Berita Medan Terkini

MA Batalkan Vonis Bebas Perkara Korupsi Rp 17 Miliar BNI Medan, Fernando Munthe Divonis 4 Tahun 

Keduanya diyakini tidak melakukan korupsi soal kredit macet Rp 36 miliar di BNI cabang Medan seperti yang didakwakan JPU

|
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
ISTIMEWA
SIDANG PERKARA KORUPSI - Dua terdakwa perkara korupsi Rp 17 miliar di Bank Nasional Indonesia ( BNI) cabang Jalan Pemuda Medan. 

TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN- Mahkamah Agung membatalkan vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Medan terhadap perkara korupsi Rp 17 miliar di Bank Nasional Indonesia ( BNI) cabang Jalan Pemuda Medan. 

Dalam putusan terbaru, MA memvonis terdakwa Fernando HP Munthe (55) eks Senior Relationship Manager( SRM) Bank BNI cabang Medan dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hal itu seperti yang dilihat Tribun Medan pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara ( SIPP) Pengadilan Negeri Medan, Minggu (13/4/9/2025). 

Dalam putusan Majelis Hakim kasasi diketuai Julriyadi beranggotakan hakim Sigid Triyono dan Sinintha Yuliansih Sibarani bahwa terdakwa Fernando Munthe terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor.

Putusan itu sekaligus menganulir putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Sulhanuddin yang membebaskan Fernando Munthe dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. 

Sedangkan putusan terhadap debitur Tan Andyono (61) Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) belum keluar.

Perkara Tan Andyono ditangani Majelis Hakim Yohanes Priyana beranggotakan Noor Edi Yono dan Arizona Mega Jaya

Terdakwa Tan Andyono yang sebelumnya dituntut Jaksa 7 tahun 6 bulan penjara denda Rp 750 juta subsider 3 bulan serta membayar Uang Pengganti(UP) kerugian negara Rp 9 miliar subsider 3 tahun 6 bulan juga dibebaskan hakim Sulhanuddin.

Putusan MA tersebut keluar setelah JPU Putri Marlina Sari dari Kejaksaan Tinggi Sumut mengajukan kasasi pada 8 April 2025 setelah Fernando Munthe dan Tan Andyono dibebaskan hakim

Sebelumnya Majelis hakim diketuai Sulhanuddin memvonis bebas terdakwa Fernando Munthe (55) eks Senior Relationship Manager( SRM) Bank BNI cabang Medan serta Tan Andyono (61) Direktur Prima Jaya Lestari Utama (PJLU).

Keduanya diyakini tidak melakukan korupsi soal kredit macet Rp 36 miliar di BNI cabang Medan seperti yang didakwakan JPU.

“Kedua terdakwa harus dibebaskan dan dipulihkan harkat dan martabatnya serta mengeluarkannya dari Rutan ” ujar Hakim Sulhanuddin mengutip amar putusannya pad 16 Maret 2025 lalu

JPU menuntut Fernando 4 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 3 bulan karena terbukti turut membantu debitur korupsi Rp 17 miliar di Bank BNI

Selain Fernando, turut dituntut Tan Andyono (61) Direktur Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) 7 tahun 6 bulan penjara denda Rp 750 juta subsider 3 bulan serta membayar Uang Pengganti(UP) kerugian negara Rp 9 miliar subsider 3 tahun 6 bulan.

“Menjatuhkan tuntutan terhadap Fernando 4 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 3 bulan. Fernando tidak menikmati kerugian keuangan negara sehingga tidak dibebankan membayar UP,” ujar Jaksa Putri Marlina Sari mengutip sebait nota tuntutannya, Jumat (14/3/2025)

Menurut Jaksa, perbuatan kedua terdakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Hal yang memberatkan perbuatan kedua tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan korupsi. Sedangkan yang meringankan kedua terdakwa bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dihukum.

Kerugian Rp 17 Miliar 

Dalam pertimbangannya, Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumut itu membeberkan kerugian BNI beserta bunga bank sebesar Rp 17 miliar dari pemberian modal usaha kepada kepada PT PJLU sebesar Rp 65 miliar.

Dari kerugian tersebut, kata Jaksa, jaminan atau agunan terdakwa Tan Andyono senilai Rp 8 miliar dipotong untuk membayar utangnya, sehingga masih ada kekurangan yang harus dibayar sebesar Rp 9 miliar lagi

Sebelumnya dalam dakwaan JPU, terdakwa Fernando HP Munthe selaku eks Senior Relationship Manager PT BNI menawarkan pinjaman kredit modal usaha kepada terdakwa Tan Andyono untuk modal kerja. Salah satu jaminan kredit yang diajukan adalah PKS berkapasitas 45 ton perjam berikut sarana perlengkapannya.

Dalam prosesnya, terdakwa Fernando diduga sengaja tidak melakukan analisa terhadap PT PJLU, seharusnya PT PJLU tidak layak diberikan kredit.

Berdasarkan perhitungan audit independen kata jaksa, bahwa nilai kredit yang dikucurkan kepada PT PJLU sebesar Rp 65 miliar terindikasi sebagai tindak pidana korupsi dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 36.932.813.935.

Menurut jaksa dengan tidak dilakukannya analisa kredit oleh terdakwa Fernando, mengakibatkan PT PJLU tidak mampu melunasi kewajibannya pada tahun 2020 dan berakhir dengan dilelangnya jaminan PT PJLU berupa PMKS dengan harga jauh dibawah nilai taksasi yang ditetapkan oleh Fernando pada awal pemberian kredit.

(cr17/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved