TRIBUN-MEDAN.com - Negara Indonesia masih berjuang menekan angka stunting anak balita. Lebih dari 5 tahun program menekan angka stunting terus dilakukan.
Pemberian makanan bergizi, pembekalan pengetahuan terkait makanan bergizi terus dilakukan dengan anggaran yang fantastis.
Pemerintah menargetkan generasi emas pada 2045 dengan pemberian makanan yang bergizi bagi bayi dan ibu hamil.
Namun lagi-lagi, korupsi terjadi dalam program tersebut.
KPK menemukan ada praktik korupsi dalam pengadaan pemberian makanan tambahan (PMT) di lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Program yang seharusnya bertujuan mulia untuk mencegah stunting ini ternyata diakali dengan mengurangi nutrisi penting dalam biskuit untuk balita dan ibu hamil, lalu menggantinya dengan komposisi tepung dan gula yang lebih banyak.
Baca juga: Bupati Daeng Manye Diperiksa KPK Dugaan Korupsi,Sang Adik Komjen Fadil Imran Dicopot dari Kabaharkam
Baca juga: Tiba di Rumah Duka Asahan, Jenazah Azwar yang Tewas di Kamboja Disambut Tangis Keluarga
Baca juga: Gubsu Bobby Lantik Eks Direktur PD Pembangunan Kota Medan Jadi Dirut Perumda Tirtanadi
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa komposisi gizi utama dalam biskuit tersebut sengaja dikurangi demi keuntungan haram.
“Pada kenyataannya biskuit ini nutrisinya dikurangi. Jadi lebih banyak gula dan tepungnya. Sedangkan premiksnya, nyebutnya premiks nih, karena baru saja kita komunikasikan. Itu dikurangi,” kata Asep Guntur dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
Premiks adalah campuran vitamin dan mineral yang menjadi komponen kunci untuk meningkatkan nilai gizi makanan tambahan tersebut.
Dengan dikuranginya komponen vital ini, tujuan utama program untuk memberikan asupan bergizi demi menekan angka stunting menjadi sia-sia.
Ironisnya program ini dirancang khusus untuk intervensi gizi pada kelompok paling rentan.
"Jadi untuk memberikan nutrisi kepada ibu hamil dan anak-anak yang stunting, maka pemerintah membuat program untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi dan juga bagi ibu hamil,” jelas Asep.
Baca juga: Divonis 15 Tahun, Aipda Robig Pembunuh Siswa di Semarang Ajukan Banding,Sebut Hakim Tak Punya Nurani
Baca juga: Keroyok 2 Pelajar yang Melintas, Gerombolan Pelajar Diserang Balik Warga di Jl SM Raja Medan
Namun akibat praktik korupsi ini, biskuit yang didistribusikan tidak lebih dari sekadar camilan manis tanpa khasiat gizi yang diharapkan.
Pengurangan nutrisi ini tidak hanya menurunkan kualitas tetapi juga membuat harga produksi menjadi lebih murah, yang kemudian celahnya dimanfaatkan untuk meraup keuntungan ilegal dan menimbulkan kerugian negara.
“Di situlah timbul kerugian. Biskuitnya memang ada, tapi gizinya tidak ada. Hanya tepung saja sama gula. Itu tidak ada pengaruhnya bagi perkembangan anak dan ibu hamil sehingga yang stunting tetap stunting,” tegas Asep.