Pengacara Subandi Minta Kapolda Sebagai Tersangka
Ahmad Dahlan Hasibuan selaku Penasehat Hukum terdakwa Subandi men
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Ahmad Dahlan Hasibuan selaku Penasehat Hukum terdakwa Subandi menjelaskan, bahwa jelas tuntutan 3,6 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kepada kliennya sangat prematur.
Sebab menurutnya terdakwa jelas tidak memperoleh keuntungan dan tidak ada menerima keuntungan dari dana yang dituduhkan selama ini. Selain itu, dirinya juga memandang tuntutan yang diberikan jaksa terlalu tinggi.
"Karena kita anggap tuntutannya terlalu prematur maka kami akan mengajukan nota pembelaan. Ini sangat tidak adil dan rekan jaksa memahami terdakwa tidak ada menerima sepeser pun dana itu. Jaksa memandang menguntungkan orang lain, kalau begitu semua yang ada dalam pencairan dana itu menjadi tersangka. Misal, biaya untuk pisah sambut Kapolda, karena menguntungkan berarti Kapolda juga harus sebagai tersangka," ujarnya, usai persidangan di Medan, Selasa (4/12).
Seperti diketahui, Subandi selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu PPKD pada Biro Umum Sekretariat Daerah Pemprov Sumut sejak 14 Januari sampai 27 Juni 2011, dalam dakwaan yang dibacakan jaksa beberapa waktu lalu diketahui menandatangani surat perintah membayar belanja bantuan keuangan, belanja tidak terduga, belanja hibah, belanja sosial dan bagi hasil bersama dengan saksi Aminuddin selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Umum Sekretariat Pemprov Sumut.
"Berdasarkan pasal 5 UU No 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor Jo Pasal 3 ayat 1 Keputusan Ketua MA RI No 022/KMA/SK/II/2011 tanggal 7 Februari 2011, yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negri Medan yang berwenang memeriksa dan mengadilinya sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara," ujar Jaksa ketika membacakan dakwaannya beberapa waktu lalu.
Masih menurut Jaksa dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan ketua Majelis Hakim Suhartanto, di persidangan yang digelar di ruang utama PN Medan, Subandi, pada tanggal 17 Maret 2011 berdasarkan SP2D No 274 dengan dana sebesar Rp 1.250.000.000, melakukan pindahbuku ke rekening pribadinya.
Setelah itu, ujar Jaksa terdakwa bersama Ashari Siregar (almarhum), yang ketika itu menjabat sebagai kepala biro umum Sekda Pemprov Sumut membuka dan menandatangani cek dan terdakwa melakukan penarikan dana sebesar yang disebutkan diatas yaitu Rp 1.250.000.000, secara bertahap.
"Bahwa pada kenyataannya dana sebesar itu yang seharusnya dipergunakan sesuai peruntukannya, disalurkan kepada 26 penerima bantuan sebesar Rp 287.650.000 dan bantuan sosial sebesar Rp 202.500.00, sedangkan sisa dana sebesar Rp 918.200.000, tidak dipergunakan sesuai peruntukannya melainkan digunakan terdakwa untuk memperkaya diri sendiri bersama Ashari Siregar (Almarhum) serta saksi Aminuddin (berkas terpisah)," ujar Jaksa.
Lanjutnya, dengan demikian perbuatan terdakwa telah melanggar UU No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara pasal 59 ayat 2, serta PP No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah pasal 4 ayat 1, Permendagri No 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah yang telah disempurnakan dengan peraturan menteri dalam negeri no 59 tahun 2007.
Selain itu, atas tindakannya tersebut,
Subandi pun telah melanggar Peraturan Menteri dalam negeri No 13 tahun
2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, Surat Keputusan
Gubernur Sumut No 188.44/18/KPTS/2011 tertanggal 14 Januari 2011,
tentang pengguna anggaran serta Peraturan Gubernur Sumut No 29 tahun
2008 tentang tatacara pemberian dan pertanggungjawaban belanja hibah
bantuan sosial.
"Bahwa akibat perbuatan terdakwa Subandi,
bersama saksi Aminuddin telah merugikan negara dan pemerintah Pemprov
Sumut sebesar Rp 916.500.000, atau setidak-tidaknya sekitar jumlah
tersebut sebagaimana tertuang dalam surat No. SR-2876/PW.02/5/2012,
tanggal 11 Juni 2012, prihal laporan hasil audit dalam rangka
perhitungan kerugian keuangan negara atas dugaan korupsi tahun anggaran
2011," ujarnya.
Sementara itu, dalam dakwaan subsidairnya, jaksa menyebutkan bahwa perbuatan terdakwa telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain itu, jaksa juga menyatakan perbuatan terdakwa telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 8 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi yang telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Pada persidangan selama ini diketahui pula, dana bantuan sosial (bansos) Pemprovsu APBD TA 2011 mengalir hingga ke acara pisah sambut Kapoldasu antara Irjen Pol (sekarang Komjen Pol) Oegroseno ke Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro. Acara malam pisah sambut itu diadakan di Tiara Convention Hall Medan pada 23 Maret 2011 dengan menghabiskan dana sebesar Rp142,650 juta.
Dalam sidang perkara dugaan korupsi dana bansos dengan terdakwa Subandi di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (30/10) lalu, Neman Sitepu selaku Staff Pelaksanaan Tugas Kasubag Rumah Tangga di Biro Umum Sekda Pemprovsu yang dihadirkan sebagai saksi mengatakan dana Rp142,650 juta itu dibebankan dalam biaya kegiatan interaktif dan mitra kerja dibagian Subandi selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu PPKD (Pejabat Penataan Keuangan Daerah) pada Biro Umum Sekda Pemprovsu.
Pada kegiatan pisah sambut itu, Kepala Biro Umum Sekda Provsu H.Anshari Siregar (Alm) memerintahkan saksi untuk menerima Rp50 juta dari Subandi. "Awalnya saya di panggil oleh Kabiro Umum pak Anshari Siregar untuk menerima uang dari Subandi. Pak Anshari bilang begini pada saya, Neman, itu terima uang dari Subandi Rp50 juta untuk acara pisah sambut kapolda. Harus dibayarkan dulu panjarnya," ujar saksi yang memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim yang di ketuai Suhartanto pada sidang saat itu.
Mendengar pernyataan saksi, hakim anggota Ahmad Drajat sedikit terkejut. Dia menilai tidak wajar acara pisah sambut itu menggunakan anggaran sangat besar. Bahkan hakim yang selalu melontarkan komentar pedas ini pun langsung menuding bahwa kapoldasu hanya menghabiskan dana anggaran untuk berpoya-poya.(irf/tribun-medan.com)