TRIBUN-MEDAN.com -Nasib Bupati Pati Sudewo diujung tanduk.
Setelah pecah kericuhan akibat didemo warganya, usul pemakzulan dari DPRD menyasar sang Bupati.
Seperti diketahui, aksi demo warga Pati pecah buntut kebijakan yang diambil Bupati Pati Sudewo yang ingin menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Bupati tersebut didemo warga agar mundur dari jabatannya.
Sementara Bupati Sadewo ogah mundur.
Kini DPRD Kabupaten Pati resmi menyepakati hak angket pemakzulan Bupati Sudewo.
Partai Golkar melalui Fraksi di DPRD Pati merespons aspirasi masyarakat dengan langkah terukur, demi menjaga stabilitas politik dan ketenangan warga.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji.
"Fraksi Golkar Pati merespons secara terukur aspirasi masyarakat," kata Sarmuji kepada Tribunnews.com, Kamis (14/8/2025).
Sarmuji menjelaskan, tuntutan sebagian masyarakat agar Sudewo mengundurkan diri harus dikelola secara bijak.
"Ledakan emosi masyarakat mesti mendapatkan kanalisasi melalui saluran di DPRD," ujarnya.
Menurut dia, Golkar berupaya mencari jalan tengah dalam menyikapi dinamika politik di Pati. Langkah tersebut diambil untuk menghindari potensi gesekan yang dapat memengaruhi kehidupan warga.
"Kita mesti mencari jalan yang paling maslahat sekaligus menghindari potensi kerusakan agar kehidupan masyarakat Pati menjadi lebih tenang," tuturnya.
Diketahui, DPRD Kabupaten Pati telah membentuk panitia khusus atau Pansus hak angket pemakzulan Bupati Sudewo.
Kesepakatan itu diambil dalam rapat paripurna DPRD Pati, Rabu (13/8/2025).
Hak angket adalah hak DPR atau DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang dianggap penting, strategis, dan berdampak luas terhadap masyarakat, bangsa, dan negara — yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dasar Hukum
Hak angket diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) Pasal 199–200 UU MD3 menjelaskan syarat dan tata cara pengusulan hak angket2
Syarat Pengusulan Hak Angket
Diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR/DPRD dan lebih dari satu fraksi
Disertai dokumen berisi:
Materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki
Alasan penyelidikan
Disetujui dalam rapat paripurna yang dihadiri lebih dari ½ jumlah anggota
Keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ anggota yang hadir
Langkah-Langkah Penggunaan Hak Angket
Usulan disampaikan ke pimpinan DPR/DPRD
Dibahas dalam rapat paripurna dan dibagikan ke seluruh anggota
Badan Musyawarah menjadwalkan pembahasan
Pengusul diberi kesempatan menjelaskan secara ringkas
Jika disetujui, dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk melakukan penyelidikan
Hak angket adalah alat penting dalam sistem demokrasi untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin mengatakan, usulan hak angket sudah disepakati dan memenuhi syarat formal.
Ia menyebut, mayoritas anggota DPRD menyepakati usulan hak angket pemakzulan Sudewo dari jabatannya sebagai Bupati Pati.
"Anggota DPRD Kabupaten Pati yang telah menandatangani daftar hadir berjumlah 42 orang anggota dari 50 orang anggota," kata Badrudin, dikutip dari YouTube Tribun Jateng.
"Dengan demikian, pada tanggal 13 Agustus 2025 dengan acara usul hak angket anggota DPRD Kabupaten Pati atas kebijakan Bupati Pati tepat pada pukul 13.13 WIB saya nyatakan dibuka," sambung dia.
Pansus hak angket ini diketuai oleh anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Bandang Waluyo dan wakilnya adalah anggota DPRD dari Fraksi Demokrat, Juni Kurnianto.
"Mereka segera bekerja usai seminggu terbentuk," tutur Badrudin.
