Edisi Eksklusif Tribun Medan

Mengejutkan, Petugas Jembatan Timbang Wajib Setor Rp 15 Juta

Pengakuan Tersangka Pungli ssangat menyentak. Pimpinan mewajibkan mereka menyetor Rp 15 juta per hari. Simak pengakuan mereka selengkapnya.

TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR
ILUSTRASI - Sekretaris Komisi C DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan (kanan) mendengarkan keterangan petugas Dishub saat melakukan inspeksi dadakan (sidak) di Unit Pelaksana Penimbangan Kenderaan Bermotor (UPPKB) Tanjungmorawa I, di Jalan Medan-Tanjungmorawa, Deliserdang, Sumatera Utara, Kamis (27/10). Sutrisno meninjau langsung dua UPPKB Dinas Perhubungan Provinsi Sumut di Jalinsum Tanjungmorawa yang tidak beroperasi pascapenggerebekan, hasilnya tidak ditemukan kerusakan sistem operasional jembatan timbang. TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR 

* Pengakuan Tersangka Pungli di Polrestabes
* Anggota DPRD Sumut Jenguk Tersangka Pungli

TRIBUN-MEDAN.com - Tiga pegawai unit pelaksana penimbang kendaraan bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang Sibolangit, Deliserdang, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pungutan liar (pungli) menyatakan pimpinan mewajibkan mereka menyetor Rp 15 juta per hari.

Informasi itu, diperoleh Tribun Medan/www.tribun-medan.com saat mendampingi Sekretaris Komisi C DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menjenguk para tersangka di Polrestabes Medan, Jumat (28/10/2016) pagi.

Tiga PNS yang ditetapkan sebagai tersangka pungli tersebut adalah Edison Purba, Parlindungan Harahap dan Hasan Basri Lubis. Mereka, semringah saat disapa Sutrisno di ruang penyidik.

Setelah memperkenalkan diri, Sutrisno meminta ketiga PNS itu untuk menjelaskan praktik pungli secara jujur. Tujuannya, agar pungli di jembatan timbang dapat diberantas atau menyeret tersangka baru.

Edison kemudian menjelaskan, praktik pungli di jembatan timbang atas perintah pimpinan.

"Pungli yang kami lakukan semuanya atas perintah pimpinan. Jadi, semua petugas yang mengambil uang pungli sepengetahuan pimpinan. Setiap regu wajib menyetor Rp 3 juta dan seluruhnya ada lima regu. Bapak hitung saja berapa dapat pimpinan," ujarnya kepada Sutrisno dan Tribun Medan.

Edison menerangkan, dalam sehari, masing-masing regu masuk tiga shift, dan diwajibkan setor Rp 3 juta. Bahkan, uang setoran tersebut tidak boleh kurang, jika kurang dianggap utang.

"Kami kerja empat orang, dan masuk kerja sehari tiga kali, malam, sore dan pagi. Jam kerjanya, pertama pukul 21.00 WIB-pukul 07.00 WIB. Setelah itu, kami istirahat pukul 07.00 WIB-pukul 14.00 WIB. Kemudian kami kerja dari pukul 14.00 WIB-pukul 21.00 WIB dan kembali kerja pukul 07.00 WIB sampai 14.00 WIB. Selama tiga shift itu kami harus setor Rp 3 juta," katanya.

Selain itu, katanya, setoran Rp 3 juta yang diberikan kepada pimpinan jembatan timbang tersebut di luar uang perda untuk negara. Sebab, pembayaran uang perda diberikan melalui bank.

"Setoran uang Rp 3 juta yang diberikan masing-masing regu hanya uang cuma-cuma. Bukan termasuk uang perda. Penghasilan kami saja, tidak menentu, setiap malam terkadang dapat Rp 200 ribu. Setelah itu, jaga lagi dapat Rp 300 ribu. Jadi, maksimalnya kami terima uang Rp 1 juta per orang," ujarnya.

Ia mengaku, kecewa lantaran tidak ada satu pun rekan kerjanya yang menjenguk di Polrestabes Medan. Padahal, dugaan pungli yang mereka lakukan merupakan kesepakatan bersama seluruh petugas jembatan timbang.

"Pimpinan tenang-tenang saja Rp 3 juta wajib, tidak boleh kurang. Apalagi dia (pimpinan) penguasa. Jika kurang uang setoran kami tetap harus bayar, jadi pada kerja selanjutnya harus dibayar kekurangannya," katanya.

Berdasarkan kesepakatan bersama di jembatan timbang Sibolangit, lanjutnya, setoran berkurang hanya akhir pekan, karena truk yang melintas tidak banyak.

"Setiap Sabtu dan Minggu kami diberikan keringanan, karena truk yang melintas sepi. Cuma Bapak (Sutrisno) yang datang. Pejabat lain seperti kepala UPPKB Sibolangit dan pejabat Dishub Sumut tak ada yang datang," ujarnya.

Ia mengaku merasa jadi korban pemberantasan pungli, karena belum ada pemeriksaan terhadap pimpinan jembatan timbang. Padahal, ia terima uang dari sopir karena perintah.

"Kadang-kadang sopir truk minta tolong. Mereka bilang tolonglah, jangan diperdakan, karena biaya perda kalau tonasenya lebih 25 persen mencapai Rp 100 ribu. Jadi, sopir lebih memilih kasih uang Rp 30 ribu kepada kami. Jadi uang itu, kami simpan, tak masuk dalam laporan," katanya.

