Mantan Narapidana Sebut Penawar untuk Orang yang Terpapar Terorisme dan Radikalisme Sangat Mudah
Yudi mengajak, seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat menyadari bahwa perbedaan orang lain itu harus diterima, agar tidak terciptanya intorelansi
Penulis: Satia |
Laporan Wartawan Tribun Medan/Satia
TRIBUN MEDAN.com, MEDAN-Yudi Zulfahri merupakan mantan narapidana (napi) teroris. Ia terbukti mengikuti pelatihan hingga ajaran yang dilakukan dengan cara pengajian.
Ajaran yang menurutnya sekarang itu adalah merupakan bentuk dari sistem radikalisme. Ia mengaku mengikuti pelatihan tersebut di Aceh sekitar 2006 laku hingga tertangkap oleh pihak keamanan pada 2010.
Namun saat ini dirinya sudah bebas menghirup udara segar dari balik jeruji besi. Ia juga tidak lagi mengikuti ajaran yang menyesetkan dirinya hingga dahulunya memiliki pemandangan jelek terhadap masyarakat.
Yudi mengajak, seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat menyadari bahwa perbedaan orang lain itu harus diterima, agar tidak terciptanya intorelansi hingga pemahaman jelek.
Lalu dirinya juga mengatakan, terorisme dan radikalisme dapat dicegah dengan mudah. Asalkan dirinya sendiri memiliki pemahaman dan cara memandang orang dengan baik.
"Merasa diri paling benar sendiri, dan tidak mengaku kehadiran orang lain atau perbedaan orang lain hingga suka memvonis seseorang itu tidak baik. Akar dari terorisme, radikalisme yang bersalah bukan hanya berasal dari kalangan umat tertentu saja, tidak menutup kemungkinan semua bisa dan dapat dikatakan teroris jadi kalau mereka itu intoleransi," kata dia, Kepada Tribun Medan, Kamis (13/12/2018) menjelang dini hari.
Friska Tambunan Histeris Peluk Enam Peti Jenazah Keluarganya: Alusi Au Among, Inang, Ito
Detik-detik Jembatan di Labuhanbatu Putus, Masih Ada Kendaraan Lewat saat Jembatan Oleng
Sosok Depi Buronan Pengeroyok TNI Terakhir Diciduk, Ortu Iwan Minta Respons Panglima TNI soal Rumah
Prihal tersebut dikatakan pada acara silaturahmi dengan para tokoh agama dan ormas, di Garuda Plaza Hotel, Jalan Sisingamangaraja XII, Kota Medan.
Ia juga menyampaikan, bahwa seseorang yang sudah memiliki pemahaman atau pandang jelek terhadap orang lain, maka tidak menutup kemungkin akan lahir intorelansi. Sehingga ke depannya akan dapat memecah belah persatuan Indonesian.
"Kalau ada itu di masyarakat maka itu adalah bibit dari Radikalisme dan terorisme, tidak hanya Islam, atau agama, dari nasionalis sekuler juga berbahaya. Jadi cara mencegah itu harus melawan intoleran saling menghargai itu cara paling muda untuk menghadang radikalisme," katanya.
Polda Sumut Kerahkan 15 Ribu Personel untuk Amankan Natal dan Tahun Baru 2019
SERAM! Pria Ini Tertusuk 10 Batang Baja di Badan dan Bahu, Satu di Antaranya Hampir Menusuk Arteri
Hewan Ternak Sanibu Ginting Terseret Longsor di Lingga Julu, Warga Pilih Mengungsi ke Lokasi Aman
Sedikit cerita kebelakang, dirinya dahulu menyesal telah mengikuti kegiatan yang akhirnya ia harus rela dijauhi oleh orang tersayang. Sekarang ia mendapatkan gelar atau sebutan sebagai napiter yang membuat rekan dan bahkan orang tersayang menerima efek dari perbuatan lalunya.
"Kita harus pemahaman utuh dalam hal apapun, terutama dalam beragama yang tidak bisa kita lihat dari dalam satu tafsir saja. Begitu juga dalam maslahat kebangsaan kita tidak boleh menafsirkan satu pemahaman saja terhadap Pancasila. Jangan kita anggap satu tafsir dari luar dan itu kita anggap paling benar dan tidak boleh.
Dalam hal apapun kita tidak boleh memaknai teks itu dalam makna tunggal. Kalau begitu jadinya nanti akan lahir intoleran dan setelah lahir intoleran makan berkelanjutan dengan radikalisme," ujarnya.
Pria berkacamata dengan tinggal lebih dari 180 cm ini memberikan, bahwa Indonesia adalah negara yang besar. Negeri dengan beribu bahasa daerah ini, juga dikenal memiliki sumber daya alam yang begitu besar hingga dapat dimanfaatkan orang banyak.
Maka dari itu, ia menjelaskan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa negara-negara tetangga mengincar Indonesia, sehingga mereka mengusik dengan cara mengadu domba masyarakatnya sendiri. Terutama menyebar ujaran kebencian melalui media sosial, yang saat ini sangat mudah diterima dan diakses oleh masyarakat.
Banjir Bandang Putuskan Jembatan Penghubung Desa Tebinglinggahara, 12 Orang jadi Korban
Berhasil Curi Uang dari Mesin ATM BRI Marindal Rp 200 Juta, Asfan Hasibuan Gunakan untuk Main Judi
"Indonesia adalah sesuatu negeri yang memiliki sumber daya alam yang sangat besar, dan banyak negara-negara lain yang tertarik akan sumber daya alam Indonesia. Nah ketika ada satu negara besar misalnya, terusik kepentingannya atas sumber daya alam Indonesia, bisa jadi mereka akan melakukan konsfirasi-konsfirasi dan inilah yang terjadi di Suria. Banyak yang bilang kita tidak mungkin menjadi Suria, apa yang tidak mungkin sekarang ini, lihat saja kasus 1998 dulu, kalau tidak ditangan dengan benar dan tepat hingga baik, kemungkinan kita bisa menjadi seperti Suriah," ujarnya.