Pansus hak angket dibentuk di tengah demonstrasi warga di depan Kantor Bupati Pati yang menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya.
Aksi demo besar-besaran di depan Kantor Bupati Pati berlangsung sejak Rabu pagi. Demonstrasi itu berujung ricuh menyebabkan puluhan korban dirawat di rumah sakit.
Berikut tahapan pemakzulan kepala daerah oleh DPRD berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Tahapan Pemakzulan Kepala Daerah oleh DPRD
Penggunaan Hak Angket
DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran oleh kepala daerah.
Pansus bekerja maksimal selama 60 hari untuk mengumpulkan bukti dan menyusun rekomendasi.
Rapat Paripurna DPRD
Hasil penyelidikan dibawa ke rapat paripurna yang harus dihadiri minimal ¾ anggota DPRD.
Keputusan pemakzulan harus disetujui oleh ⅔ dari anggota yang hadir.
Pengajuan ke Mahkamah Agung (MA)
DPRD mengajukan pendapat resmi ke MA untuk uji substansi dugaan pelanggaran.
MA menilai apakah pelanggaran cukup berat untuk memberhentikan kepala daerah.
Keputusan MA Bersifat Final
Jika MA menyetujui, hasilnya bersifat final dan mengikat.
Pemberhentian oleh Menteri Dalam Negeri
Berdasarkan putusan MA, Mendagri wajib memberhentikan kepala daerah dalam waktu maksimal 30 hari.
Alasan Pemakzulan yang Diakui UU
Melanggar sumpah/janji jabatan
Tidak melaksanakan kewajiban
Melakukan perbuatan tercela (misalnya: korupsi, narkoba, zina)
Menggunakan dokumen palsu saat pencalonan
Terbukti melakukan tindak pidana berat
Proses ini bersifat konstitusional dan tidak bisa dilakukan secara sepihak, meskipun ada tekanan publik atau demonstrasi.
Serahkan Uang Suap Proyek Kereta Api ke KPK
Bupati Pati Sudewo serahkan uang suap proyek kereta ke KPK.
Hal tersebut diketahui setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Bupati Pati, Sudewo, telah mengembalikan uang yang ia terima terkait dugaan suap proyek jalur ganda kereta api Solo Balapan–Kalioso.
"Benar seperti yang disampaikan di persidangan, itu sudah dikembalikan," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Asep menegaskan bahwa langkah Sudewo tidak akan menghentikan proses hukum.
Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Berdasarkan Pasal 4 ya, itu pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya," tegasnya.
Sebelumnya, nama Sudewo muncul dalam dakwaan kasus suap yang melibatkan pejabat Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Rabu (13/8/2025) membenarkan bahwa Sudewo adalah salah satu pihak yang diduga menerima aliran dana terkait proyek tersebut.
"Ya benar, Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran komitmen fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta," ujar Budi.
Dugaan keterlibatan ini terjadi saat Sudewo masih menjabat sebagai anggota Komisi V DPR RI.
Dalam surat dakwaan, Sudewo disebut turut serta menerima suap yang totalnya mencapai Rp18,3 miliar terkait proyek pembangunan Jalur Ganda Kereta Api antara Solo Balapan–Kalioso (JGSS-06).
Menurut dakwaan, jatah untuk Sudewo adalah sebesar 0,5 persen dari total nilai proyek yang mencapai Rp143,5 miliar.
Ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp720 juta pada September 2022.
Uang tersebut diserahkan oleh Dion Renato Sugiarto melalui stafnya, Doddy Febriatmoko, atas arahan dari pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub.
Meskipun uang telah dikembalikan, KPK menyatakan masih terus mendalami peran Sudewo dalam perkara ini.
Namun, pihak komisi antirasuah belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai kapan Sudewo akan diperiksa kembali.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan
"Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi."