Tidak hanya itu, petugas kadang enggan menerapkan perda tentang beban tonase truk jembatan timbang, karena masyarakat terkadang "beringas".

"Misalnya ada truk membawa kotoran lembu. Harga barangnya saja hanya Rp 300 ribu, kalau diperdakan kelebihan tonase mencapai Rp 100 ribu. Jadi, kami hanya dibayar Rp 30 ribu. Sebab, kami takut sopir mengamuk. Berdasar pengalaman sebelumnya, kami sering didemo dan dikepung warga," ujarnya.

Baca: Tiga PNS Dishub Diciduk Usai Kepergok Lakoni Pungli

Ingin Pensiun Dini

Edison mengaku, tak pernah membayangkan masuk bui gara-gara melaksanakan tugas. Ia juga trauma, karena ditangkap polisis bersenjata lengkap.

"Saya seperti mimpi di penjara. Trauma kali rasanya ditangkap sama polisi bersenjata lengkap. Kalau keluar saya tidak mau kerja lagi, pengin pensiun dini aja," katanya.

Tersangka lainnya, Hasan menambahkan, seharusnya polisi menangkap seluruh pegawai jembatan timbang.

"Kami merasa dikorbankan dalam penangkapan ini, semua bermain kok. Mestinya bukan hanya kami bertiga yang ditangkap. Masalahnya hanya kami yang ditangkap polisi," katanya.

Ia berpendapat, operasi pemberantasan pungli, tidak akan berhasil bila hanya menangkap pegawai. Padahal, pimpinan juga menerima setoran pungli.

"Operasi pungli tidak ada hasil bila hanya menangkap kami bertiga kemudian dihukum. Sebenarnya tujuannya bagaimana? Apalagi pungli ada di semua jembatan timbang di Sumut. Saya memang salah, telah melakukan pungli," ujarnya.

Ia menceritakan, malam itu, bertugas malam bersama empat rekannya. Namun, polisi hanya membawa tiga orang.

"Satu orang enggak ditangkap. Kawan kami si Rifai Harahap tidak dibawa ke sini, tapi ada juga keterangannya di BAP. Kalau bisa saya pengin pulang, Pak. Tak enak di sini, kalau di dalam penjara rasanya sakit kali," katanya.

Ia berujar, saban hari bekerja menulis perda untuk truk yang kelebihan tonase. Ketika itu, ada truk membawa barang kelontong dari Aceh.

"Kernet masuk ke ruang, pada pukul 12.00 WIB. Saya sedang menulis perda, ketika truk kernet masuk dan langsung kasih uang Rp 200 ribu yang diselipkan dalam buku. Mungkin kebiasaan sopirnya demikian," ujarnya.
Setelah uang dari kernet truk diterima, lanjutnya, kernet berteriak menyatakan uang kurang.

"Tak lama kemudian, kami ditangkap polisi. Malam itu, kami belum menulis perda, karena mereka kasih uang sembari bawa buku kendaraan," katanya.

Ia mengungkapkan, belum ada penasihat hukum yang mendampingi mereka. Namun, ia berharap bisa menjadi tahanan kota. "Kami juga enggak tahu ada atau tidaknya tim pengacara, hanya panasihat hukum yang disediakan Polrestabes Medan. Kalau bisa Pak (Sutrisno) kami jadi tahanan kota saja. Enggak enak kali di sini (penjara)," ungkapnya.

Sedangkan Sutrisno berencana memanggil Kepala Dinas Perhubungan Pemprov Sumut, terkait pungli. "Saya akan panggil kepala dinasnya sekadar meminta penjelasan tentang masalah ini. Seharusnya masalah ini tidak bisa dibiarkan. Jangan pula operasi OTT yang tujuannya bagus, namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai alias keliru," katanya.

Menurutnya, penangkapan pegawai jenbatan jangan dilawan dengan penutupan jembatan timbang. Karena itu, ke depan harus ada perbaikan integritas di jembatan timbang.

"Yang pasti harus ada jalan keluar agar masalah dapat diselesaikan. Kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai harus diperbaiki. Namun, tidak pula hanya menangkap pegawai-pegawai rendah. Proses penegakan hukum harus berjalan bagus," ujarnya.

Baca: Ternyata Ini Penyebab Jembatan Timbang di Sumut Tak Beroperasi

Ia berujar, perintah pemberantasan pungli Presiden Joko Widodo harus dijalankan secara bagus.

"Dinas-dinas terkait juga tidak boleh buang badan. Saya pendukung sapu bersih pungli, karena program partai kami. Tapi, implementasinya di lapangan harus berjalan mulus," katanya.

Setelah berbincang-bincang dengan tiga tersangka pungli. Mereka telah jujur bersalah melakukan pungli kepada sopir truk yang melintas di jembatan timbang Sibolangit.

"Saya senang bapak-bapak mengakui bahwa ada perbuatan yang salah. Pengakuannya penting, hukum tugasnya tidak hanya menghukum, justru harus ada perbaikan-perbaikan yang mesti dilakukan," ungkapnya.

Hingga berita ini diturunkan, Tribun Medan/www.tribun-medan.com masih berupaya mengonfirmasi Kepala UPPKB Sibolangit, Budi Tarigan. Beberapa kepala jembatan timbang yang dihubungi Tribun Medan mengaku, tidak tahu nomor ponsel Budi.(tio)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved