Berita Viral
Bu Guru yang Mencicipi Nasi Goreng Ikut Pusing dan Mual, 100 Lebih Siswa Keracunan MBG
Mereka yang mengalami keracunan terdiri anak Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, hingga siswa Sekolah Menengah Pertama.
Benny Warlis mengungkapkan bahwa tujuh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerahnya teridentifikasi belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Untuk mencegah masalah kesehatan lanjutan, Bupati telah memerintahkan pihak terkait untuk menutup sementara ketujuh dapur tersebut.
Mereka diwajibkan segera mengurus SLHS sebelum diizinkan beroperasi kembali.
Dalam pernyataannya di Padang, Bupati Warlis bahkan mengancam akan bertindak langsung jika ketujuh dapur tersebut mengabaikan permintaan ini.
“Yang pasti, kalau mereka tidak mengurus SLHS maka saya yang akan mendatangi langsung karena ini menyangkut kesehatan masyarakat,” tegas Bupati Agam.
Diketahui, dapur SPPG yang diduga menyebabkan keracunan massal ini yaitu SPPG di Yayasan Peduli Karakter Anak (YPKA) di Nagari Kampung Tengah, Lubuk Basung, Agam.
Baca juga: NASIB Briptu Muhammad Risky Usai Paksa Ciuman Saat Tilang Siswi SMA di Kupang
Orangtua Siswa Kecewa, Anaknya Jadi Korban Keracunan MBG
Orang tua siswa korban keracunan masal diduga akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) harap pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Peduli Karakter Anak (YPKA) di Nagari Kampung Tengah, Lubuk Basung, Agam, Sumbar, Kamis (2/10/2025).
Keluarga korban yang ditemui TribunPadang.com di layanan kesehatan, mengaku sangat kecewa atas keracunan yang terjadi pada anak mereka.
Beberapa diantaranya merasa ada hal yang tidak beres dalam proses pemilihan bahan baku, penyajian makanan dan kebersihan makanan.
“Setidaknya jangan pakai MSG untuk anak TK dan SD karena kami para orang tua tidak menggunakan itu pada makanan anak kami,” ujar orang tua siswa Nola Tila Armarcania.
Ia menilai penggunaan MSG pada anak bisa berdampak pada kesehatannya dan bahkan yang tidak terbiasa bisa mengalami diare atau bahkan keracunan seperti saat ini.
Menurutnya perlu dilakukan pengawasan yang ketat dalam menjalankan program ini, baik dari ahli gizi maupun tenaga kesehatan.
“Kalau saya secara pribadi, minta untuk dilakukan evaluasi menyeluruh agar hal serupa tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Ia menilai persitiwa seperti ini akan menimbulkan traumatik pada anak sehingga takut untuk menyantap makanan yang sama sekali lagi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.