Pasal ini menegaskan bahwa meskipun pelaku korupsi telah mengembalikan uang yang merugikan negara, ia tetap harus menjalani proses hukum dan dapat dijatuhi pidana.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa korupsi tetap diproses sebagai kejahatan serius, bukan sekadar pelanggaran administratif atau finansial.
Pengembalian uang hasil korupsi tidak membebaskan pelaku dari proses hukum. Tindakan tersebut hanya dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan dalam proses peradilan, misalnya saat penjatuhan vonis.
Hal ini bertujuan untuk tetap menegakkan prinsip akuntabilitas dan efek jera, agar pelaku tidak lolos hanya dengan mengembalikan hasil kejahatan.
Kenapa tetap diproses? Hal ini, karena perbuatan tindak pidana korupsi bukan sekadar soal uang, tapi juga soal pelanggaran hukum, penyalahgunaan jabatan, dan dampak sistemik terhadap kepercayaan publik. Oleh karena itu, meskipun uang dikembalikan, pelaku tetap harus bertanggung jawab secara pidana.
Duduk Perkara Kasus Suap Proyek Kereta
Sudewo diduga terlibat dalam kasus suap pengadaan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan Sudewo—yang saat dugaan suap terjadi masih menjabat anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra—masuk dalam radar penyidikan.
“Benar, Saudara SDW (Sudewo) merupakan salah satu pihak yang diduga menerima aliran commitment fee terkait proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Budi menegaskan, penyidik membuka peluang untuk memanggil kembali Sudewo sebagai saksi jika diperlukan.
Awal Kasus DJKA
Pengungkapan kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Balai Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, Selasa (11/4/2024) lalu.
Dalam OTT itu, KPK mengamankan sejumlah pejabat DJKA dan pihak sawasta di Jakarta, Semarang, Depok, dan Surabaya dan diduga para pejabat DJKA menerima suap dari pengusaha yang menjadi pelaksana proyek.
Suap tersebut terkait pembangunan dan perawatan jalur kereta api anggaran 2018-2022.
Sebanyak 13 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini tersangka terdiri atas 10 orang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kemenhub, dua korporasi, dan satu swasta.
Dari 10 orang, empat tersangka diduga sebagai pihak pemberi, yakni Direktur PT IPA, Dion Renato Sugiarto (DIN); Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat (MUH); Direktur PT KA Manajemen Properti sampai Februari 2023, Yoseph Ibrahim (YOS); serta VP PT KA Manajemen Properti, Parjono (PAR).
Sementara enam tersangka lain yang diduga sebagai penerima suap, yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi (HNO); Kepala BTP Jawa Tengah, Putu Sumarjaya; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Tengah, Bernard Hasibuan (BEN); PPK BPKA Sulawesi Selatan, Achmad Affandi (AFF); PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, Fadliansyah (FAD); dan PPK BTP Jawa Barat, Syntho Pirjani Hutabarat (SYN).
Kasus dugaan korupsi yang menjerat para tersangka terkait dengan proyek di Pulau Jawa dan Sulawesi.
Proyek tersebut adalah pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, dan suap terkait pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan, empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua supervisi di Lampegan, Cianjur dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatra.
Penggeledahan Rumah Sudewo
Dalam pengembangan penyelidikan, KPK menduga Sudewo terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini.
KPK lantas menggeledah rumah Sudewo pada November 2023, saat masih menjabat sebagai anggota DPR RI.
Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita uang tunai sekitar Rp3 miliar, termasuk mata uang asing.
Uang ini sempat diperlihatkan Jaksa Penuntut Umum KPK sebagai barang bukti dalam sidang perkara korupsi DJKA di Pengadilan Tipikor Semarang pada 9 November 2023.
Saat bersaksi di pengadilan, Sudewo membantah uang tersebut berasal dari proyek DJKA.
Ia mengklaim uang itu merupakan gaji anggota DPR dan hasil usaha pribadi, serta membantah pernah menerima Rp720 juta dari PT Istana Putra Agung maupun Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya.
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan