Hari Ini BPN Prabowo-Sandi Daftarkan Gugatan Pilpres 2019 ke MK, Ini Kata Ketua MK dan Mahfud MD
BPN Prabowo-Sandi mendaftarkan gugatan Pilpres 2019 ke MK terdiri dari empat orang kuasa hukumnya
BPN Prabowo-Sandi akan mendaftarkan gugatan Pilpres 2019 ke MK terdiri dari empat orang kuasa hukumnya. Begini tanggapan Mahfud MD, Refly Harun, Ketua MK dan Juru Bicara MK.
////
TRIBUN MEDAN.com - Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan berkas-berkas sebagai syarat mengajukan gugatan, Kamis (23/5/2019).
Tim kuasa hukum yang akan mendaftarkan gugatan terdiri dari empat orang.
Keempat orang tersebut adalah Denny Indrayana, Bambang Widjojanto, Irman Putra Sidin dan Rikrik Rizkian.
Informasi terbaru, Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan mendaftarkan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi ( MK), Jumat (24/5/2019).
Direktur Komunikasi dan Media BPN Hashim Djojohadikusuno menuturkan bahwa pihaknya akan datang ke MK sekitar pukul 14.00 WIB.
"Besok (hari ini), jam 2," ujar Hashim saat ditemui di kediaman Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Kamis (23/5/2019).
Menurut Hashim, Prabowo dan Sandiaga akan ikut bersama tim kuasa hukum saat mendaftarkan gugatan.
Namun, Hashim tidak menyebutkan secara rinci nama-nama pengacara yang menjadi kuasa humum maupun materi-materi sengketa yang akan diajukan.
"Pak Prabowo dan Bang Sandi (yang ke MK)," ucapnya singkat.
Tanggapan Mafud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menilai gugatan secara konstitusi itu merupakan langkah tepat untuk menyikapi sengketa Pilpres 2019.
Pasalnya, putusan MK bersifat final untuk menyelesaikan sengketa pemilu.
Menurut Mahfud, persidangan MK terbuka untuk umum.
Segala kemungkinan bisa saja terjadi, tergantung kekuatan bukti dan saksi yang diajukan para pihak.
Bukan tak mungkin pula, kata Mahfud, pasangan Jokowi-Maruf Amin kalah di MK jika tim Prabowo-Sandiaga Uno mengajukan gugatan soal angka perolehan suara.
“Kemungkinan Jokowi-Maruf bisa kalah (di MK), dan Prabowo-Sandi mendapatkan 55 persen,” kata Mahfud MD dalam acara Kabar Siang, TVOne, Rabu (22/5/2019).
Mahfud pun membeberkan kemungkinan perolehan suara yang berbalik unggul untuk hasil Pilpres 2019.
Mulanya, pembawa acara bertanya soal apa saja gugatan yang bisa diajukan ke MK.
"Prosedur untuk mengajukan keberatan ke MK terkait dengan hasil pemilu itu apa saja prof?" tanya pembawa acara.
Mahfud lalu menjawab bahwa yang pertama adalah soal tenggat waktu pengajuan ke MK setelah ditetapkan pemenang oleh KPU.
"Prosedur mengajukan ke MK gini aja. Pertama dari sudut tenggat waktu," ujar Mahfud.
"Tenggat waktu akan berakhir pada tanggal 24 jam 00.00 WIB untuk mengajukan keberatan itu (pemilu), karena menurut UU diberi waktu 3 x 24 jam untuk mengajukan itu," tambahnya.
Menurut dia, selama tiga hari tersebut tim yang mengajukan gugatan tidak harus melengkapi dokumen terlebih dahulu.
Sesuai prosedur beracara di MK, masih ada waktu satu minggu yang diberikan kepada pihak pemohon untuk melengkapi dokumen-dokumen.
"Nah tidak harus lengkap dulu karena dalam seminggu kemudian nanti akan diperiksa administrasi dan unutk diminta melengkapi," kata Mahfud.
Mahfud kemudian menjelaskan soal jika adanya gugatan soal angka. Menurut dia, jika dilaporkan, bisa saja angka tersebut berbalik, baik untuk Jokowi maupun Prabowo.
Bahkan angka yang semula dimiliki Jokowi yakni 55,50 persen, bisa saja berubah jadi milik Prabowo.
"Nah kalau yang dipertentangkan itu soal angka hasil pemilu, angka perhitungan hasil pemilu itu nanti tinggal adu dokumen, adu bukti-bukti kan. Bahwa yang di KPU kemarin tidak benar, ini kami punya bukti lain. Itu untuk mengubah angka (pengumuman KPU)," tutur Mahfud MD.
"Bisa saja nanti MK mengubahnya (pleno KPU) . Misalnya, yang semula Pak Jokowi mendapat 55 persen dan Pak Prabowo mendapat 45 persen, bisa juga berbalik 55 (persen) untuk Pak Prabowo," imbuhnya.
"Tapi bisa juga Pak Jokowi turun 52, Pak Prabowo naik sedikit bisa juga. Tapi bisa juga (suara) Pak Jokowi itu naik. Kemungkinan itu untuk menghitung angka, itu kalau soal angka," kata Mahfud.
Sebelumnya, Mahfud MD juga sempat berbicara soal peluang kemenangan bagi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lewat jalur MK.
Mahfud menyebutkan, jika Prabowo-Sandi dan BPN menggugat ke MK, ada kemungkinan perubahan suara.
Sebab, MK juga bisa mengubah suara yang telah ditetapkan oleh KPU sebelumnya. Bahkan, ada kemungkinan pemenang lain di luar ketetapan KPU.
Hal ini disampaikan Mahfud karena dirinya pernah memenangkan calon kepala daerah yang sebelumnya dianggap kalah oleh penghitungan suara.
"Di MK itu bisa lho mengubah suara, saya waktu jadi ketua MK sering sekali mengubah suara anggota DPR," ujarnya.
"Kemudian kepala daerah, gubernur, bupati, itu yang kalah jadi menang, bisa suaranya berubah susunannya, ranking satu dua tiga menjadi yang nomor 3, nomor satu dan sebagainya," kata dia.
"Itu sering sekali dilakukan asal bisa membuktikan. Dan yang penting kalau di dalam hukum itu kan kebenaran materiilnya bisa ditunjukkan di persidangan. Nah, oleh sebab itu yang kita harapkan fairlah di dalam berdemokrasi," pungkas Mahfud MD.
Tanggapan Ketua MK Anwar Usman
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyatakan, tidak ada syarat khusus yang mengatur pasangan calon ataupun partai politik untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) 2019.
"Kalau untuk pilpres dan pileg itu tidak ada syarat-syarat seperti pilkada. Pilkada kan ada persentase perbedaan suara, di pileg dan pilpres tidak ada," ujar Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Ia menegaskan, dalam pilpres dan pileg, tidak ada syarat khusus yang mengatur bahwa paslon atau caleg tertentu baru bisa mengajukan permohonan PHPU ke MK jika memiliki suara sekian persen.
Namun demikian, Anwar mengingatkan peserta pemilu yang hendak menggugat hasil pemilu ke MK untuk memiliki alat bukti yang signifikan.
"Ya pada prinsipnya alat bukti yang diajukan oleh para pihak harus memiliki signifikansi, apakah ada kaitannya dengan dasar-dasar atau alasan pemenangan. Tapi nanti kita akan menilai dalam persidangan," ungkapnya.
Berdasarkan aturan tata cara gugatan pemilu, MK menyediakan waktu tiga hari untuk menerima pendaftaran gugatan sengketa hasil Pemilu 2019 dari Selasa (21/5/2019) hingga Jumat (24/5/2019) dini hari.
Pelayanan di MK berlangsung 24 jam. Proses pendaftaran gugatan hasil pemilu di MK dimulai setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2019 pada Selasa (21/5/2019) dini hari.
Tanggapan Juru Bicara MK
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono menyampaikan syarat apa saja yang harus dibawa pemohon.
"Jadi permohonan itu sendiri permohonan tertulis rangkap empat kemudian disertai daftar alat bukti dan alat bukti itu sendiri yang sesuai dengan daftar itu," ujar Fajar di Kantor Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (23/5/2019).
Isi permohonan tersebut adalah identitas pemohon, kewenangan MK, kedudukan kewenangan MK, kedudukan hukum, dan juga tenggat waktu pengajuan.
Kemudian, berkas permohonan itu juga harus diisi dengan posita atau hal yang dipersoalkan.
"Apa yang dipersoalkan? Apakah kecurangan? Terjadi di mana? Kalau kesalahan penghitungannya di mana? Kemudian ada petitumnya yaitu apa yang diminta," ujar Fajar.
Fajar mengatakan, alat bukti juga harus dibawa pada saat mendaftarkan gugatan.
Adapun, PHPU untuk Pilpres 2019 akan dibuka sampai Jumat (24/5/2019) pukul 24.00 WIB.
Pendaftaran untuk gugatan sengketa pilpres dibuka sampai 24 Mei pukul 24.00 WIB sedangkan pileg sampai 01.46 WIB.
Gugatan sengketa pemilu yang masuk ke Mahkamah Konstitusi ditargetkan selesai seluruhnya pada Agustus 2019.
Sengketa pemilihan presiden akan selesai 28 Juni sedangkan pileg 9 Agustus.
Fajar menjelaskan urutannya.
MK akan memprioritaskan penyelesaian gugatan sengketa pilpres terlebih dahulu.
"Untuk gugatan pilpres, kita baru akan meregistrasinya pada 11 Juni," ujar Fajar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (23/5/2019).
MK sengaja baru meregistrasi perkara pilpres setelah libur hari raya Idul Fitri.
Sebab, hukum acara MK mewajibkan sidang harus sudah dimulai paling lama 7 hari setelah perkara diregistrasi.
Jika perkara pilpres diregistrasi pada 25 Mei, artinya sidang harus digelar pada libur Lebaran.
"Oleh karena itu akhirnya akan diregistrasi 11 Juni baru kemudian tanggal 14 Mei itu sidang pendahuluan," kata Fajar.
Sidang pendahuluan akan diisi dengan penyampaian permohonan pemohon dan jawaban termohon.
Setelah itu, sidang pemeriksaan pembuktian akan dimulai pada 17 Mei.
Waktu penyelesaian sidang pembuktian itu adalah 14 hari kerja.
Artinya, gugatan perkara pilpres harus selesai maksimal 28 Juni.
Setelah itu, MK akan menangani gugatan pileg. Gugatan sengketa pileg akan mulai diregistrasi pada 1 Juli.
"Sejak 1 Juli itu sesuai Undang-Undang maka 30 hari kerja ke depan harus selesai.
Itu jatuhnya di tanggal 9 Agustus. Artinya 9 Agustus itu semua sudah tuntas," ujar Fajar.
Saat ini MK masih membuka pendaftaran gugatan sengketa hasil pemilu 2019.
Pendaftaran untuk gugatan sengketa pilpres dibuka sampai 24 Mei pukul 24.00 WIB sedangkan pileg sampai 01.46 WIB.
Tanggapan Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun membeberkan alasan kemungkinan gugatan tersebut bisa ditolak MK.
Tak cuma itu Refly Harun juga menyinggung soal Pilpres tahun 2004.
Hal tersebut disampaikan Refly Harun saat menjadi narasumber di acara Breaking iNews, pada Rabu (22/5/2019).
Awalnya Refly Harun menjelaskan MK memiliki sebuah paradigma atau kerangka berpikir.
Paradigma tersebut yakni jika kecurangan yang diajukan penggugat terbukti hal tersebut dianggap sebagai electoral fraud atau kecurangan dalam pemilu.
Apabila kecurangan tersebut dinilai tak signifikan mempengaruhi hasil pemilu maka gugatan atau permohonan penggugat akan ditolak.
"Jadi MK itu dari sisi kualitatif terbukti katakanlah satu, dua, tiga, empat, lima, kecurangan misalnya, dan itu dianggap electoral fraud atau kecurangan," jelas Refly Harun dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Inews TV, pada Kamis (23/5/2019).
"Itu ada paradigma yang mengatakan bahwa sepanjang itu tidak signifikan mempengaruhi hasil pemilu, maka permohonan akan ditolak, kira-kira begitu," tambahnya
Ia mengungkapkan gugatan yang diajukan bisa saja terbukti namun tak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil pemilu.
"Jadi bukan tidak terbukti, terbukti hanya tidak signifikan memperngaruhi hasil," ujar Refly Harun.
Refly Harun lantas memberikan contoh dari sebuah kecurangan yang terbukti namun tak memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu.
"Misalnya ada sebuah kejadian money politics, di suatu tempat, dan setelah dibuktikan terbukti memang ada money politics, tetapi tidak bisa dibuktikan rangkaiannya ke atas, ke pasangan calon atau tim kampanye nasionalnya, itu satu," papar Refly Harun.
"Kedua, hanya terjadi sporadis di tempat tertentu."
"Nah itu bukan tidak di akui, diakui sebagai sebuah electoral fraud atau kecurangan pemilu tetapi tidak signifikan untuk mempengaruhi hasil. Nah karena itulah, biasanya hal-hal seperti ini tetap diakui tetapi kemudian permohonannya ditolak," tambah Refly Harun.
Refly Harun menjelaskan kerangka berpikir tersebut berlaku sejak Pemilu 2004.
"Paradigma ini berlaku sejak tahun 2004, 2009, dan 2014," kata Refly Harun.
Terkait adanya gugatan pada Pemilu 2019, Refly Harun menjelaskan bahwa kerangka berpikir itu mungkin dapat digunakan kembali oleh MK atau tidak.
Refly Harun mengatakan bahwa MK juga memiliki kemungkinkan untuk menggunakan paradigma lain dalam menangani gugatan sengketa pemilu.
KPU sebelumnya menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan dan perolehan suara tingkat nasional untuk pilpres 2019 dalam sidang pleno pada Selasa (21/5/2019) dini hari.
Hasilnya, pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menang atas paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen. Sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen. Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen.
Artikel ini dikompilasi dari Kompas.com dengan judul "Jubir MK: Siapa yang Menyebut Ada Kecurangan, maka Wajib Membuktikan ", "Bakal Ajukan Gugatan ke MK, Ini yang Harus Dibawa Prabowo-Sandiaga ", dan dari Tribunjakarta.com dengan judul Gugatan Prabowo-Sandiaga Bisa Ditolak MK, Pakar Hukum Beberkan Alasan hingga Singgung Pilpres 2004, Tribunwow.com dengan judul Mantan Ketua MK Mahfud MD Jelaskan Prabowo Bisa Berbalik Ungguli Jokowi dengan Perolehan 55 Persen dan artikel Kompas.com dengan judul "Ketua MK: Tak Ada Syarat Khusus Pengajuan Sengketa Pileg dan Pilpres"