Berita Viral

PBB Akan Investigasi Data BPS yang Rilis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen Kuartal II 2025

Ekonom Pertanyakan Data BPS yang Rilis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen Kuartal II 2025

Editor: AbdiTumanggor
Istimewa
Ekonom Surati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pertanyakan Kebsahan Data BPS yang Rilis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen Kuartal II 2025. (Istimewa) 

Ekonom Surati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pertanyakan Kebsahan Data BPS yang Rilis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen Kuartal II 2025.

TRIBUN-MEDAN.COM - Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,12 persen memicu perdebatan sengit di kalangan akademisi dan analis.

Di balik angka yang tampak menggembirakan itu, muncul keraguan: benarkah pertumbuhan ekonomi mencerminkan kondisi nyata masyarakat?

Beberapa ekonom bahkan mengirim surat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mempertanyakan keabsahan data tersebut.

Mereka menyoroti ketidaksesuaian antara angka makroekonomi dan fenomena di lapangan, seperti melemahnya daya beli, turunnya konsumsi rumah tangga, dan indikator lainnya yang menunjukkan perlambatan.

BPS pun berupaya mempertahankan kredibilitasnya dengan mengundang pakar, ekonom, dan jurnalis untuk menjelaskan secara rinci metodologi dan asumsi di balik angka pertumbuhan tersebut.

Salah satu peserta diskusi adalah Direktur Riset Prasasti Center for Policy Studies, Piter Abdullah Redjalam.

Prasasti Center sendiri merupakan lembaga think tank independen yang didirikan pada tahun 2025 di Jakarta. Didirikan oleh sejumlah tokoh nasional seperti Hashim Djojohadikusumo, Burhanuddin Abdullah, Jimly Asshiddiqie, Soedradjad Djiwandono, Chatib Basri, dan Arcandra Tahar, lembaga ini bertujuan menjembatani dunia usaha, masyarakat sipil, dan pembuat kebijakan melalui riset berbasis data dan dialog lintas sektor.

Dalam bincang santai dengan media, Piter mengungkapkan kegelisahannya terhadap cara lama dalam membaca data ekonomi.

"Pulang dari diskusi itu, saya merenung. Banyak asumsi yang sudah tidak relevan lagi. Kita masih pakai pendekatan generasi baby boomers dan milenial, padahal perilaku ekonomi masyarakat zaman now sudah berubah," ujarnya.

Piter menyoroti fenomena ekonomi digital, dampak pandemi, dan maraknya kecerdasan buatan (AI) sebagai faktor yang mengubah cara pandang masyarakat, khususnya Gen Z, terhadap kehidupan dan konsumsi.

Ia mencontohkan penjualan mobil yang dulu menjadi indikator utama pertumbuhan.

"Sekarang, masyarakat lebih nyaman naik transportasi umum atau ojek online. Beli mobil bukan lagi prioritas," katanya.

Begitu pula dengan kepemilikan rumah. Anak muda kini lebih memilih menyewa apartemen di pusat kota daripada terikat cicilan KPR jangka panjang. Alasan mereka bukan semata harga, tapi juga kualitas hidup dan efisiensi waktu.

"Zaman terus bergerak dan cara pandang masyarakat berubah. Maka tugas kita adalah mengasah pisau analisis agar tidak salah dalam memahami dan menarik kesimpulan," tegas Piter.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved