TRIBUN WIKI
Sejarah Candi Sipamutung: Candi Buddha Megah dari Abad ke-11
Candi Sipamutung adalah sebuah candi bercorak Buddha yang merupakan peninggalan Kerajaan Pannai dari abad ke-11.
TRIBUN-MEDAN.COM,- Provinsi Sumatera Utara termasuk wilayah yang menyimpan beragam khasanah budaya dan sejarah.
Misalnya saja soal keberadaan Candi Sipamutung.
Candi Sipamutung adalah sebuah candi bercorak Buddha yang merupakan peninggalan Kerajaan Pannai dari abad ke-11.
Lokasinya ada di Desa Siparau, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara.
Baca juga: Sejarah Masjid Syekh Zainal Abidin, Masjid Terua di Kota Padangsidimpuan
Menurut catatan sejarah, seperti dikutip dari Kompas.com, Candi Sipamutung ini merupakan peninggalan kerajaan Buddha di pesisir timur Sumatera Utara.
Bangunan utama candi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 11 x 11 meter dan tinggi sekitar 13 meter, menghadap ke timur dan terdiri dari bagian kaki, badan, dan atap.
Di sekeliling candi induk terdapat enam candi perwara (candi pendamping) yang lebih kecil dan 16 stupa yang tersebar di bagian bawah dan atap.
Bangunan-bangunan candi ini sebagian besar terbuat dari bata merah.

Baca juga: Sejarah Keberadaan Tugu Pers Pertama Indonesia yang Ada di Bumi Rafflesia
Bila ditelisik lebih jauh, bahwa lokasi Candi Sipamutung berada di tepi Sungai Barumun yang membelah dataran rendah Padang Lawas, dengan jarak sekitar 40 km dari Sibuhuan (ibu kota Kabupaten Padang Lawas) dan sekitar 70 km dari Kota Padangsidimpuan.
Lokasi candi dikelilingi oleh perbukitan rendah dan area yang dulunya diduga sebagai benteng serta tempat pemujaan pada masa dahulu.
Luas Lahan Kawasan Candi Sipamutung
Dilansir dari id.wikipedia.org, Candi Sipamutung dibangun di atas lahan seluas 6000 meter persegi.
Ukurannya kira-kira 74 x 74 meter yang dikelilingi oleh tembok bata.
Kompleks Candi Sipamutung terdiri dari 1 bangunan utamanya, 6 candi perwara, dan 16 stupa.
Baca juga: Sejarah PT Sepatu Bata Tbk yang Kini Berhenti Produksi Alas Kaki
Bangunan utamanya memiliki luas 11 x 11 meter dengan tinggi 13 meter yang terdiri dari bagian kaki, badan, dan atap.
Candi-candi perwara di sekitar cndi induk berbentuk mandapa berdenah segi empat dan berukuran luasnya 10,25 x 9,9 meter dan tingginya 1,15 meter.
Candi Sipamutung mulai diteliti oleh para ilmuwan asal Belanda di akhir abad ke-19 dan abad ke-20 masehi.
Schnitger mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 1936.
Baca juga: Mengenal Wilayah Barus, Kota Tua Saksi Sejarah Masuknya Islam ke Tanah Air

Satu diantara tulisannya yang menarik untuk diketahui bahwa di halaman Candi Sipamutung ditumukan arca yang merupakan indikator Vajrayana.
Ini berkenaan dengan arca buaya yang digambarkan dengan wajah menyeramkan, dan dua buah arca raksasi dalam sikap anjalimudra (sikap telapak tangan beserta jari-jari yang menyembah).
Arca raksasi dalam sikap anjalimudra menggambarkan sosok makhluk penjaga atau pengiring yang menunjukkan sikap penghormatan dan ketundukan, meskipun berwujud garang.
Sikap ini memperlihatkan perpaduan antara kekuatan dan spiritualitas dalam ikonografi candi bercorak Buddha maupun Hindu.
Baca juga: Masjid Kedatukan Sunggal Serbanyaman, Saksi Sejarah Perlawanan Belanda
Schnitger juga menambahkan candi-candi di Padanglawas dibangun bersamaan dengan stupa-stupa di Muara Takus, yaitu sekitar abad ke-12.
Tahun 1930, Bosch menulis tentang Padanglawas dan mengajukan sebuah teori bahwa masyarakat pendukung candi-candi di Padanglawas pada masa Kerajaan Pannai adalah pemeluk agama Buddha aliran Vajrayana.
Dan teori yang diajukannya ini tentunya mendukung pendapat Schnitger.
Hubungan Candi Sipamutung dengan Kerajaan Sriwijaya
Candi Sipamutung memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Kerajaan Sriwijaya melalui Kerajaan Pannai, yang merupakan bagian dari wilayah pengaruh Sriwijaya pada masa kejayaannya.
Kerajaan Pannai, tempat Candi Sipamutung berada, juga dikenal sebagai bagian dari jaringan kerajaan pelabuhan dan perdagangan yang berafiliasi dengan Sriwijaya, terutama karena letaknya yang strategis di jalur perdagangan penting di Sumatera Timur.
Baca juga: Masjid Lama Gang Bengkok, Saksi Sejarah Perkembangan Islam di Kota Medan
Jalur perdagangan tersebut menghubungkan Sriwijaya dengan Kolam India dan daerah lainnya melalui jalur Panai-Barus dan Panai-Pesisir Timur Selat Malaka, yang memungkinkan penyebaran budaya dan agama Buddha ke wilayah tersebut.
Oleh karena itu, Candi Sipamutung tidak hanya menjadi bukti kehadiran agama Buddha di Sumatera Utara, tetapi juga menunjukkan bagaimana pengaruh Sriwijaya menjangkau wilayah ini melalui jaringan politik dan ekonomi yang kuat, serta penyebaran agama dan kebudayaan melalui jalur perdagangan internasional.
Cagar Budaya
Candi Sipamutung masuk dalam cagar budaya Indonesia.
Upaya pelestarian candi telah dilakukan sejak masa penjajahan Belanda pada tahun 1926 dan terus berlanjut hingga saat ini oleh Balai Arkeologi Medan dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Pemugaran penting terakhir dilakukan pada 2013 dengan pembuatan cor beton pada bagian atap pintu masuk untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.(mag/tribun-medan.com)
Ditulis oleh mahasiswi magang Komunikasi Penyiaran Islam UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe, Asma Yuleha
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.