Berita Viral
REKAM Jejak Dokter Tan Shot Yen Disorot Usai Semprot Program MBG: Lhoknga Sampai Papua Dibagi Burger
Inilah rekam jejak dr Tan Shot Yen yang ramau disorot usai sempot program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di depan DPR
Sejak 17 Maret 2016, ia secara rutin menulis opini dan artikel yang membahas seputar gizi, pola makan sehat, dan pentingnya kemandirian pangan lokal.
Hingga saat ini, telah ada 155 artikel yang dipublikasikan atas namanya, dengan total pembaca mencapai lebih dari 1,7 juta kali tayang.
Di luar media arus utama, Dokter Tan juga aktif di media sosial. Akun Instagram miliknya, @drtanshotyen, diikuti oleh lebih dari 1,2 juta pengguna.
Melalui platform tersebut, ia secara konsisten berbagi edukasi seputar nutrisi, bahan pangan lokal, dan membongkar mitos-mitos seputar makanan yang banyak beredar di masyarakat.
Sebelumnya Dokter Tan menyoroti berbagai aspek mulai dari menu yang disajikan hingga kompetensi para ahli gizi yang terlibat dalam pelaksanaannya.
Salah satu poin yang ia soroti adalah pemilihan menu MBG yang dianggap tidak mencerminkan identitas kuliner Indonesia.
Alih-alih memanfaatkan bahan pangan lokal, menurutnya, yang disajikan justru makanan bergaya Barat.
“Tapi, yang terjadi di Lhoknga sampai dengan Papua yang dibagi adalah burger, di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia.
Baca juga: Polres Karo Tetapkan Tersangka Pembunuh Melky Perangin-Angin, Orang yang Terakhir Bertemu Korban
Enggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia. Dibagi spageti, dibagi bakmi gacoan, oh my God," kata Dokter Tan, dikutip dari YouTube TV Parlemen.
Ia juga mengkritik pemilihan susu formula sebagai bagian dari menu MBG, yang menurutnya tidak cocok dengan karakteristik mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya etnis Melayu.
"Tidak banyak orang yang tahu bahwa etnik Melayu, 80 persen etnik Melayu intoleransi laktosa," ucapnya.
Dokter Tan menambahkan, salah satu akar masalah dari program ini adalah kurangnya pengalaman para ahli gizi yang ditugaskan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurutnya, banyak dari mereka yang belum siap secara profesional.
"Emang di SPPG nggak ada ahli gizi? Ada, tapi setelah teman-teman kami yang lebih senior datang ke SPPG, ya Allah, ahli gizinya baru lulus."
Ia bahkan menilai bahwa beberapa dari mereka belum memahami konsep dasar keamanan pangan, seperti sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), yang seharusnya menjadi pengetahuan dasar dalam dunia gizi dan pengolahan makanan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.