa dinaikkan (kelas). Artinya kita tidak mengintervensi pihak manapun kalau bisa cari solusi terbaik," ungkapnya.

Dia juga meminta agar SMAN 8 Medan lebih fokus kepada pembinaan siswa.

Sehingga tidak harus melibatkan siswi MSF dalam urusan pelaporan orang tua siswa ke Polda Sumut.

"Saran kami cari solusinya karena di sekolah ini kan sifatnya pembinaan. Tolong dicari peraturannya sehingga menjadi tolok ukur supaya murid ini bisa melanjutkan sekolah, tidak tinggal kelas," katanya.

Terkait persyaratan agar MSF naik kelas, Edi mengaku tidak dibahas secara rinci di dalam rapat.

"Syaratnya kita tunggu saja apa solusinya, cari syarat yang terbaik kalau bisa jangan tinggal kelas, dengan catatan persyaratan khusus. Pihak sekolah mau mengikuti instruksi, saya yakin pasti ada kesepakatan yang baik," pungkasnya.

Ketua Komisi E DPRD Sumut, Edi Surahman saat diwawancarai usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Sumut, Rabu (3/7/2024). (TRIBUN MEDAN/RECHTIN HANI RITONGA)

Sebelumnya, anggota Komisi E DPRD Sumatra Utara, Hendro Susanto mengatakan, dalam waktu dekat Komisi E akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Kepala Sekolah SMAN 8 Medan dan orangtua siswi terkait viralnya video orang tua siswi berinisial MSF yang kecewa karena anaknya tinggal kelas.

Hal ini diduga kuat berkaitan dengan orang tua MSF yang melaporkan kepala sekolah SMAN 8 dengan dugaan pungli dan korupsi.

"Kita akan panggil Kadis Pendidikan dan orangtua siswi, karena DPRD berpihak kepada masyarakat yang terzalimi, kita akan mendudukkan dulu ini semua secara terang benderang," ujar Hendro Susanto, Senin (1/7/2024).

Hendro juga meminta agar Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumut Abdul Haris Lubis segera mencopot Rosmaida Asianna Purba dari jabatan Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Medan.

Hal itu guna mempermudah proses penyelidikan terkait dugaan pungli.

"Kita meminta Kepala Dinas Pendidikan Sumut untuk segera mencopot Kepala SMA Negeri 8 Medan, agar proses penyelidikan terhadap orang tua siswa yang mengadukan dugaan pungli itu bisa dilakukan dengan mudah," tambahnya.

Hendro menilai jika memang ada indikasi siswi SMA Negeri 8 Medan berinisial MSF tidak naik kelas karena orang tua melaporkan dugaan pungli, maka hal itu merupakan bentuk kriminalisasi. Sehingga Kadisdik diminta agar tidak takut untuk mencopot Rosmaida.

"Kalau memang ada indikasi siswi ini tidak naik kelas karena orang tua siswi ini melaporkan dugaan pungli, maka ini bentuk dalam tanda kutip kriminalisasi kepada siswa, ini nggak boleh terjadi," ucapnya.

"Kalau kadis takut untuk mencopot berarti kita pertanyakan sikap negarawan kadis, kenapa kadis nggak mau copot?" katanya.

Pungutan dalam Permendikbud juga dinilai tidak wajib. Apalagi jika orang tua siswi tidak mampu.

"SPP sifat nya apa, wajib? Nggak begitu, lihat aja Permendikbud nya, kalau orang nggak mampu ya nggak mampu, ngak boleh dipaksa," pungkasnya.

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Baca juga: TERKUAK Ketua KPU Hasyim Asyari Rudapaksa Anggota PPLN hingga Trauma, Korban Menangis di Sidang

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan  

Berita Terkini