Asahan Terkini

Puluhan Tahun Warga Asahan Rasakan Jalan Rusak, Jenazah hingga Orang Sakit Dibopong dengan Bambu

80 Tahun Indonesia merdeka, namun tak dirasakan oleh masyarakat Desa Sei Sembilang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan.

TRIBUN MEDAN/ISTIMEWA
Tangkapan layar video amatir warga menggendong jenazah seorang pria 29 tahun beralaskan jalanan lumpur di Desa Sei Sembilang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan. 

TRIBUN-MEDAN.com, KISARAN - 80 Tahun Indonesia merdeka, namun tak dirasakan oleh masyarakat Desa Sei Sembilang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan yang menggotong jenazah Syamajid (29) untuk menuju rumah duka.

Masyarakat berjibaku menggotong jasad Syamajid (29) dengan menggunakan sarung yang digantung di sebatang mambu melewati jalan berlumpur hingga sampai dirumah duka yang berjarak kurang lebih lima kilometer.

10 orang pria dewasa bergantian menggotong jasad Syamajid agar bisa disemayamkan dirumah duka di Dusun IV, Desa Sei Sembilang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan.

Kejadian ini bukan kali pertama dan sudah berulang kali masyarakat Sei Kepayang membopong jenazah maupun orang sakit.

Azri yang turut ikut membopong jenazah Syamajid, mengaku hal tersebut diakibatkan kendaraan roda empat tidak mampu melalui akses jalan yang berlubang penuh lumpur.

"Ambulans hanya mengantar batas pintu Desa Sei Sembilang, karena jalan kami ini hancur tidak pernah ada perbaikan dari pemerintah. Sudah 80 tahun Indonesia merdeka, tapi kami warga Sei Sembilang ini tidak merdeka," ujar Azri kepada Tribun-medan.com, Sabtu (25/10/2025).

Jalan yang dikelilingi hutan kelapa dan pisang itu merupakan milik Kabupaten Asahan dan Provinsi Sumatera Utara.

"Di desa kami ini kurang lebih ada sekitar 20-an kilometer jalan yang rusak. Dua kilometernya itu punya Pemkab Asahan. Selebihnya, Provinsi Sumatera Utara. Tapi inilah kami, kami seperti dianaktirikan," ujarnya.

Azri mengaku, hal serupa pernah dirasakannya saat orang tuanya meninggal dunia satu tahun silam, keluarga dan masyarakat berjibaku memopong jasad orang tuanya agar bisa sampai kerumah.

"Tahun lalu orang tua saya meninggal dunia, begini juga kejadiannya. Kami kesal dengan pemerintah yang tidak memikirkan nasib kami. Kami memohon agar pemerintah memberikan kami sarana yang layak, bukan saat ada pilkada saja kalian menjanjikan kami," kesalnya.

Pemerintah dinilai lamban dan acuh dalam menangani permasalahan jalan rusak di Sei Sembilang yang sudah berpuluh tahun.

Terlebih, SEI Sembilang merupakan salah satu daerah penghasil kopra dan batok kelapa yang dijual hingga keluar negeri.

"Disini hasil bumi kelapa kopra, arang batok kelapa yang nanti bisa diolah menjadi briket. Biasanya di ekspor keluar negeri. Tapi itulah kelemahan kami, kami kalah di akomodasi dan ongkos. Karena kalau mau membawa barang keluar harus membayar ojek agar bisa menuju ke perbatasan desa, mobik tidak pernah bisa masuk, sepeda motor saja sering terjatuh," katanya.

Ia mengaku, ada akses jalan lainnya, namun jalan tersebut kini sudah rusak dan terputus akibat terendam air.

"Kami merasa seperti terisolir dan hidup tidak merdeka. Tidak sedikit masyarakat yang berjalan kaki untuk masuk ke kampung kami karena takut terjatuh di lumpur ini. Saya dari depan gerbang desa ini berjalan kaki menuju ke rumah yang berjarak setidaknya tujuh kilometer," terangnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved