Wisatawan Tak Mau Datang ke Haranggaol Akibat Dipenuhi Keramba Jaring Apung
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun Pahala Sinaga tidak menampik dengan kondisi Danau Toba Haranggaol
Penulis: Tommy Simatupang |
TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun Pahala Sinaga tidak menampik dengan kondisi Danau Toba Haranggaol yang dipenuhi Keramba Jaring Apung (KJA) dan berbau busuk bangkai ikan mengurangi minat pengunjung.
Bahkan, Pahala mengaku tingkat kunjungan wisatawan ke Haranggaol jauh sedikit dari sisi Danau Toba yang ada di Kabupaten Simalungun.
Anehnya, saat dihubungi via seluler Kamis (21/3/2019), Pahala mengatakan Haranggaol tidak memiliki spot menarik sehingga tidak meningkatkan pariwisata.
Ia membandingkan dengan Parapat dan Bukit Indah Simanjarunjung (BIS). Saat disinggung penyebabnya KJA, Pahala mengatakan tidak tahu.
"Kalau di BIS ada yang dilihat. Kalau Haranggaol jauh ke bawah lagi (sehingga sedikit pengunjung),"ujarnya.
Pahala sempat melemparkan masalah bau busuk yang diduga dari keramba jaring apung (KJA), ikan mati dan pakan ikan (pelet) ke Dinas Pertanian dan Perikanan.
Ia menilai sudah beberapa kali mengingatkan dinas itu untuk mengurangi KJA untuk peningkatan pariwisata.
Pahala menyebutkan untuk mengurangi KJA dilakukan secara bertahap. Menurutnya, Pemkab Simalungun terbatas dalam mengaplikasikan pengurangan KJA.
"Pada prinsipnya kita ingin meningkatkan kawasan Danau Toba. kita utamakan. Bertahap dia. kita kan terbatas juga. Kita sedang progres (mengurangi KJA). Gak bisa langsung kita bersihkan,"katanya.
Pahala juga menyebutkan keberadaan keramba berhubungan erat dengan faktor ekonomi masyarakat. Diketahui, pengunjung merasa risih dengan bau busuk yang menguap di Danau Toba Haranggaol.
Pengunjung juga merasa kelestarian Danau Toba telah tercemar dengan berbarisnya keramba. Apalagi, di Danau Toba Haranggaol merupakan lokasi yang sangat banyak keramba.
Menanggapi hal ini, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut Dana Tarigan mengatakan kasus ini bukanlah pertama kali terjadi.
Menurut Dana, kasus ini sudah sering menjadi pengingat untuk pemerintah pusat mau pun daerah untuk mengurangi keberadaan KJA di Danau Toba.
Keberadaan KJA sudah dipastikan membawa kualitas air Danau Toba menjadi sangat buruk. Ribuan ikan yang mati juga menjadi dampak negatif bagi air.
"Sebenarnya ini kasus bukan pertama. Jadi kita laksanakan aja peraturan untuk mengurangi KJA. Tapi sampai sekarang tak ada dijalankan,"ujarnya.