Terungkap Motif Ibu Kandung Biarkan Dua Putrinya Dirudapaksa Ayah Tirinya

Mereka berdua dicabuli di rumah sendiri. Pelakunya bukan orang jauh. Ayah tiri dan ibu kandung sama-sama berbuat tidak senonoh terhadap korban.

Wartakota/Feryanto Hadi
Ayah tiri dan ibu kandung KN saat dihadirkan pada rilis Polres Jakarta Selatan di Mapolres Jakarta Selatan, Kamis (7/2/2019). 

TRIBUN-MEDAN.com-Kekerasan seksual terhadap anak tidak lagi mengenal wilayah teritorial. Baik ruang publik maupun privat sama-sama berbahaya bagi mereka.

Rumah mungkin dapat melindungi mereka dari terik matahari atau guyuran hujan, tetapi tidak dengan kekerasan seksual.

Pada Kamis (7/2/2019), Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan merilis dua kasus pencabulan yang dialami oleh dua anak perempuan di bawah umur, KN (15) dan DM (15).

Mereka berdua dicabuli di rumah sendiri. Pelakunya bukan orang jauh. Ayah tiri dan ibu kandung sama-sama berbuat tidak senonoh terhadap korban.

Baca: Heboh Prostitusi Online, Pakar Sebut 4 Penyakit Menular Seksual Super Baru yang Mengkhawatirkan

Baca: Ayah Bejat,Tega Mencabuli Dua Putri Kandungnya Sejak Duduk di Bangku Sekolah SD

Kasus ini menyita perhatian lantaran adanya peran ibu kandung dalam proses pencabulan itu. M (39), ibu kandung KN, bungkam ketika ditanya terkait tindakan itu.

Penyidik pun belum bisa menyimpulkan lebih jauh terkait motif M melakukan itu.

Sementara I (45), ibu kandung DM, menyatakan bahwa perbuatan cabul itu untuk melindungi anaknya. Dia meyakini, anaknya terkena kutukan karena I pernah menikah sesuku dengan suami pertama.

Psikolog sosial Universitas Indonesia, Ratna Djuwita, ketika dihubungi pada Jumat (8/2/2019), menilai, ada masalah kepribadian yang mungkin dialami kedua pasangan suami istri tersebut.

Banyak faktor yang bisa memicu orangtua melakukan hal itu, seperti adanya trauma di masa lalu ataupun masalah sosial lain.

”Butuh intervensi khusus untuk mengetahui penyebab pelaku melakukan tindak kejahatan ini kepada anaknya. Faktornya lebih bersifat spesifik perorangan,” kata Ratna.

Ia menyarankan korban untuk melakukan konseling intensif dari pakar profesional untuk mengatasi trauma. Penanganan trauma itu tergantung sejauh mana tingkat trauma yang dialami anak.

”Bantuan profesional, baik dari psikolog klinis maupun psikiater, sangat diperlukan sampai kondisi anak benar-benar baik. Tidak cukup hanya menjauhkan anak dari keluarga atau lingkungannya,” ujarnya.

Komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam Kondisi Darurat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susianah Affandy, mengatakan, kasus itu merupakan cerminan dari disfungsi keluarga.

Keluarga yang semestinya berperan melindungi anak justru menjadi pelaku kasus kekerasan seksual.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved