Berita Viral

MOMEN Roy Suryo Cs Keluar Ruangan: Dilarang Ikut Audensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Refly Harun bersama tiga tokoh yang mereka sebut RRT, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma (Dr. Tifa), melakukan walk out

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA
MOMEN Pakar hukum tata negara Refly Harun, Roy Suryo Cs walk out dari audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Rabu (19/11/2025).(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Komplek Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, menjadi sorotan pada Rabu (19/11/2025). Di sana tim Komisi Reformasi Polri melakukan pertemuan.

Di saat bersamaan, pakar hukum tata negara Refly Harun bersama tiga tokoh yang mereka sebut RRT, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma (dr. Tifa), mendadak keluar ruangan.

Ternyata mereka dilarang melakukan audiensi dengan Komisi Reformasi Polri, karena alasan status mereka sebagai tersangka.

Penjelasan Refly Harun

Refly menjelaskan, pertemuan tersebut pada awalnya diinisiasi oleh dirinya dan sejumlah pegiat masyarakat sipil.

Pada 13 November 2025, satu hari sebelum RRT menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, mereka berkumpul dan mendiskusikan cara menyampaikan perhatian terhadap kasus yang mereka anggap sarat kriminalisasi.

Salah satu opsi yang diputuskan adalah meminta perhatian dari Komisi Percepatan Reformasi Polri.

“Saya berinisiatif pada waktu itu tanpa disuruh me-WA dan menelpon Pak Jimly (Ketua Komisi Jimly Asshiddiqie) atau langsung menelpon, kurang lebih begitu. Pak Jimly menyambut baik untuk tim ini diundang," ujar Refly, Rabu.

Ia kemudian mengirimkan surat permohonan audiensi melalui staf komisi tersebut.

Nama-nama peserta diajukan, meski pada awalnya RRT belum disertakan karena masih mempersiapkan pemeriksaan. Namun, setelah tanggal pertemuan ditetapkan, Refly meminta agar RRT ikut hadir. 

“Asbabun nuzulnya kan soal kasus mereka. Pak Jimly bilang silakan saja. Ya, ajak,” kata Refly.

Menurut Refly, situasi berubah sehari sebelum acara ketika Jimly Asshiddiqie mengirim pesan bahwa RRT tidak diperbolehkan masuk forum karena berstatus tersangka.

“Saya sengaja tidak kasih tahu mereka (RRT) karena saya menganggap, ini apa-apaan. Ini kan lembaga aspirasi. Masa belum apa-apa sudah menghukum orang? Status tersangka itu, itu kan belum bersalah," ungkap Refly.

Sesampainya di lokasi, RRT diberi dua pilihan, yakni keluar dari forum atau tetap duduk di belakang tanpa bicara. Akhirnya mayoritas dari mereka memilih keluar.

Refly menegaskan bahwa sejak awal kelompoknya berkomitmen untuk bersikap solidaritas. 

"Mayoritas ya, memilih keluar. Karena mereka memilih keluar, kita sebelum masuk sudah solidaritas. Kalau RRT keluar, kita juga keluar," jelasnya.

Beberapa tokoh yang ikut walk out antara lain Said Didu, Rizal Fadila, Aziz Yanuar, dan sejumlah aktivis lain.

Dalam kesempatan yang sama, Roy Suryo menegaskan bahwa kehadirannya bersama Rismon dan Tifa adalah atas undangan Refly secara pribadi.

"Jadi Mas Refly Harun menyatakan sendiri bahwa beliau bukan juru bicara hari ini. Bukan juga sebagai tim lawyer. Tapi adalah sahabat. Sahabat selaku civil society yang berniat membantu kami," ujar Roy.

Roy membenarkan adanya opsi untuk tetap berada di ruangan tanpa bicara, tetapi mereka memilih walk out setelah berdiskusi internal.

