Sumut Terkini
Ini Alasan Jaksa Cari Dokumen HPS pada Dugaan Korupsi Smartboard di Langkat, Meski Tak Diwajibkan
Diketahui status perkara saat ini sudah tahap penyidikan, penyedia smartboard sejauh ini belum pernah diperiksa penyidik.
Penulis: Muhammad Anil Rasyid | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Kejaksaan Negeri Langkat angkat bicara soal terkait pencarian dokumen harga perkiraan sendiri (HPS) dalam proses dugaan korupsi pengadaan smartboard tahun anggaran 2024 senilai Rp 50 miliar pada Dinas Pendidikan Langkat.
Diketahui status perkara saat ini sudah tahap penyidikan, penyedia smartboard sejauh ini belum pernah diperiksa penyidik.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Langkat, Rizki Ramdhani mengatakan, penyidik mencari dokumen HPS merupakan sebagai salah satu instrumen penting.
"Penyidik mencari dokumen HPS sebagai salah satu instrumen penting untuk menguji kewajaran harga dalam proses pengadaaan. Walaupun dalam praktik E-catalog, pengadaan bisa dilakukan tanpa HPS," kata Rizki, Senin (29/9/2025).
"Namun, penyidik tetap perlu memastikan ada atau tidaknya kajian awal perencanaan harga. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menekankan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas (Pasal 6). Jadi pencarian HPS bukan soal ada atau tidaknya kewajiban, tapi lebih ke arah pembuktian adanya kajian kewajaran harga," sambungnya.
Di soal urgensi dokumen HPS yang tidak mewajibkan hal tersebut sebagaimana dalam Perpres nomor 16 tahun 2018, Rizki mengakuinya.
"Benar, dalam mekanisme e-catalog, HPS tidak menjadi syarat mutlak sebagaimana diatur Pasal 38 ayat (5) huruf b Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021. Karena, pemilihan penyedia sudah dilakukan melalui katalog elektronik," kata Rizki.
Namun Rizki menambahkan, bagi penyidik dokumen HPS atau dokumen sejenis tetap bisa menjadi alat bukti tambahan untuk melihat apakah ada perencanaan yang wajar dan sesuai kebutuhan.
"Jadi urgensinya bukan karena aturan mewajibkan, melainkan karena penyidik membutuhkan gambaran awal apakah harga yang dipilih sudah sesuai prinsip value for money dalam pengadaan," ucap Rizki.
Penyidikan dugaan korupsi smartboard mendapat sorotan tajam dari publik lantaran penyidik bekerja tidak maksimal. Contohnya saja terkait pencarian dokumen HPS yang tidak dibutuhkan berdasarkan Perpres nomor 16 tahun 2018.
Penyidik pun mengakui hal tersebut. Karenanya, penyidik disarankan untuk periksa mantan Pj Bupati Langkat, Faisal Hasrimy yang kini menjabat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Pasalnya, Faisal sebagai orang nomor satu di lingkungan Pemkab Langkat yang tentu mengetahui rencana pengadaan smartboard puluhan miliar di tengah banyak sekolah rusak.
Di soal pemeriksaan terhadap Faisal Hasrimy, Rizki menjawab diplomatis.
"Pemeriksaan saksi, termasuk pejabat yang diduga mengetahui perencanaan, ada tahapan proseduralnya. Penyidik akan memulai dari dokumen, panitia pengadaan, hingga pihak teknis terlebih dahulu untuk memastikan konstruksi perkara jelas," ucap Rizki.
"Setelah itu baru berlanjut ke pihak-pihak pengambil kebijakan, termasuk mantan Pj Bupati, apabila memang ada keterkaitan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP tentang tahapan penyidikan untuk mencari bukti permulaan yang cukup. Jadi bukan berarti mantan Pj tidak diperiksa, melainkan waktunya yang disesuaikan dengan kebutuhan pembuktian," tambahnya.
Ratusan smartboard itu rinciannya diperuntukkan kepada SD 200 unit dan SMP 112 unit senilai Rp 50 miliar.
Proyek ini terkesan dipaksakan dan terealisasi secepat kilat hingga terendus adanya indikasi campur tangan penguasa dari sejak proses pengajuan anggaran hingga ke tahap pembelian barang.
Proses pembayaran sudah 100 persen pada 23 September 2024, sedangkan P-APBD ditetapkan 5 September 2024. Karena itu, proses tahapannya terkesan anomali.
Terlebih, rencana umum pengadaan (RUP) ditayangkan pada 10 September 2024. Kemudian PPK akses e-purchasing dan pembuatan paket pada 10 September 2024 dan dilanjutkan dengan pembuatan kontrak pada 11 September 2024 serta 12 September 2024.
Lalu terakhir dilanjutkan serah terima barang 23 September 2024. Serangkaian itu menguatkan adanya indikasi dalam proses pengadaan smartboard yang diduga sudah dirancang sebelum P-APBD 2024 disahkan.
Produk yang dipilih merek Viewsonic/Viewboard VS18472 75 inch yang dibanderol dengan harga satuan Rp158 juta ditambah biaya pengiriman Rp620 juta.
Adapun perusahaan penyedia barang yang ditunjuk adalah PT Gunung Emas Ekaputra dan PT Global Harapan Nawasena.
Kedua perusahaan ini hanya sebagai agen atau reseller yang menawarkan produk smartboard di bawah lisensi PT Galva Technologies.
(cr23/tribun-meda.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Pemprov Sumut Minta Maaf Soal Video Penyetopan Mobil Truk Plat Aceh, Kadis Kominfo: Kami Mohon Maaf |
![]() |
---|
Viral Mobil Berplat Aceh Diberhentikan Bobby Nasution, Ini Penjelasan Asisten Administrasi Umum |
![]() |
---|
Abang Beradik di Binjai Ngaku Diusir Ibu Tiri dan Diduga Dianiaya Nenek, Ini Fakta Sebenarnya |
![]() |
---|
Gelar Panen Raya Jagung Serentak Kuartal III 2025, Pemkab: Humbahas Punya Potensi Besar |
![]() |
---|
Curi Sepeda Motor di Toba, MT Diringkus di Belawan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.