Baca Edisi Cetak Tribun Medan
Mantan Jaksa Menangis Merasa Tertipu, Beli Tanah 3.600 Meter Persegi di HGU PTPN
"Kalau tahu tanah itu punya PTPN II, tidak mungkin saya beli. Mending kami beli rumah kecil-kecilan saja," kata Jarem Pinem.
MEDAN, TRIBUN-Jarem Pinem tergopoh-gopoh memasuki kantor PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II Kwala Bekala, Simalingkar A, Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang. Pria yang lama tinggal di Jakarta itu, kemudian memboyong Mardina Karokaro, istrinya masuk ke dalam ruangan.
Baca: News Video: Pria Ini Injak-injak Motornya Sampai Hancur di Depan Polisi
Selama berdialog dengan pihak PTPN II, Mardina, yang mantan jaksa, hanya bisa menangis. Impiannya menghabiskan masa pensiun di Kota Medan terancam sirna.
"Kami ingin mendapat kejelasan tentang kabar akan dibangun perumahan di sini. Sebelumnya, kami tinggal di Jakarta, sehingga terkejut mengetahui tanah kami akan diambil PTPN. Padahal, kami berencana menikmati hari tua di Simalingkar," ujarnya di ruang kuasa hukum PTPN II, Sastra, pekan lalu.
Baca: News Video: Pria Ini Injak-injak Motornya Sampai Hancur di Depan Polisi
Ia menceritakan, setelah Mardina pensiun dari Kejaksaan Negeri Jakarta, ingin kembali ke Kota Medan. Selama ini, mereka tinggal di Lebakbulus, Cilandak, Jakarta. Mereka baru menetap dua pekan di Kota Medan.
Jarem dan istrinya mengontrak rumah di kawasan Jalan Jamin Ginting. Ia mengaku, terkejut membaca pemberitaan surat kabar di Medan, yang mengulas tentang wacana pembangunan 17 ribu rumah murah di Kwala Bekala.
Kala itu, ia memutuskan segera mendatangi balai desa. Pegawai balai desa mengarahkan ke Kantor PTPN II Kwala Bekala.
(Baca: Beli Rumah Murah DP 1 Jutaan, Pembangunan Dimulai November 2017)
Ia menceritakan, Mardina tak henti meneteskan air mata, karena keinginannya menikmati pensiun di lahan seluas 3.600 meter persegi di Desa Simalingkar A sirna. Padahal, mereka sudah berencana membangun rumah.
"Istri saya pengin pulang kampung setelah pensiun, makanya kami beli tanah sejak lama, untuk menikmati hari tua. Apalagi, lokasi tanah itu berada di lembah, sehingga cocok untuk peliara bebek atau ayam. Kalau tahu itu tanah PTPN, tidak mungkin kami beli," katanya.
Baca: Aditya Surya Pratama, Pengganti dr Ryan Thamrin yang Tak Kalah Cerdas dan Tampan
Ia menuturkan, pada 2008, ada anggota keluarganya menawarkan tanah seluas 3.600 meter persegi. Harganya per meter Rp 10 ribu. Ia dan istrinya tertarik membeli tanah tersebut. Ia tidak mengetahui tanah itu HGU PTPN.
Setelah negoisasi jual beli, lanjutnya, pihak balai desa dan kecamatan mengukur tanah, tidak lama kemudian camat mengeluarkan surat tanah. Kala itu, tidak ada yang memberi pejelasan tentang status tanah tersebut.
"Saya enggak tahu kalau tanah itu HGU PTPN II, karena sedang berada di Jakarta. Jadi, saat mengukur tanah, pihak keluarga dan kepala desa sampaikan tanah kami tidak termasuk bekas perkebunan," ujarnya.
