Berita Dairi Terkini

Oknum Kepala Desa di Dairi Diduga Minta Wanita Simpanan Gugurkan Kandungan

Oknum kepala desa (kades) di Kabupaten Dairi berinisial JP (52) diduga meminta wanita simpanannya, MYI (40), untuk melakukan aborsi.

TRIBUN MEDAN/ISTIMEWA
GUGURKAN KANDUNGAN - Foto ilustrasi. Oknum kepala desa (kades) di Kabupaten Dairi berinisial JP (52) diduga meminta wanita simpanannya, MYI (40), untuk melakukan aborsi. 

TRIBUN-MEDAN.COM, SIDIKALANG - Oknum kepala desa (kades) di Kabupaten Dairi berinisial JP (52) diduga meminta wanita simpanannya, MYI (40), untuk melakukan aborsi.

Kepada Tribun Medan, MYI menceritakan bahwa bayi yang dikandungnya itu digugurkan pada Juni 2025 lalu.

“Awalnya saya sakit, mual-mual, dan nyeri perut. Kemudian, saya bilang kepada dia (JP) kalau perut saya sakit. Saya pun coba lakukan tes kehamilan, dan hasilnya saya positif hamil,” ujar MYI saat ditemui Tribun Medan, Kamis (9/10/2025).

Setelah mendapat hasil positif, MYI bersama JP berencana memastikan kehamilan tersebut ke salah satu rumah sakit di Kabupaten Tanah Karo. Dari hasil pemeriksaan di rumah sakit, MYI dinyatakan positif hamil dengan usia kandungan diperkirakan tujuh minggu.

Setelah positif hamil, MYI menyebut bahwa JP meminta dirinya segera menggugurkan kandungan. Keduanya pun sepakat mencari dokter yang bersedia melakukan aborsi.

“Pas kami di jalan, ditanya [dia] ‘Dek, anak abang itu, Dek? Kalau anak abang, kita buanglah, ya.’ Lalu, saya bilang, ‘Apanya maksud Abang, anak siapa itu?’ Seolah saya ada main dengan yang lain. Itulah konflik kami saat di jalan,” sebutnya.

Keduanya kemudian mencoba mencari tempat yang bersedia menggugurkan kandungan hingga ke wilayah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai).

“Saya cuma mau ditangani sama dokter. Saya tidak mau ditangani sama bidan atau yang lainnya. Kemudian, kami dapatlah satu tempat di daerah Perbaungan, Sergai,” katanya.

Ketika tiba di lokasi, MYI mengaku kepada perawat bahwa JP adalah suami sahnya, dan menyebut alasan ingin menggugurkan kandungan karena faktor usia dan masih memiliki anak kecil.

“Saya bilang kalau umur saya sudah tua, dan anak saya ada yang masih kecil. Kemudian, ditanya sama perawatnya, suami saya mana? Baru saya bilang itu sedang di luar. Karena dirasa yakin kami memang suami-istri, makanya maulah dokter itu mengaborsi,” jelasnya.

MYI sempat meminta uang pembayaran kepada JP untuk biaya proses aborsi. Akan tetapi, JP menyebut saat itu dirinya tidak punya uang. Sementara itu, MYI hanya memiliki uang tunai Rp3 juta.

“Saya bilang juga, ya, kalau mau diaborsi harus bayarlah. Tidak mungkin kami berutang sama dokternya. Saya cuma punya uang Rp3 juta. Sementara biayanya sekitar Rp5 juta,” kata MYI.

JP lantas meminta uang kepada istrinya, dan mentransfer uang tersebut kepada teman MYI yang saat itu juga ikut ke tempat aborsi. Namun, ternyata pihak dokter tidak menerima pembayaran melalui transfer dan hanya melalui pembayaran tunai.

Alhasil, uang yang sudah di rekening MYI ditransfer ke temannya, dan teman MYI bersama JP mengambil uang di salah satu ATM yang tidak jauh dari lokasi klinik.

Setelah proses aborsi selesai, MYI bersama temannya dan JP kembali pulang ke Kabupaten Dairi. Sesampainya di sana, MYI kembali menagih uang yang sudah dikeluarkannya kepada JP yang disebutnya pelit.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved