Baca Edisi Cetak Tribun Medan

Mantan Jaksa Menangis Merasa Tertipu, Beli Tanah 3.600 Meter Persegi di HGU PTPN

"Kalau tahu tanah itu punya PTPN II, tidak mungkin saya beli. Mending kami beli rumah kecil-kecilan saja," kata Jarem Pinem.

Ilustrasi 

"Ada banyak lokasi tanah ulayat, bukan satu lokasi saja. Dan, warga anggap tanah itu milik mereka, sehingga tidak perlu melayangkan gugatan ke pengadilan. Jika pihak kebun mengklaim benar, maka mereka buktikan saja ke pengadilan. Tapi, pihak kebun tidak pernah membawa masalah ini ke pengadilan. Tanah ulayat menyebar ada di Bekala, dan Lau Chi," ujarnya.

Ia menjelaskan, sebagai camat akan mengeluarkan surat jual beli asalkan punya alas hak yang jelas, sehingga surat tanah yang dikeluarkan enggak abal-abal.

Adapun alas hak yang dimaksud, keterangan saksi, dan sejarah tanah. Bahkan, camat terdahulu mengeluarkan surat tanah. Sebagai camat, lanjutnya, tidak punya alasan menolak permintaan warga yang mengurus surat tanah, karena punya alas hak yang cukup.

Apalagi, surat tanah yang dikeluarkannya sah dan berkekuatan hukum. Artinya, bukan rekayasa.

Dia mengklaim, sejak 2007 sudah berulang kali mengirim surat kepada direksi PTPN II agar berdiskusi tentang batas tanah HGU. Tapi, surat yang dilayangkannya enggak pernah dibalas sehingga tak pernah ada pertemuan.

"Kami undang saja tidak pernah mau datang mereka (PTPN II), untuk mentukan batas tanah, agar tidak ada masalah seperti ini. Malah ada surat dulu, yang disebar manajer PTPN II bahwa HGU enggak diperpanjangan lagi," katanya.

Jika yakin tanah tersebut milik masyarakat kenapa enggak menggugat? Ia mengatakan, tidak akan ada masyarakat melayangkan gugatan ke pengadilan, karena seluruh warga percaya tanah itu milik mereka, bukan HGU PTPN II.

"Kalau masyarakat tidak akan mau melapor, karena yakin itu milik mereka. Kalau digarap paksa? Laporkan saja ke DPRD Sumut. Saya berikan keterangan berdasarkan fakta di lapangan. Bukan soal materi ini," ujarnya.

Ia mengungkapkan, seluruh tanah yang dianggap ulayat warga tidak masuk dalam HGU PTPN II, sehingga perusahaan perkebunan itu diminta jangan mengklaim seenaknya. Bahkan, selama ini PTPN II mengklaim punya luas tanah HGU 1.000 hektare. Padahal, katanya, hanya sekitar 700 ha.

"Contoh, enggak mungkin di kebun ada sawah. Kalau kebun itu tanamannya sawit, tembakau, karet, sementara tanah ulayat itu ada sawah. Kedua, dari dulu kami enggak tahu batasan tanah kebun da ulayat. Kami berkali-kali mengirimkan surat PTPN II, tapi mereka enggak pernah datang," katanya.(tio)

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved