Kasus Ahok

Ahok Jadi Tersangka, Apakah Demo 25 November Tetap Akan Digelar?

Lantas, apakah status tersangka Ahok ini dianggap mewakili tuntutan yang akan disuarakan pada 25 November nanti? Apakah masih ada demo di 25 November?

Editor: Muhammad Tazli
SERAMBI/MAHYADI
Ratusan massa yang berasal dari ormas Islam di Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Jumat (4/11) melakukan aksi demo untuk meminta penegak hukum menangkap Ahok yang telah menghina Alquran. (SERAMBI/MAHYADI) 

TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka setelah melakukan gelar perkara terbuka terbatas di Mabes Polri, Selasa (15/11/2016).

Penetapan tersangka ini berawal dari laporan masyarakat terhadap Ahok mengenai pengutipan ayat suci oleh Ahok beberapa waktu lalu.

Lantas, apakah status tersangka Ahok ini dianggap mewakili tuntutan yang akan disuarakan pada 25 November nanti? Apakah masih ada demo di 25 November?

Kemarin, Selasa (15/11/2016) sebelum Ahok ditetapkan menjadi tersangka, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Mulyadi P Tamsir, belum bisa memastikan apakah pihaknya akan mengadakan aksi unjuk rasa pada 25 November 2016. Ia mengatakan, aksi unjuk rasa tersebut tergantung dari hasil gelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Kami lihat hasil gelar perkara besok. Kalau memang hasil gelar perkara itu belum memenuhi unsur keadilan, belum memenuhi rasa keadilan rakyat, bisa jadi kami turun (demo) lagi," kata Mulyadi di Mapolda Metro Jaya.

"Kan kemarin tuntutannya jelas, bahwa Ahok menistakan agama, dan menistakan Al quran maka harus diberikan sanksi," ucap dia.

Baca: Jadi Tersangka, Apakah Ahok Ajukan Gugatan Praperadilan?

Ketika ditanyakan, jika polisi tidak menetapkan Ahok sebagai tersangka apakah HMI akan kembali berunjuk rasa. Mulyadi tidak memberi jawaban rinci. Menurut dia, HMI akan berunjuk rasa jika pemerintah tidak bersikap adil dalam kasus itu.

"Tadi kan saya sampaikan, kalau tidak memenuhi rasa keadilan rakyat kami akan tetap menuntut pemerintah untuk bisa memberikan keadilan," kata Mulyadi.

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi, mengimbau semua pihak menerima keputusan tersebut.

"Keputusan yang diambil kepolisian sudah melalui sebuah mekanisme yang baik, didahului dengan dilaksanakannya gelar perkara dengan prinsip terbuka terbatas," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Rabu (16/11/2016).

Baca: Ahok Jadi Tersangka, Apakah Demo 25 November Tetap Akan Digelar?

Dalam gelar perkara kasus penistaan Agama yang menjerat Ahok, Polisi sudah mengundang banyak pihak.

Termasuk MUI untuk memastikan hasil gelar perkara dapat dipertanggungjawabkan.

"Sehingga keputusan yang diambil benar-keputusan memiliki akuntabilitas publik dan tidak menimbulkan syak wasangka," katanya.

Dengan demikian, semua pihak menurut Zainut Tauhid Saadi harus bisa mengawal proses hukum terhadap Ahok, sambil terus menjaga keamanan dan ketertiban tanah air.

"Tetap mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan," katanya.

Pemuka agama Islam, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari daerah pemilhan Jakarta, AM Fatwa mengatakan, menyerukan kepada seluruh warga Jakarta untuk menghormati proses hukum dengan ditetapkannya tersangka kasus penodaan agama kepada Gubernur (non-aktif) Ahok.

"Berikutnya mari kita mencermati proses hukum selanjutnya hingga ke pengadilan dengan harapan putusan benar-benar berlandaskan Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara itu pilkada DKI harus tetap dapat berlangsung dengan aman dan jurdil untuk memilih pemimpin masa depan kita di Ibukota," tulis AM Fatwa melalui pesan singkat yang diterima Tribunnews.com.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, demonstrasi dilakukan bila saluran aspirasi dan dugaan penyimpangan dan intervensi dilakukan oleh pihak tertentu, sehingga masyarakat menggunakan hak konstitusinya dengan berdemonstrasi.

Namun, sementara ini pihak kepolisian agaknya sudah berusaha bekerja terbuka dan sesuai dengan rasa keadilan publik.

Baca: Ini Komentar Petinggi FPI Terkait Status Tersangka Ahok: Sikap Kapolri Cukup Bijak

"Sehingga tidak ada alasan melakukan demonstrasi. Oleh sebab itu tentu saya tidak mengimbau masyarakat untuk berdemonstrasi pada tanggal 25 Nov tersebut. Fokus saja pada upaya mengawal proses hukum, sehingga keadilan betul-betul dihadirkan," ujar Dahnil dalam rilis yang diterima Tribunnews.com.

Ia melanjutkan, bila ada pihak-pihak yang masih mengajak untuk melakukan demonstrasi agaknya masyarakat tidak perlu menanggapi. "Dan berhati-hati dengan upaya lain di luar konteks kasus ini yang bisa menciderai perjuangan mencari keadilan yang sedang kita upayakan," kata Dahnil.

Sebelumnya, gelar perkara kasus dugaan penistaan agama tersebut berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga 18.20 WIB. Gelar perkara dilakukan sebagai rangkaian penyelidikan untuk menyimpulkan ada atau tidaknya perbuatan pidana dalam kasus Ahok.

Polri menerima 13 laporan polisi dengan Ahok sebagai terlapor. Penyelidikan dilakukan sejak awal Oktober 2016 dan telah meminta keterangan 29 saksi dan 39 ahli.

Pasal yang Menjerat Ahok

Ahok dijerat dengan Pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Baca: Ahok Berniat Ajukan Praperadilan Atas Penetapannya Sebagai Tersangka
Penetapan tersangka dilakukan Bareskrim Polri setelah melakukan gelar perkara terbuka terbatas di Mabes Polri sejak Selasa (15/11/2016).

"Diraih kesepakatan meskipun tidak bulat didominasi oleh pendapat yang menyatakan bahwa perkara ini harus diselesaikan di pengadilan terbuka," kata Kabareskrim Komjen Ari Dono di Mabes Polri, Rabu.

Dalam situs Kompilasi Hukum Pidana Indonesia yang diluncurkan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, tertulis bahwa Pasal 156a KUHP merupakan isi dari Pasal 4 Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Berikut ini bunyi pasal 156 a KUHP:

Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sementara Pasal 28 ayat 2 UU no 11 Tahun 2008 tentang ITE berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Adapun ketentuan pidana Pasal 28 ayat 2 tersebut di atas diatur dalam undang undang yang sama Pasal 45 ayat 2, demikian bunyinya:

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Penjelasan Pakar Bahasa

Ahli Bahasa pelapor dari Universitas Mataram M Husni Muadz menyebutkan, kata dibohongi pada kasus penistaan agama Gubernur DKI Petahana, Basuki T Purnama (Ahok), itu merupakan instrumen tak netral.

Kata dibohongi, bersifat merendahkan saat disandingkan dengan kata Al Quran.

Oleh sebab itu, ucapan Ahok itu merupakan penistaan agama.

"Dalam perkataan itu (Ahok), ada instrumen kata 'pakai', lalu ada kata benda (Al Maidah). Nah, dalam frase itu (pakai Surat Al Maidah), bergantung pada kata kerjanya," ujar Husni Muadz di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (15/11).

Dalam frase, kata dia, Dibohongi Pakai Surat Al Maidah, kata kerja Dibohongi itu merupakan instrumen tak netral yang juga berarti kebohongan.

Alhasil, saat disandingkan dengan kata pakai Al Maidah itu memiliki nilai yang merendahkan isi Al Quran.

Apalagi, katanya, dalam konteks umat Islam, Al Quran itu memiliki nilai mutlak kebenarannya.

"Secara bahasa, di situ penistaannya. Dengan dia mengundang instrumen yang kebetulan isinya Al Quran. Kenapa tak pakai buku yang lain misalnya, kenapa pakai Al Quran. Disandingkan dengan kata-kata kebohongan," tuturnya.

Seperti diberitakan, Selasa (15/11/2016) polisi melakukan gelar perkara atas kasus penistaan agama yang diduga dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dalam kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu 27 September 2016, di depan warga sekitar Ahok berbicara seputar surat Al Maidah dalam konteks memilih pemimpin menurut Islam.

Curhat Ahok

Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat mencurahkan hati kepada kakak angkat, Andi Analta.

Basuki yang biasa dikenal Ahok ini membeberkan laporan yang diarahkan kepadanya soal dugaan penistaan agama.

"Katanya 'Kak, saya bingung kok bisa begini?'," ujar Andi, menirukan ucapan Ahok, saat ditemui di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11).

Sejumlah masyarakat melaporkan Ahok terkait dugaan penistaan agama sejak 6 Oktober 2016.

Mereka menilai pernyataan Ahok di depan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 telah menodai agama.

Semula Ahok hanya berbicara perihal program nelayan yang telah dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ahok lalu berjanji kepada nelayan meski dia tidak lagi terpilih sebagai gubernur pada pemilihan gubernur 2017 mendatang.

Baca: Ahok Dicekal ke Luar Negeri

"Jadi jangan percaya-percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, gak bisa pilih saya. Ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51," ucap Ahok.

Pernyataan Ahok pun menyulut kemarahan. Demo menuntut Ahok pun digelar akbar pada 4 November silam.

Usai demo akbar tersebut, polisi memutuskan gelar perkara tentang penistaan agama dilakukan secara terbuka, namun terbatas.

Peserta gelar perkara diperkirakan mencapai lebih dari 50 orang.

Mereka terdiri dari tim penyelidik, ahli yang dihadirkan pelapor maupun terlapor, serta pimpinan gelar perkara dari Bareskrim Polri.

Kompolnas dan Ombudsman hanya bertindak sebagai pengawas.

Sementara itu, dari internal Polri akan hadir Divisi Profesi dan Pengamanan, Inspektorat Pengawasan Umum, Biro Pengawas Penyidikan, dan penyelidik yang menangani kasus itu.

Andi yang datang pada gelar perkara Ahok yang berlangsung di Rupatama Mabes Polri. Ia mengaku, kedatanganya demi memberi nasihat dan dukungan moral kepada Ahok.

"Saya katakan ke dia, 'Satu kesalahan kamu. Kamu suka buka aib orang di depan orang'," kata dia.

Menurutnya, hubungan dirinya dengan Ahok sangat dekat meski bukan saudara kandung.

Ia mengaku, baru bertemu Ahok pada dua hari lalu. Saat itu, Andi meminta Ahok untuk tenang.

"Jangan ngotot untuk dibenarkan. Cukup lakukan yang terbaik," kata Andi.

Ia meminta Ahok agar mendukung proses hukum selanjutnya, apapun keputusannya.

Meski demikian, Andi meyakini apa yang diutarakan Ahok tidak mengandung unsur penistaan agama. "Kita dukung dia, iman kita tidak turun. Parameter iman kan yang meninggalkan shalat," kata dia.

Neno Warisman, Pemain film era 1980-an optimistis bakal memenangi gelar perkara tersebut. Ia yakin Ahok menistakan agama.

"Ada beberapa teori yang saya sampaikan yang insya Allah membuktikan memang ada penistaan agama," papar Neno.

Baca: Tim Penyidik Sempat Berbeda Pendapat dalam Menentukan Kasus Ahok

Pantauan Tribun, kuasa hukum Ahok, Sirra Prayuna hadir pada 07.30 WIB. Dia tampak berjalan kaki dari ujung jalan menuju lokasi gelar perkara di Ruang Rapat Utama (Rupatama).

Kemudian, hadir beberapa pihak pelapor mulai hadir sekitar 08.30 seperti Habib Rizieq Syihab, Habib Novel Bamukmin, Bachtiar Nasir, dan Irene Handono.

Awak media diperkenankan mengambil gambar sebelum gelar perkara dimulai. Tampak seluruh pihak yang berkepentingan ada di ruangan tersebut.

Neno Warisman yang ikut dalam gelar perkara menggambarkan suasana kegiatan tersebut.

Dia hadir sebagai ahli bahasa dari pihak pelapor.

Menurutnya, acara yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto berlangsung tertib.

Video rekaman pidato Ahok di Kepulauan Seribu juga kembali ditayangkan.

"Dari saksi ahli sudah memutar berkali-kali sayang waktunya selama satu jam, 48 menit yah itu agak ngantuk juga sih," kata Neno.

Penggambaran suasana gelar perkara Neno serupa dengan yang dituturkan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigjen Agus Andrianto.

Ia menuturkan ada pengaturan waktu untuk setiap pihak yang hadir, khususnya ahli untuk beragumen.

"Setiap ahli diberi waktu bicara selama satu jam," sebut Agus.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar menyebut gelar perkara dugaan penodaan agama berlangsung sejak pukul 09.10 Wib.

Kabareskrim Komjen Ari Dono pun memberi waktu satu jam bagi kubu terlapor melalui kuasa hukumnya.

Setelah kubu pelapor selesai, berlanjut ke istirahat dan shalat Maghrib.

Kemudian giliran para saksi ahli dari penyidik yang mendapat giliran sekitar satu jam untuk memaparkan pandangan sesuai ilmu yang ditekuninya.

Selesai itu semua, Kabareskrim dengan para penyidiknya dari Direktorat Tindak Pidana Umum akan melakukan rapat hingga larut malam.

Berlanjut keesokan paginya akan diumumkan hasil dari gelar perkara.

"Total saksi dari Polri yang hadir ada 7, yang mewakili terlapor ada lima dan pihak pelapor ada enam saksi. Satu yang informasinya dari Mesir tidak hadir, digantikan saksi lain. Seluruh saksi ahli hari ini dari dalam negeri. Kita tunggu bersama hasil keputusan besok," katanya. 

***
Yuk, berinteraksi!
Salurkan pendapat kamu, bebas asal bertanggung jawab, melalui kanal media sosial Tribun Medan
Cukup like/suka fan page facebook: tribun-medan.com
Follow twitter: @tribunmedan 
Tonton YouTube:  Tribun Medan 
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved