Berita Nasional

Fakta-fakta Kompol Cosmas Menangis Disidang Kasus Tabrak Ojol, Apakah Dipecat Saja Sudah Cukup?

Cosmas duduk di kursi depan rantis saat insiden terjadi, dan meski mengaku tak sadar, tangisnya pecah di ruang sidang

HandOut/Tribunnews
RANTIS LINDAS OJOL - Terduga pelanggar berat Kompol Cosmas Kaju Gae dipecat sebagai anggota Polri atas kasus kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas driver ojol hingga tewas. Putusan sidang dibacakan majelis sidang KKEP di TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com - Pemecatan Kompol Cosmas Kaju Gae mengguncang institusi Polri. 

Pada Rabu, 3 September 2025, Komandan Batalyon Resimen IV Brimob itu resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) setelah dinyatakan melanggar etik berat dalam kasus tewasnya pengemudi ojol, Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis Brimob saat demo di Pejompongan. 

Cosmas duduk di kursi depan rantis saat insiden terjadi, dan meski mengaku tak sadar, tangisnya pecah di ruang sidang.

Fakta-fakta sidang, posisi Cosmas, dan tuntutan publik atas keadilan kini jadi sorotan. Apakah pemecatan ini cukup?

Kronologi Kasus

Pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan oleh kendaraan taktis (rantis) Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat pada Kamis 28 Agustus 2025 malam. 
 
Affan Kurniawan (21) sedang mengantar pesanan makanan ke daerah Bendungan Hilir (Benhil).

Ia terjebak kemacetan di sekitar lokasi demonstrasi yang ricuh di depan Gedung DPR RI.

Di tengah upaya aparat membubarkan massa, mobil Barracuda Brimob melaju kencang dan ugal-ugalan. Affan yang sedang berhenti di pinggir jalan terlindas rantis Brimob dan langsung mengalami luka parah.

Beredar video di media sosial hingga akhirnya video tersebut viral.  Rekaman amatir memperlihatkan rantis menabrak Affan, berhenti sejenak, lalu melaju kembali.

Terdengar teriakan “Ya Allah! Keinjek itu!” dari perekam video. Saksi mata menyebut kendaraan sengaja diarahkan ke kerumunan tanpa memperhatikan kondisi sekitar

Pasca kejadian Affan dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, namun dinyatakan meninggal dunia. Jenazahnya diantar oleh ratusan pengemudi ojol ke TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, keesokan harinya.

7 Pelaku Pelindasan Ojol Affan Kurniawan

Diumumkan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri pada 29 Agustus 2025:

Kompol Cosmas Kaju Gae – Komandan Rantis, duduk di kursi depan saat insiden

Bripka Rohmat – Sopir kendaraan Barracuda Brimob

Aipda M. Rohyani

Briptu Danang

Briptu Mardin

Baraka Jana Edi

Baraka Yohanes David

Ketujuhnya telah dipatsus (penempatan khusus) oleh Divisi Propam Polri dan menjalani pemeriksaan etik serta pidana.

Dampak dari kematian Affan Kurniawan 

Dampak kematian Affan Kurniawan menimbulkan ledakan Solidaritas Ojol. Ribuan pengemudi ojol menggelar aksi damai dan mengawal pemakaman Affan di TPU Karet Bivak. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia menyuarakan tuntutan keadilan dan SOP pengamanan massa.

Kompol Cosmas Kaju Gae dipecat tidak dengan hormat (PTDH) setelah sidang etik. Tangis Cosmas pecah di ruang sidang, mengaku tidak sadar telah melindas Affan. Massa bendesak melakukan Investigasi Independen.

Nama Affan masuk dalam daftar tuntutan 17+8 Rakyat. Publik menuntut pembentukan tim investigasi independen atas kekerasan aparat selama demo

Gojek dan Grab menyampaikan belasungkawa dan memberikan santunan kepada keluarga Affan. Direktur Utama GoTo dan perwakilan Grab hadir di pemakaman

Komnas HAM dan Kompolnas mulai meninjau ulang prosedur pengendalian massa.  Kapolri menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada keluarga korban.

Kompol Cosmas Menangis Pasca Putusan

Terduga pelanggaran berat Kompol Cosmas Kaju Gae resmi dipecat sebagai anggota Polri atas kasus kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas driver ojol hingga tewas yakni Affan Kurniawan (21) di kawasan Pejompongan, Jakarta Utara, 28 Agustus 2025 lalu.

Putusan itu berdasarkan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar di TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/9). Usai mendengar putusan, Kompol Cosmas tak kuasa menahan tangis.

Suaranya terdengar lirih seakan tidak menyangka atas peristiwa yang harus dialaminya. Tatapannya kosong, beberapa kali Kompol Cosmas terlihat menyeka air mata. 

Kompol Cosmas yang mengenakan seragam Pakaian Dinas Harian (PDH) Polri dan baret biru hanya bisa pasrah.

Atas putusan itu, Kompol Cosmas mengaku akan mempertimbangkan upaya banding.

"Saya akan berpikir-pikir dulu dan saya akan koordinasi bicara dengan keluarga besar," ucap Cosmas lirih menanggapi putusan majelis. 

Diketahui, hasil sidang KKEP memutuskan Kompol Cosmas terbukti bersalah dan disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat sebagai anggota Polri.

"(Sanksi administratif berupa) pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Ketua Majelis Hakim KKEP, Kombes Heri Setiawan saat sidang di gedung TNCC Polri, Jakarta.

Kompol Cosmas juga akan dijebloskan ke penempatan khusus (patsus) di Div Propam Polri. Kompol Cosmas diketahui menjabat Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri. Dia duduk di depan sebelah kiri driver saat insiden mobil rantis melindas driver ojol Affan Kurniawan.

Divpropam Polri diketahui telah melakukan gelar perkara melibatkan pihak eksternal serta internal pada Selasa (2/9) sebelum sidang KKEP dilaksanakan. Polri turut mengundang Kompolnas, Komnas HAM, kemudian di internal di dalamnya adalah  Itwasum, Bareskrim, SDM, Div Kum, Div Propam Brimob Polri serta nanti Div Propam Polri. 

Sudah Adilkah?

Pasca kejadian, Zulkifli, ayah Affan Kurniawan, pengemudi ojek online (ojol) yang tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob, menyerahkan kasus kepada aparat penegak hukum.

Ia meminta agar proses hukum penyelesaikan kasus Affan Kurniawan berjalan adil dan transparan, hingga berharap pelaku harus diberi hukuman setimpal. 

"Aparat yang berbuat anarkis harus dihukum sama dengan anak saya yang telah meninggal dunia," kata Zulkifli. "Saya mau minta keadilan saja," lanjut dia. 

Dia meminta masyarakat menahan diri agar situasi tidak semakin memanas.  Dia ingin agar semua pihak tidak terbawa emosi karena proses hukum sedang berjalan.

"Cukup anak saya yang menjadi korban, saya sudah serahkan semua ke penegak hukum. Saya sudah pasrah kepergian anak saya, saya mohon jangan sampai ada lagi kejadian seperti anak saya," ujar Zulkifli. 

"Adik-adik mahasiswa di Tanah Air, dari Sabang sampai Merauke, percayakan ke kepolisian".

Zulkifli berharap ada itikad baik dari polisi untuk mengusut tuntas anggota yang terlibat dan menyebabkan anaknya kehilangan nyawa. "Saya masih percaya polisi, tidak semuanya anarkis," ungkap dia.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M., menyebutkan kejadian penabrakan dan pelindasan ini sudah termasuk dalam kategori pidana pembunuhan bukan hanya sekedar pelanggaran etik. 

“Seharusnya pengemudi mobil rantis diproses hukum pidana tidak sekadar etik”, ungkapnya, Senin (1/9).

Menurutnya dari kasus tersebut ditengarai ada unsur  kesengajaan yang dilakukan aparat kepolisian dengan membawa mobil rantis di tengah kerumunan dan tetap melaju ketika sudah menabrak korban.

Akbar meminta agar polisi mengusut tuntas kasus penabrakan pengemudi ojek online dengan terbuka dan transparan. Ia pun meminta publik untuk mengawal kasus ini dengan tuntas agar korban dan keluarganya mendapat keadilan hukum.

Soal pengawalan aksi yang berakhir dengan tragedi ini, Akbar menilai, pihak aparat keamanan bisa mengawal aksi unjuk rasa dengan baik sebab penyampaian aspirasi merupakan hak setiap warga negara.

“Pengawalan kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan lebih hati-hati karena menyangkut massa dengan jumlah yang besar,” tuturnya.

Ia pun mafhum dengan kemarahan publik tak terbendung pasca peristiwa tersebut.

Pasalnya, pihak kepolisian yang semestinya menjadi pelindung bagi warga sipil, justru sebaliknya dengan bersikap   tidak humanis dengan peserta demo. 

“Seharusnya dikawal dan tidak dibubarkan dengan gas air mata serta kekerasan lain,” pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Sari Yuliati, menegaskan peristiwa tersebut harus menjadi perhatian serius Kepala Polri.

"Ini bukan sekadar soal penegakan hukum tetapi juga soal keadilan bagi almarhum dan keluarganya," jelas politisi Partai Golkar itu.

Peluang Proses Pidana 

Peluang proses pidana terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae sangat terbuka dan menjadi sorotan utama publik serta lembaga pengawas.

Meski ia telah dijatuhi sanksi etik berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), para pengamat dan Kompolnas menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh berhenti di sidang etik.

"Yang paling penting dalam konteks ini adalah proses pidana, kenapa? Proses pidana juga akan mempengaruhi putusannya kepada status. Jadi ini tidak hanya berdiri di soal etik, tapi juga soal pidana," kata Anam kepada wartawan di Gedung TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2025).

"Yang pasti ada mekanisme pidana, yang juga akan berjalan dan kemarin juga sudah dinyatakan kami waktu gelar diceritakan bahwa sudah ada persiapan manajemen penyidikan dan penyelidikan, dan itu kita pastikan kemarin simultan dengan pemidanaannya," ujarnya.

Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menambahkan pemecatan Cosmas adalah langkah awal, namun keadilan substantif baru tercapai jika proses pidana berjalan transparan dan akuntabel.

Pemecatan Cosmas bukan akhir. Proses pidana akan menentukan apakah ia akan dijerat secara hukum atas kematian Affan Kurniawan, yang tewas dilindas rantis Brimob saat demo. Transparansi dan partisipasi publik menjadi kunci agar keadilan tidak hanya ditegakkan, tapi juga memenunhi unsur keadilan.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved