Baca Edisi Cetak Tribun Medan

Oknum Dewan Tersangka Calo PNS

Tak tanggung-tanggung, dari empat orang yang mengaku korbannya, FW berhasil mengeruk sekitar Rp 4,8 miliar.

Tribun Medan / Nanda
Ruang Anggota Komisi D DPRD Sumut, FW, terlihat kosong, Rabu (10/2/2016). 

MEDAN, TRIBUN - Seorang oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) berinisial FW, terlibat kasus dugaan percaloan pegawai negeri sipil (PNS).

Tak tanggung-tanggung, dari empat orang yang mengaku korbannya, FW berhasil mengeruk sekitar Rp 4,8 miliar. Kasus ini pun secara resmi telah dilaporkan ke Polres Nias, tertanggal 24 Juni 2015 dengan nomor LP/225/VI/2015/NS, oleh empat orang masing-masing Elikana Hia alias Ama Wewi, Sowa'a Laoli alias Ama Mulia, Adrianus Zega alias Ama Inggrid dan Hiburan Halawa alias Ama Ian.

Penyidikan perkara ini dibenarkan Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Penerangan Masyarakat (Penmas) Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan. Menurut Nainggolan, kasus ini bermula ketika FW mengaku dapat memasukkan kerabat atau anggota keluarga pelapor menjadi PNS di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) pada 2013 lalu.

Kala itu, sambung Nainggolan, tersangka berdalih hal itu akan terealisasi jika pelamar memberi mahar sebesar 100 juta untuk sarjana S-1 dan Rp 80 juta untuk tingkat SMA.

"Iya benar, kasus itu ada sejak Juni 2015 lalu. Tersangka mengaku dapat memasukkan keluarga atau kerabat korban menjadi PNS dengan mahar sesuai dengan pendidikan terakhir pelamar. Namun setelah korban menyerahkan uangnya, tak satu pun yang masuk PNS. Merasa ditipu para korban kemudian melaporkan tersangka ke Polres Nias," sebut Nainggolan, Rabu (10/2).

Saat ini kasus masih ditangani oleh Polres Nias, dan FW telah ditetapkan sebagai tersangka.

Tak hanya FW, istrinya, MT juga ditetapkan tersangka karena turut serta dalam penipuan. "FW dan istrinya sudah kami tetapkan tersangka kasus penipuan calo PNS ini," sambung Nainggolan.

Informasi yang dihimpun Tribun, kerugian para korban berbeda-beda. Elikana Hia alias Ama Wewi merasa ditipu Rp 1,5 milliar, Adrianus Zega alias Ama Inggrid merasa ditipu Rp 1,78 milliar, Sowa'a Laoli alias Ama Mulia sebesar Rp 800 juta dan Hiburan Halawa alias Ama Ian merasa tertipu Rp 747 juta, di mana perkara masih ditangani oleh Polres Nias.

Laporan dugaan penipuan dengan dalih dapat memasukkan seseorang sebagai PNS, bermula saat para korban menyerahkan dana dan data-data kepada FW, namun hingga pengumuman keluar tak satu pun di antara keluarga dan kerabat lolos PNS.

Gagal masuk PNS, para korban kemudian mempertanyakan hal itu pada FW, namun FW berdalih akan ada pengumuman susulan disisipkan. Lama menunggu, ternyata nama yang diusulkan tak kunjung keluar, hingga akhirnya Elikana Hia berinisiatif mendatangi kantor KemenPAN-RB di Jakarta.

Hasil kunjungannya ke KemenPAN-RB, Elikana mendapat kepastian jika tidak akan ada pengumuman lanjutan atau sisipan. Mengetahui itu, Elikana bersama tiga rekan senasib sepakat melaporkan FW dan istrinya ke Polres Nias.

Setelah menjalani berbagai proses pemeriksaan, penyidik menetapkan FW sebagai tersangka sejak 28 September 2015 lalu. Tak terima ditetapkan tersangka, FW kemudian mengajukan praperadilan (prapid) pada polisi pada 19 Januari 2016, di Pengadilan Negeri (PN) Gunungsitoli.

Akan tetapi, permohonan ditolak PN Gunungsitoli sesuai amar putusan yang ditetapkan tanggal 25 Januari 2016 lalu. Terpisah, Kepala Urusan (Paur) Humas Polres Nias, Aiptu O Daeli saat dihubungi Tribun via selulernya mengaku, meski ditetapkan tersangka, FW dan istri tidak ditahan.

Penyidik menganggap kedua tersangka kooperatif, tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti serta tidak mengulangi perbuatannya.

Polisi juga tidak ingin mengganggu aktifitas FW menjalankan tugasnya sebagai anggota DPRD Sumut. "Karena beberapa alasan, yang bersangkutan tidak kami lakukam penahanan," sebut O Daeli.

Atas perbuatan tersangka, FW dijerat dengan Pasal 378 subsider Pasal 372 jo 55 dan Pasal 56 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.(cr3)

Fraksi Gerindra Belum Beri Sanksi

Di tempat terpisah, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumut Yantoni Purba mengakui masih menunggu proses hukum terkait kasus yang menjerat rekannya FW. Ia mengatakan tak akan menjatuhkan sanksi apapun apabila belum ada keputusan hukum tetap terhadap bersangkutan.

"Saya sudah dengar masalah itu. Tapi dia (FW), kan, masih tersangka, belum terdakwa. Jadi tunggu proses hukum dulu," ujar Yantoni saat dihubungi via ponselnya.

Sementara Ketua Komisi D DPRD Sumut Muchrid Nasution mengaku belum mendengar kabar terkait penolakan praperadilan yang diajukan FW di PN Gunungsitoli, Januari lalu. Ia mengatakan tetap menunggu kebijakan dari Partai Gerindra yang menaungi FW di dewan. "Sudah ditolak ya (praperadilan). Belum dapat kabar saya. Kalau memang sudah ditolak kita tunggu kebijakan partai. Karena kalau belum ada aduan, kami belum bisa merespons," ucapnya.

Hal tak jauh berbeda diungkapkan Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRD Sumut, Syamsul Bahri Batubara. Menurut Syamsul, pihaknya menunggu keputusan hukum tetap terkait kasus yang menjerat FW.

"Itu sudah masuk ke ranah hukum. Jadi kalau sudah masuk ranah hukum tidak bisa lagi kami campuri. Biarkan aparat hukum menyelesaikan tugasnya," ujar Syamsul saat ditemui di ruang Komisi E DPRD Sumut.

Ditanya terkait status FW yang saat ini tersangka, Syamsul mengatakan akan coba berkoordinasi dengan Fraksi Gerindra.

"Kami sesuaikan dengan tata tertib dan tata acara yang disampaikan pimpinan fraksinya dan pimpinan dewan. Kalau pencopotan tergantung pada fraksinya, kami BKD hanya menyarankan dan mengusulkan yang terbaik," katanya.

Pantauan Tribun, FW hari itu tak tampak di gedung dewan. Beberapa staf dewan yang dimintai nomor ponsel bersangkutan juga tak bersedia memberikannya.(cr5)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved