Berita Viral
REKAM Jejak Dokter Tan Shot Yen Disorot Usai Semprot Program MBG: Lhoknga Sampai Papua Dibagi Burger
Inilah rekam jejak dr Tan Shot Yen yang ramau disorot usai sempot program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di depan DPR
TRIBUN-MEDAN.COM – Inilah rekam jejak dr Tan Shot Yen yang disorot usai sempot program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di depan DPR.
Baru-baru ini Ahli gizi dr Tan Shot Yen ramai disorot.
Hal itu lantaran ia mengkritik program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Ia mengkritik program tersebut saat audiensi dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025).
Kini rekam jejaknya pun disorot publik.
Mengutip Tribunnews, Dokter Tan Shot Yen dikenal sebagai seorang dokter sekaligus ahli gizi.
Ia vokal menyuarakan isu-isu terkait kesehatan masyarakat, terutama seputar pola makan, gizi, dan penggunaan bahan pangan lokal.
Dalam laporan yang dimuat Kompas pada 30 Oktober 2009, disebutkan bahwa ia merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar kedokterannya, ia melanjutkan program profesi di Universitas Indonesia (UI) dan berhasil meraih gelar dokter pada tahun 1991.
Perempuan kelahiran Beijing, Tiongkok, pada 17 September 1964 ini tak berhenti belajar setelah meraih gelar dokternya.
Ia memperluas pengetahuannya di bidang medis dengan mengambil program pascasarjana instructional physiotherapy di Perth, Australia.
Selain itu, ia juga mendalami isu-isu kesehatan global dengan menempuh pendidikan di Thailand dan mendapatkan diploma di bidang Penyakit Menular Seksual dan HIV-AIDS.
Tak hanya berhenti pada ilmu kedokteran dan gizi, Dokter Tan juga menunjukkan ketertarikannya pada bidang humaniora.
Baca juga: BOCORAN Timnas Indonesia Datang Lebih Cepat ke Jeddah, Jelang Duel Lawan Arab Saudi
Ia menempuh studi pascasarjana filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, memperkaya perspektifnya dalam memandang isu kesehatan dari sudut pandang etika dan sosial.
Konsistensinya dalam memberikan edukasi kepada publik terlihat dari kontribusinya sebagai penulis di Kompas.com.
Sejak 17 Maret 2016, ia secara rutin menulis opini dan artikel yang membahas seputar gizi, pola makan sehat, dan pentingnya kemandirian pangan lokal.
Hingga saat ini, telah ada 155 artikel yang dipublikasikan atas namanya, dengan total pembaca mencapai lebih dari 1,7 juta kali tayang.
Di luar media arus utama, Dokter Tan juga aktif di media sosial. Akun Instagram miliknya, @drtanshotyen, diikuti oleh lebih dari 1,2 juta pengguna.
Melalui platform tersebut, ia secara konsisten berbagi edukasi seputar nutrisi, bahan pangan lokal, dan membongkar mitos-mitos seputar makanan yang banyak beredar di masyarakat.
Sebelumnya Dokter Tan menyoroti berbagai aspek mulai dari menu yang disajikan hingga kompetensi para ahli gizi yang terlibat dalam pelaksanaannya.
Salah satu poin yang ia soroti adalah pemilihan menu MBG yang dianggap tidak mencerminkan identitas kuliner Indonesia.
Alih-alih memanfaatkan bahan pangan lokal, menurutnya, yang disajikan justru makanan bergaya Barat.
“Tapi, yang terjadi di Lhoknga sampai dengan Papua yang dibagi adalah burger, di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia.
Baca juga: Polres Karo Tetapkan Tersangka Pembunuh Melky Perangin-Angin, Orang yang Terakhir Bertemu Korban
Enggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia. Dibagi spageti, dibagi bakmi gacoan, oh my God," kata Dokter Tan, dikutip dari YouTube TV Parlemen.
Ia juga mengkritik pemilihan susu formula sebagai bagian dari menu MBG, yang menurutnya tidak cocok dengan karakteristik mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya etnis Melayu.
"Tidak banyak orang yang tahu bahwa etnik Melayu, 80 persen etnik Melayu intoleransi laktosa," ucapnya.
Dokter Tan menambahkan, salah satu akar masalah dari program ini adalah kurangnya pengalaman para ahli gizi yang ditugaskan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurutnya, banyak dari mereka yang belum siap secara profesional.
"Emang di SPPG nggak ada ahli gizi? Ada, tapi setelah teman-teman kami yang lebih senior datang ke SPPG, ya Allah, ahli gizinya baru lulus."
Ia bahkan menilai bahwa beberapa dari mereka belum memahami konsep dasar keamanan pangan, seperti sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), yang seharusnya menjadi pengetahuan dasar dalam dunia gizi dan pengolahan makanan.
"Dan lebih lucu lagi mereka nggak tahu ketika ditanya apa itu HACCP. Jam terbangnya masih kurang, apalagi bicara tentang UPF (Ultra-Processed Food)," tutur Dokter Tan.
Tak hanya itu, ia menilai bahwa menu-menu MBG yang sering dipublikasikan di media sosial oleh SPPG hanya berdasarkan perhitungan kalori, tanpa mempertimbangkan kualitas nutrisi yang terkandung.
"Yang sering kali ditayangkan oleh SPPG (dibuat berdasarkan ahli gizi), itu cuma hitung-hitungan kalori. Kalorinya cukup, tapi kualitasnya, kalau kata anak sekarang, ngehek," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Bangkapos
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.