“Tadi kami diberikan pilihan oleh Prof. Jimly untuk tetap duduk di dalam, tapi kemudian tidak boleh bicara atau keluar. Nah, karena pilihan itu, maka kami sepakat," tutur Roy.

Jimly Asshiddiqie: Purnawirawan Tentara Ingin Polisi Jangan Kayak TNI 

Setelah pertemuan, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mengungkapkan bahwa sejumlah purnawirawan TNI menyampaikan berbagai masukan terkait perbaikan struktur dan kultur kepolisian.

"Termasuk tadi misalnya soal, dia ingin pokoknya jangan kayak TNI gitu loh. 'Polisi itu jangan kayak TNI'. Karena mereka kan para purnawirawan TNI," kata Jimly.

Para purnawirawan yang hadir antara lain Brigjen TNI (Purn) Purnomo, Brigjen TNI (Purn) Sudarto, Brigjen TNI (Purn) Moeryono, dan Kolonel TNI (Purn) Candra Rajasa.

Jimly mengatakan, para purnawirawan TNI hadir sebagai warga sipil yang memiliki perhatian dan pengalaman panjang dalam sektor keamanan negara.

"Ya, mereka punya aspirasi sebagai purnawirawan untuk perbaikan polisi. Karena mereka kan juga sekarang sudah jadi warga sipil," kata Jimly.

Ia menambahkan, diskusi berjalan cair dan terbuka. Para purnawirawan TNI dinilai memberikan pandangan yang konstruktif mengenai arah pembenahan Polri ke depan.

"Enggak apa-apa kita diskusi perspektif alumni TNI tentang kepolisian. Kan saya bercanda saja. Kan ada juga perspektif alumni Polisi tentang TNI. Kan enggak apa-apa diskusi," ujarnya.

"Ya, kita tukar pikiran mengenai perbaikan Polri. Jadi, masukannya bagus semuanya. Oke, kita terima. Nanti kita petakan," tambah dia.

Purnawirawan bahas reformasi struktur dan kultur

Jimly mengungkapkan, substansi utama yang dibahas para purnawirawan berkaitan dengan reformasi struktur dan kultur di tubuh Polri.

Salah satu poin yang cukup menonjol adalah harapan agar Polri tidak mengambil pola institusional seperti TNI.

"Banyak (masukan). Jadi, mereka memberi masukan tentang reformasi, baik struktur maupun kultur. Termasuk tadi misalnya soal, dia ingin pokoknya jangan kayak TNI gitu loh. 'Polisi itu jangan kayak TNI'. Karena mereka kan para purnawirawan TNI," beber Jimly.

Ada purnawirawan ingin Polri di bawah kementerian khusus

Salah satu purnawirawan, lanjut Jimly, mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah kementerian khusus, seperti Kementerian Keamanan atau bentuk serupa.

Menanggapi hal ini, Jimly menyatakan usulan tersebut bukan hal baru dan menjadi bagian dari banyak alternatif penataan sistem keamanan nasional.

"Nah, ini ada kata-kata 'di bawah' itu keliru. Itu yang menyesatkan baik di lingkungan TNI maupun Polri salah menggunakan kata 'di bawah'," tutur Jimly.

"Bedakan antara sub-ordinasi dengan ko-ordinasi. Semua lembaga itu di bawah Presiden. TNI itu bukan bawahan menteri pertahanan. Panglima TNI itu adalah langsung di bawah Panglima Tertinggi, tapi dia berkoordinasi dengan Kemhan dalam urusan anggaran, urusan rekrutmen, misalnya," sambungnya. 

(*/Tribun-medan.com)

Artikel telah tayang sebagian di Kompas.com

Baca juga: ROY SURYO Sindir KPU Surakarta yang Ngaku Sudah Musnahkan Salinan Dokumen Jokowi: Pakai Asam Sulfat

Baca juga: Jimly Asshiddiqie Sebut Prabowo Marah ke MK Putuskan Pemilu Terpisah: Gak Usah Terlalu Serius

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved